Cahaya Islam di tanah Andalusia


Etimologi nama Al-Andalus belum diketahui secara pasti. Nama tersebut biasanya mengacu pada wilayah kekuasaan Muslim di Semenanjung Iberia atau Iiberia selatan, dan bukti paling awal dari nama tersebut terdapat pada koin yang dicetak oleh pemerintah Islam di Semenanjung Iberia sekitar tahun 715. Menurut ilmuwan Barat, setidaknya ada tiga teori etimologis yang mengemukakan bahwa nama tersebut berasal dari masa pemerintahan Romawi di Semenanjung Iberia. Berikut penjelasannya:

1.) Nama Andalusia berasal dari suku Vandal, suku Jerman yang menguasai sebagian Iberia dari tahun 407-429. Salah satu sarjana yang menganut teori ini adalah sejarawan abad ke-19 Reinhart P. Dozy.
2.) Nama Andalusia berasal dari Arabisasi  kata “Samudra Atlantik”.Teori ini didukung oleh sejarawan Spanyol Vallvé.
3.) Nama Andalusia berasal dari nama suku Visigoth yang menguasai Iberia pada abad 4-9, bahasa LatinIberia Visigoth disebut Gothica Sors (Tanah undian Goth). Halm memperkirakan bahwa dalam bahasa Gothic "tanah undian" mungkin disebut landahlauts, dan dia menyarankan agar disebut Al-Andalus.


Ketiga teori tersebut tidak mempunyai bukti sejarah sehingga dapat dikatakan sangat lemah. Pelopor dan pembela ketiga teori ini semuanya adalah sejarawan. Namun baru-baru ini, para ahli bahasa telah dilibatkan dalam diskusi ini. Argumentasi dari sejarah, linguistik dan toponimi (ilmu yang mempelajari nama-nama daerah) terus menunjukkan kelemahan dari semua teori di atas dan bahwa nama Al-Andalus sebenarnya berasal dari zaman Romawi.


Sejarah panjang umat Islam Iberia dapat dibagi menjadi enam periode, masing-masing dengan gaya pemerintahan dan dinamika sosialnya sendiri. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya pemerintahan Islam terakhir, Islam memegang peranan yang sangat besar. Bagaimanakah sejarahnya? Mari kita bahas bersama!

A. Sejarah Spanyol sebelum Islam masuk
Sebelum masuknya Islam, Spanyol merupakan bagian dari Kekaisaran Romawi. Bangsa Romawi mampu menguasai semenanjung itu pada tahun 133 M. Selama pemerintahan mereka, sejumlah besar orang Yahudi juga datang ke sana. Suku-suku vandal menyerang bangsa Romawi pada abad 5 M. Sejak saat itu nama Spanyol berubah menjadi Vandalusia yaitu negeri kaum Vandal. Orang-orang Arab kemudian menyebutnya al-Andalusia atau lebih dikenal dengan nama Andalusia.

Pada awal abad keenam (507 M), suku Ghathia barat mampu menyerbu Spanyol dan mengusir kaum Vandal ke Afrika. Bangsa Ghathia kemudian berhasil membangun pemerintahan yang kuat di Andalusia. Hingga menjadi negara yang lemah karena merajalelanya perbudakan, kelemahan ekonomi, karena petani dan pedagang harus menanggung pajak yang besar dan pemberlakuan agama Kristen pada penduduknya.

Budak dipaksa bekerja di lahan pertanian milik penguasa, masyarakat kelas menengah Spanyol terpaksa menanggung beban pendapatan dan pengeluaran pemerintah melalui berbagai pajak dan pihak-pihak yang mengumpulkan kekayaan untuk diserahkan kepada penguasa. Para pendeta Kristen berhasil memberikan berbagai perintah dan sanksi yang sangat keras kepada siapapun yang tidak mau menerima dan menjadi pengikut agama Kristen. Akibatnya masyarakat menjadi menderita, tidak bahagia dan tertekan.

Orang-orang Yahudi, yang tidak tahan terhadap pemaksaan tersebut, memberontak beberapa kali. Namun usaha mereka gagal dan hanya rumah mereka yang hancur dan banyak diantara mereka yang terpaksa masuk agama Kristen. Begitulah keadaan Andalusia sebelum penaklukan Islam, sedangkan rakyat Afrika Utara hidup sejahtera di bawah penguasa Islam yaitu penguasa adil yakni Bani Umayyah. Oleh karena itu tidak heran jika orang Spanyol berharap bisa terbebas dari kekejaman Ghathia.

B. Penaklukan Andalusia
Abdul Malik bin Marwan mengangkat Hasan bin Nu'man al-Ghassani sebagai gubernur wilayah tersebut. Pada masa Al-Walid, gubernur Afrika Utara digantikan oleh Musa bin Nushair. Ia memperluas wilayahnya dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Ketika Ghathia memerintah wilayah Spanyol, dia sering mendorong penduduknya untuk membuat kerusuhan dan melawan pemerintahan Muslim.

Musa bin Nushair memerintahkan Thariq bin Ziyad untuk menaklukkan Andalusia pada tahun 710 M. Kemudian pada tahun 711 M, pasukan Umayyah yang terdiri sebagian besar bangsa Moor dari barat laut Afrika, menyerbu Spanyol di bawah komando Thariq bin Ziyad dan di bawah perintah Kekhalifahan Umayyah di Damaskus. Pasukan itu mendarat di Gibraltar pada tanggal 30 April dan melanjutkan perjalanan ke utara. Setelah mengalahkan raja Visigoth Roderikus di Pertempuran Guadalete.

Pasukan yang dipimpin Musa bin Nushair mencapai Andalusia melalui jalur lain, yang tidak ditempuh Thariq bin Ziyad dan pasukannya. Seville dan Merida di pantai barat semenanjung Spanyol berhasil ditaklukkan. Mereka kemudian bertemu pasukan Thariq di Toledo. Tentara bersatu, wilayah taklukan meluas ke utara, seperti Barcelona, Terrofona dan Zaragoza. Wilayah yang diperintah oleh umat Islam Bani Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus, yang terdiri dari Spanyol, Portugal, dan Prancis bagian selatan saat ini.

Andalusia pada awalnya dikuasai oleh seorang wali (gubernur) yang ditunjuk oleh khalifah Damaskus, yang masa jabatannya biasanya 3 tahun. Pemerintah Damaskus menempatkan seorang gubernur di Andalusia. Gubernur pertamanya adalah Abd 'al-Aziz bin Musa bin Nushair. Saat di Andalusia ia menikah dengan Achelon yang merupakan seorang janda dari Roderikus yang kemudian namanya diganti Ummu asim. Setelah Abd 'al-Aziz bin Musa bin Nushair wafat penguasa Afrika Utara dan Andalusia dilanjutkan oleh Muhammad bin Yazid. 

Pada periode tersebut stabilitas politik belum sepenuhnya tercapai di Andalusia, masih terjadi gangguan baik di dalam maupun luar negeri. Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam yang tinggal di daerah pegunungan yang tidak pernah mau tunduk pada kekuasaan Islam. Gerakan ini terus menguat dan akhirnya berhasil mendirikan Kerajaan Asturias yang berhasil mengalahkan umat Islam pada Pertempuran Covadonga pada tahun 721 M.

Perselisihan internal mencakup, antara lain, perselisihan antar elite penguasa, yang terutama timbul karena perbedaan etnis dan kelas. Selain itu, terdapat perbedaan pendapat antara khalifah Damaskus dengan gubernur Afrika Utara di Al-Qairawan. Masing-masing mengklaim hak untuk menguasai wilayah Iberia. Oleh karena itu, dalam waktu yang sangat singkat terjadi sekitar dua puluh kali pergantian gubernur Andalusia. Perbedaan politik ini menyebabkan perang saudara berulang kali.

Hal ini mengacu pada perbedaan etnis, terutama antara suku Berber asal Afrika Utara dan suku Arab. Dalam kelompok etnis Arab, terdapat dua kelompok yang selalu bersaing, yaitu suku Quraisy (Arab Utara) dan Arab Yamani (Arab Selatan). Perbedaan etnis tersebut seringkali menimbulkan konflik politik, apalagi jika tidak ada sosok yang kuat. Oleh karena itu, tidak ada gubernur di Iberia pada saat itu yang dapat mempertahankan kekuasaannya dalam waktu yang cukup lama.

Pada tahun 740-an, terjadi perang saudara yang melemahkan kekuasaan khalifah. Pada tahun 746, Yusuf Al-Fihri memenangkan perang saudara dan menjadi penguasa yang tidak ada hubungannya dengan pemerintahan Damaskus. Akibat konflik internal yang berulang dan peperangan melawan musuh asing, umat Islam Andalusia masih belum melakukan langkah pembangunan apapun di bidang peradaban dan kebudayaan pada periode ini.

Namun pertikaian hanya terjadi di kalangan elit politik. Masyarakat Muslim di Andalusia umumnya hidup damai dan baik. Mereka hidup dengan berusaha meniru inspirasi para sahabat Nabi dan juga menerapkan Al-Qur'an dan Sunnah sebaik mungkin. Misalnya, saat itu umat Islam berkumpul untuk mempelajari agama para syekh dan ulama, begitu juga masyarakat Andalusia. Mereka mengutus seorang Yahya bin Yahya Al-Laythi untuk belajar kepada Imam Malik bin Anas. Ia kemudian menjadi Imam Mazhab Maliki.

Penduduk Andalusia juga merasa bahagia dan sejahtera di bawah pemerintahan Islam. Umat Kristen menikmati kebebasannya dan tidak diganggu dalam menjalankan ibadah dan kebiasaan mereka. Orang-orang Yahudi sangat terbantu dengan kehadiran orang-orang Arab tersebut. Mereka menjadi mandiri dan aktif membantu orang-orang Arab memerintah Andalusia. Dan berusaha mengembalikan negeri ini ke tingkat kebudayaan yang tinggi. Otoritas Muslim Andalusia tidak menganiaya atau mencampuri urusan internal mereka. Umat Islam memberi otonomi penuh dalam segala urusan keagamaan.

C. Sejarah Bani Umayyah di Andalusia
Seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa setelah Bani Abbasiyah Berhasil mengambil alih kekuasaan dari Bani Umayyah di Damaskus dan terjadi pembunuh terhadap keluarga Bani Umayyah. Namun terdapat salah satu keluarga Bani Umayyah berhasil menyelamatkan diri dari Bani Abbasiyah yakni Abdurrahman ad-Dakhil. Baca juga: Damaskus sebagai pusat peradaban Islam di Timur Ia berhasil menyelamatkan diri dan bersembunyi ke Andalusia. Disana Abdurrahman ad-Dakhil disambut oleh para pendukungnya. 

Pada tahun 756 Abdurrahman ad-Dakhil menggulingkan Yusuf Al-Fihri dan menjadi penguasa Cordoba dengan gelar Amir. Abdurrahman menolak tunduk pada kekhalifahan Abbasiyah yang baru didirikan setelah sebagian besar keluarganya dibunuh oleh pasukan Abbasiyah. Dia berhasil membangun kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia dari situlah ia mendapatkan gelar "ad-Dakhil" artinya pendatang baru. Untuk mempertahankan Andalusia dari ancaman musuh-musuhnya ia membangun angkatan bersenjata yang kuat dan terlatih sebanyak 40.000 prajurit bayaran dari Bangsa Barbar.

             Andalusia pada tahun 750

Berikut merupakan sejarah perkembangan di Andalusia selama 6 periode:

1.) Periode pertama (711-755 M)
Menjadi provinsi di bawah kendali Bani Umayyah di Damaskus.
2.) Periode kedua (756-912 M)
Di bawah kekuasaan Keamiran Cordoba.
3.) Periode ketiga (929-1013 M)
Di bawah kekuasaan Kekhalifahan Cordoba.
4.) Periode keempat (1013-1086 M)
Terpecah menjadi negara kecil di bawah pemerintahan raja-raja golongan yang disebut Mulk ath-Tawaif seperti Sevilla, Zaragoza, Granada, Toledo, Badajoz dan Denia.
5.) Periode kelima (1086-1248 M)
Di bawah kekuasaan dinasti Murabithun, Muwahidun dan Bani Marin.
6.) Periode keenam (1248-1492 M)
Di bawah kekuasaan Keamiran Granada.

Periode pertama sudah kita bahas pada kesempatan sebelumnya, maka kita akan membahas periode kedua hingga periode keenam pada pembahasan kita kali ini. Berikut pembahasannya:

1. Keamiran Cordoba (756-912 M)
Saat itu, ia memerintah selama  tahun, namun ia mempunyai kekuasaan yang lemah di Al-Andalus dan berusaha menekan perlawanan Al-Fihr dan pendukung khalifah Abbasiyah. Selama satu setengah abad berikutnya, keturunannya menggantikannya sebagai Amir Cordoba, yang memegang kekuasaan sastra di seluruh Al-Andalus dan terkadang bahkan di Afrika Utara bagian barat. 

Berikut merupakan amir dari Keamiran Kordoba:
- Abdurrahman ad-Dakhil (Abdurrahman l) 756-788 M 
- Hisyam ar-Ridha (Hisyam l) 788-796 M 
- Al-Hakam bin Hisyam (Al-Hakam l) 796-822 M
- Abdurrahman al-Ausath (Abdurrahman ll) 822-852 M
- Muhammad bin Abdurrahman al-Ausath (Muhammad l) 852-886 M
- Al-Mundzir bin Muhammad 886-888 M
- Abdullah bin Muhammad 888-912 M
- Abdurrahman An-Nashir (Abdurrahman lll) 912-929 M

Kenyataannya, kekuasaan amir Cordoba, khususnya di wilayah perbatasan Kristen, seringkali berbeda-beda tergantung kemampuan amir yang berkuasa. Amir Abdullah bin Muhammad hanya mempunyai kekuasaan di Cordoba. Pada pertengahan abad ke-9, stabilitas negara terganggu dengan munculnya gerakan-gerakan Kristen fanatik yang mencari keamatiran. 

Namun, gereja-gereja Kristen lain di seluruh Al-Andalus tidak bersimpati dengan gerakan tersebut, karena pemerintah Islam mendukung kebebasan beragama. Penduduk Kristen mempunyai kesempatan untuk memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen. Ibadah tidak terhalang. Selain itu diperbolehkan membangun gereja baru, biara, di samping asrama Rahib atau yang lainnya. Mereka juga tidak dilarang bekerja sebagai pegawai lembaga pemerintah atau militer.

Agitasi politik yang paling penting pada masa itu datang dari kalangan umat Islam sendiri. Kelompok pemberontak Thulaithulah membentuk negara kota pada tahun 852 yang bertahan selama 80 tahun. Selain itu, banyak orang yang tidak puas menyebabkan terjadinya revolusi. Yang paling penting adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Umar bin Hafshun dan putranya, yang berpusat di pegunungan dekat Malaqah. Pada saat yang sama, sering terjadi perselisihan antara Berber dan Arab. Abdurrahman III menggantikan kakeknya Abdullah pada tahun 912, ketika ia berusia 22 tahun, dan dengan cepat berhasil menegakkan kembali kekuasaan Islam di Andalusia dan bahkan memperluas wilayahnya di Afrika Utara. 

Keamiran Cordoba berakhir pada tahun 929 ketika Amir Abdurrahman III mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah. Sejak saat itu, pemimpin Cordoba menyandang gelar Khalifah Cordoba dan mensejajarkan diri dengan dua pemimpin lain yang juga mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah, yaitu pemimpin Bani Fatimiyah Tunis dan Bani Abbasiyah Bagdad. Dasar klaim tersebut adalah bahwa Abdurrahman merupakan keturunan Bani Umayyah yang sebelumnya menyandang gelar Khalifah Damaskus namun digulingkan oleh Bani Abbasiyah.

      Keamiran Cordoba pada tahun 929

2. Kekhalifahan Cordoba
Setelah menjadi khalifah Abdurrahman lll kemudian antara tahun 936 dan 940 ia membangun Madinah Az-Zahra, sebuah kota dengan kompleks istana sekitar 5 km dari Cordoba. Ia kemudian memindahkan seluruh dewan pemerintahannya ke Madinah Az-Zahra pada tahun 947-948. Namun, pada abad ke-11, kompleks istana ini ditinggalkan dan tertimbun, serta reruntuhannya baru digali lagi pada tahun 1911. Pada masa pemerintahannya, ia membuka saluran diplomatik dengan Otto I dari Kekaisaran Romawi Suci dan Kekaisaran Bizantium.

Berikut merupakan khalifah dari kekhalifahan Cordoba:
- Abdurrahman An-Nashir (Abdurrahman lll) 929-961 M 
- Al-Hakam bin Abdurrahman (Al-Hakam ll) 961-976 M 
- Hisyam bin Al-Hakam (Hisyam ll) 976-1008 M 
- Muhammad bin Hisyam bin Abdul Jabbar (Muhammad ll) 1008-1009 M 
- Sulaiman al-Musta'in (Sulaiman ll) 1009-1010 M 
- Hisyam bin Al-Hakam (Hisyam ll) 1010-1012 M
- Sulaiman al-Musta'in (Sulaiman II) 1012-1017 M
- Abdurrahman al-Murtadha Billah (Abdurrahman IV) 1021-1022 M
- Abdurrahman V 1022-1023 M
- Muhammad bin Abdurrahman bin Ubaidillah (Muhammad lll) 1023-1024 M 
- Hisyam lll 1027-1031 M 

Para penulis Muslim menganggap periode Kekhalifahan ini sebagai Zaman Keemasan Al-Andalus. Biji-bijian yang diperoleh melalui irigasi dan bahan makanan yang diimpor dari Timur Dekat mencukupi kebutuhan penduduk Cordoba dan kota-kota lain di Al-Andalus dengan sektor pertanian paling maju di Eropa. Pada masa kekhalifahan ini, Cordoba mempunyai jumlah penduduk sekitar 500.000 jiwa, melampaui Konstantinopel dalam hal jumlah penduduk dan kekayaan sebagai kota terbesar di Eropa.

Pada masa pemerintahan Al-Hakam II, ia mewarisi kekhalifahan setelah kematian ayahnya Abdurrahman III pada tahun 961. Ia berdamai dengan kerajaan Kristen di Iberia utara dan memanfaatkan stabilitas tersebut untuk mengembangkan pertanian dengan mengembangkan irigasi. Perkembangan perekonomian juga dipercepat dengan perluasan jalan dan pengembangan pasar.

Wilayah kekuasaan Bani Umayyah pada tahun 1000 M 

Pada masa pemerintahan Muhammad II, ia menjadi Khalifah ke-18 Kekhalifahan Bani Umayyah, penguasa Muslim ke-11 di Cordoba, dan Khalifah ke-4 Kekhalifahan Cordoba. Ketika pasukannya yang berjumlah 7.000 orang dibubarkan, ia menjadi musuh banyak rakyatnya sendiri. Muhammad ll berusaha mempertahankan statusnya sebagai khalifah setelah Sulaiman al-Mustain muncul sebagai lawan politik. Setelah terjadi badai di mana banyak faksi naik ke tampuk kekuasaan dalam upaya menggantikan Muhammad II, ia akhirnya digulingkan. Setelah kematiannya, banyak sejarawan Muslim menuduhnya merusak kesucian Amirid Harem.

Dalam penderitaan dinasti Umayyah di Andalusia, dua pangeran Umayyah diangkat menjadi khalifah Cordoba untuk waktu yang sangat singkat, Abdurrahman IV dan Abdurrahman V. Keduanya hanyalah boneka khalifah dari kelompok yang sudah ada yang langsung menolak mereka. Abdurrahman IV dibunuh pada tahun yang sama ketika dia mengumumkan bahwa dia sedang dalam perjalanan menuju pertempuran di Cadiz dimana para pengikutnya telah meninggalkannya. Abdurrahman V diangkat menjadi khalifah pada bulan Desember 1023 di Cordoba, dan pada bulan Januari 1024 ia dibunuh oleh sekelompok preman yang dipimpin oleh salah satu sepupunya.

Muhammad III memerintah setelah kematian Abdurrahman V ketika rakyat Cordoba memberontak melawannya dan dia terpaksa meninggalkan kota. Dia diyakini meninggal pada usia 50 tahun setelah diracun. Hisyam III kemudian terpilih menjadi khalifah setelah negosiasi panjang antara gubernur wilayah perbatasan dan masyarakat Cordoba. Dia baru mencapai Cordoba pada tahun 1029, ketika pasukan Berber dari Bani Hamud menduduki kota tersebut. Meskipun ia berusaha memperkuat kekhalifahan, kenaikan pajak (misalnya untuk membayar masjid) menimbulkan tentangan dari para ulama.

Setelah wazirnya al-Hakam dibunuh oleh konspirasi bangsawan Cordoba, Hisyam dipenjarakan. Ia masih berhasil melarikan diri, namun meninggal di pengasingan pada tahun 1036 di Balaguer. Ketika kekhalifahan jatuh setelah jatuhnya Hisyam III pada tahun 1031, Kekhalifahan Cordoba runtuh. Wilayah Khilafah telah menyusut secara signifikan dibandingkan 100 tahun yang lalu dan telah menjadi kelompok Taifa yang lemah secara militer namun maju secara budaya.

3. Mulk ath-Tawaif
                    Taifa pada 1031 M 

Pada kurun waktu tersebut, umat Islam Al-Andalus kembali memasuki masa gejolak internal. Ironisnya, ketika perang saudara pecah, beberapa pihak yang berkonflik akan meminta bantuan raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan situasi politik Islam, umat Kristen mulai melakukan serangan untuk pertama kalinya pada periode ini. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, kehidupan intelektual terus berlanjut selama periode ini. Istana mendorong para cendekiawan dan penulis untuk mencari perlindungan dari satu istana ke istana lainnya.

Taifa ini umumnya sangat lemah sehingga tidak dapat mempertahankan diri dari serangan dan upeti dari kerajaan Kristen di utara dan barat, termasuk Navarre, Leon, Portugal, Castile dan Aragon, serta Barcelona. Belakangan, serangan-serangan ini menjadi penaklukan, sehingga Taifa Al-Andalus mencari bantuan dari Bani Murabithun, yang bergabung dengan Islam fundamentalis di Afrika Utara.

4. Murabithun, Muwahidun dan Bani Marin 
Dinasti Murabithun pada masa kejayaannya pada tahun 1120 M

Pada tahun 1086, pemimpin Moorbitun Yusuf bin Tasyfin dipanggil dari Maroko oleh bangsawan Muslim Iberia untuk membela Iberia dari Raja Alfonso VI dari Kastilia dan Leon. Pada tahun yang sama, Yusuf menyeberangi Selat Gibraltar ke Algeciras dan mengalahkan umat Kristen di Pertempuran Zallāqah. Hal ini memungkinkan mereka untuk memerintah sebuah kerajaan yang membentang sepanjang 3.000 kilometer (1.900 mil) dari utara ke selatan.

Pada tahun 1094, Yusuf bin Tasyfin menyingkirkan kekuasaan semua penguasa kecil Muslim di Iberia dan mengambil kendali atas seluruh wilayah mereka kecuali Saraqusthah, yang akhirnya jatuh ke tangan Aragon pada tahun 1118. Ia juga merebut Valencia dari tangan umat Kristen. Dinasti Murabithun jatuh pada puncak kesuksesannya ketika gagal menghentikan pemberontakan yang dipimpin oleh Masmuda yang diprakarsai oleh Ibnu Tumarti. Akibatnya, raja Murabithun terakhir dibunuh di Marrakesh pada bulan April 1147 oleh Ishaq ibn Ali Muwahhidun, yang menggantikan dinasti Murabithun yang berkuasa di Maroko dan Al-Andalus.

Pada tahun 1146, penguasa Muwahhidun yang beroperasi di Afrika Utara menaklukkan wilayah tersebut. Penguasa Muwahidun memindahkan ibu kota Al-Andalus ke Seville pada tahun 1170 dan mengalahkan Raja Alfonso VIII dari Kastilia dalam Pertempuran Alarcos (1195). Selama beberapa dekade, Daulah banyak mengalami kemajuan. Kekuatan Kristen bisa dipukul mundur. Namun tak lama kemudian, Muwahhidun tumbang.

Dinasti Muwahidun pada masa puncak kejayaannya pada 1180-1212

Berikut merupakan khalifah dari Dinasti Muwahidun:
- Abdul Mukmin
- Abu Ya'kub Yusuf 
- Muhammad al-Nashir
- Al-Mansur
- Al-Makhlu
- Al-'Adil
- Al-Mu'tasim 
- Al-Makmun
- Al-Rashi
- Al-Said
- Al-Murtadha
- Al-Watsiq

Pada tahun 1212, kerajaan Kristen bersatu Castile, Navarre, Aragon, dan Portugal mengalahkan Muwahidun di Pertempuran Las Navas de Tolosa dan memaksa Sultan Muwahidun meninggalkan Iberia. Muslim Iberia kembali terpecah menjadi faksi-faksi lemah dan dengan cepat menaklukkan Portugal, Kastilia, dan Aragon. Setelah jatuhnya Murcia (1243) dan Algarve (1249), hanya Emirat Granada, yang dipimpin oleh Banu Nashri, yang tetap menjadi negara Islam, tetapi hanya sebagai negara bawahan yang menghormati Kerajaan Kastilia. Upeti ini berupa emas dari tempat yang sekarang disebut Mali dan Burkina Faso, dibawa melalui jalur perdagangan di gurun Sahara.

Pada abad ke-14, Banu Marin dari Maroko maju dan mengancam kerajaan Kristen di Iberia. Banu Marin kemudian mengambil alih Granada dan menduduki kota-kotanya seperti Algeciras. Namun, mereka gagal merebut Tarifa, yang menahan serangan Banu Marin hingga kedatangan tentara Kastilia yang dipimpin oleh Raja Alfonso XI. 

Kemudian Alfonso XI, dibantu Afonso IV dari Portugal dan Pedro IV dari Aragon, mengalahkan Banu Marin pada Pertempuran Rio Salado (1340) dan merebut Al-Jaziratul Khadhra' (1344). Pada tahun 1349-1350, Alfonso XI juga mengepung Gibraltar yang saat itu dikuasai Granada, namun melawan kerajaan Kristen Alfonso lainnya. Peristiwa itu menandai dimulainya 150 tahun pemberontakan Kristen dan perang saudara di Eropa, yang mengamankan keberadaan Granada.

5. Keamiran Granada
   Wilayah kekuasaan Keamiran Granada 

Setelah perjanjian damai dengan Raja Pedro dari Kastilia, Granada tetap merdeka selama hampir 150 tahun berikutnya. Umat Islam diberikan kemerdekaan, kebebasan bergerak dan beragama, serta dibebaskan dari membayar upeti selama tiga tahun. Setelah tiga tahun, umat Islam tidak perlu membayar upeti lebih dari yang diwajibkan sebelumnya pada masa Bani Nasri. Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Abdurrahman III. Namun secara politis, dinasti tersebut hanya menguasai wilayah kecil.

Berikut merupakan Amir dari Keamiran Granada:
- Abu Abdullah Muhammad bin Yusuf bin Nasr (Muhammad l) 1238-1272 M
- Muhammad al-Faqih (Muhammad ll) 1273-1302 M
- Muhammad lll 1302-1309 M
- Abu'l-Juyusy Nashr bin Muhammad (Nashr) 1302-1309 M
- Abu'l-Walid Ismail ibn Fara (Ismail l) 1314-1325 M
- Abu Abdullah Muhammad bin Ismail (Muhammad IV) 1325-1333 M
- Abu al-Hajjaj Yusuf bin Ismail (Yusuf l) 1333-1354 M 
- Abu Abdullah Muhammad bin Yusuf (Muhammad V) 1354-1359 M
- Ismail ll 1359-1360 M
- Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail (Muhammad VI) 1360-1362 M
- Muhammad V 1362-1361 M
- Yusuf ll 1391-1392 M
- Muhammad VII 1392-1408 M
- Yusuf lll 1408-1417 M
- Muhammad VII 1417-1419 M 
- Muhammad VIII 1419-1427 M 
- Muhammad IX 1419-1427 M 
- Yusuf IV 1432 M
- Muhammad IX 1432-1445 M
- Yusuf V 1445-1446 M 
- Muhammad X 1446-1448 M
- Muhammad IX 1448-1453 M
- Muhammad XI 1453-1454 M 
- Sa'd 1454-1461 M
- Yusuf V 1462-1463 M
- Abul Hasan Ali bin Nasr 1464-1482 M
- Muhammad XII 1482-1483 M
- Abul Hasan Ali bin Nasr 1482-1485 M
- Abu Abdallah Muhammad az-Zaghal (Muhammad XIII) 1485-1486 M
- Muhammad XII 1486-1492 M 

D. Kejayaan Islam pada masa Bani Umayyah di Andalusia 
Baghdad, Konstantinopel, dan Cordoba merupakan tiga kota yang menjadi pusat kebudayaan dunia saat itu. Cordoba memiliki 113.000 rumah, 70 perpustakaan, toko buku dan ratusan masjid, jalan aspal panjang dan jalan yang diterangi lampu dari rumah-rumah di dekatnya merupakan pemandangan yang menarik untuk dilihat di Cordoba. Kota ini menjadi populer dan menarik kekaguman pengunjung. Banyak utusan diplomatik berkumpul di Cordoba. Delegasi datang dari Zanata, Afrika Utara, Dinasti Idrīsiyyah, raja-raja Perancis, Konstantinopel dan Jerman.

Kemenangan Islam di Spanyol menunjukkan beberapa kecenderungan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan fisik. Pengetahuan berkembang dalam bidang filsafat, seni, sastra, agama dan ilmu pengetahuan. Pembangunan gedung-gedung seperti pembangunan kota, istana, masjid, kawasan pemukiman, dan taman merupakan arah pembangunan fisik yang sangat penting. Bangunan megah ini terletak di kota al-Zahrā, Masjid Cordoba, Istana Ja'fariyah di Zaragoza, Masjid Seville, Tembok Toledo, Istana al-Ma'mūn dan Istana Al-Hamra di Granada.

Cordoba adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam mengambil alih kekuasaan Bani Umayyah. Cordoba dibangun dan didekorasi. Keindahan kota semakin bertambah dengan adanya jembatan yang dibangun di atas sungai yang mengalir di tengah kota. Ibu kota Spanyol Islam ini dihiasi dengan taman. Istana megah dibangun di sekitarnya. Kebanggaan kota Cordoba adalah Masjid Cordoba, desa-desa yang indah, spa dan saluran air pegunungan.

Bagian dalam Masjid Cordoba yang kini dijadikan Katedral Katolik Roma.

Granada adalah benteng Islam terakhir di Spanyol. Di kota ini terdapat sisa-sisa kekuasaan Arab dan pemikir Islam. Arsitekturnya terkenal di seluruh Eropa. Istana al-Hamrā yang indah dan megah adalah pusat dan puncak arsitektur Islam Spanyol. Seville memiliki beberapa bangunan dengan arsitektur Islam yang kuat, seperti Menara Giralda, Alcazar of Seville, dan Menara Emas Torre del Oro. Salah satu menaranya adalah Giralda terindah di benua Eropa. Awalnya menara ini adalah menara masjid. Saat ini, menara tersebut telah berubah fungsinya menjadi menara lonceng Katedral Seville.

Dekat dengan La Giralda adalah Alcazar Seville. Bangunan megah ini memiliki hiasan dinding berhuruf Arab, di antaranya kalimatKskrip berbahasa Arab termasuk frasa Wa Lā Gālib illa Allāh (Tiada Pemenang Kecuali Allah. Karya arsitektur ini merupakan cerminan dari arsitektur Istana Al-Hamrā. Torre del Oro dengan menara emasnya merupakan tempat untuk mengawasi dan mempertahankan Seville dari serangan musuh. Akses menuju pelabuhan kota dapat dikontrol melalui menara emas tersebut. Rangkaian rantai raksasa Torre del Oro dihubungkan dengan menara lain di seberang sungai, yaitu Torre de la Plata. Rantai itu digunakan untuk mencegah pasukan Kristen menyerang kota.

Kota Toledo terletak di daerah otonom Castilla la Mancha. Kota ini pernah menjadi ibu kota Spanyol sebelum kedatangan bangsa Moor pada abad ke-8 M. Kota ini juga merupakan salah satu kota pemerintahan Islam di Spanyol. Toledo memiliki tingkat toleransi beragama yang tinggi. Islam, Yudaisme, Kristen bisa hidup berdampingan secara harmonis, yang pada saat itu disebut La Convivencia (The Coexistence). Mezquita Cristo de la Luzz dibangun oleh bangsa Moor pada tahun 999 M. Masjid ini awalnya bernama Masjid Bāb al-Mardūm. Namanya diambil dari pintu gerbang kota Toledo, 20 meter dari masjid. Lantai masjid ditutupi tanah. Desain kolomnya dipengaruhi oleh Masjid Agung Cordoba.

E. Perkembangan ilmu pengetahuan Bani Umayyah di Andalusia
Spanyol adalah negara yang subur. Karena kesuburannya dapat memberikan hasil keuangan yang tinggi sehingga dapat melahirkan ulama-ulama Islam. Di bidang intelektual, para cendekiawan muslim mengembangkan ilmu-ilmu astronomi, kedokteran, filsafat, matematika, kimia, dan fisika. Pada saat yang sama, sejarah, sosiologi dan sastra juga berkembang dalam bidang ilmu-ilmu sosial. Pengaruh kebudayaan Islam di Eropa sebagian besar berasal dari umat Islam di Spanyol dan Sisilia. Budaya yang paling terlihat terlihat dari adanya para ahli di bidangnya berikut penjelasannya:

1. Fikih
Sebagian besar masyarakat Muslim di Spanyol mengikuti jalan Maliki. Mazhab Maliki menjadi mazhab fikih yang populer. Di antara ulama fikih yang terkenal adalah Ziyād ibn 'Abd al-Raḥmān. Ilmu ini kemudian dikembangkan oleh Ibnu Yaḥya. Dia adalah kadi pada masa Hisyam l. Ahli hukum terkenal lainnya termasuk Munzir ibn Sa'īd al-Balūti, Abu Bakr ibn al Qutiyyah, dan Ibn Ḥazm.

2. Bahasa dan sastra
Bahasa Arab menjadi bahasa resmi dan administratif pemerintahan Islam Spanyol. Bahasa ini diajarkan kepada umat Islam dan non-Muslim. Banyak di antara mereka yang menguasai bahasa Arab, baik berbicara maupun tata bahasa. Ulama Arab yang terkenal antara lain Ibnu Mālik penulis Alfiyyah, Abu 'Ali al-Syiblī, Ibnu Sayyidīn, Ibnu al-Ḥājj, Ibnu Khurūf, Abu al-Ḥasan ibn Usfūr dan Abu Ḥayyān al-Garnatī.

Beberapa tokoh penting muncul dalam bidang sastra. Ibnu 'Abd al-Rābbih adalah seorang penyair yang sezaman dengan Abdurrahman III. Dia menulis kitab al-'Iqd al-Farīd dan al-Agāni. Ibnu Hazm menulis antologi puisi cinta berjudul Tawq al-Hamāmah. 'Abd al-Wāhīd bin Zaydān (1003-1071) dan Walladah  terkenal dengan syair. Keduanya memadukan syair dan lagu. Muwassah dan Jazal merupakan karya monumental yang mereka ciptakan untuk umat Kristiani pada saat itu untuk dimasukkan ke dalam himne Kristen mereka.

3. Seni dan musik
Syair Spanyol didasarkan pada model puisi Arab. Syair dipadukan dengan musik. Tokoh terkenal dalam bidang seni musik yaitu al-Hasan bin Nāfî yang dikenal dengan nama Ziryāb (789-857 M). Ziryāb selalu muncul di pesta dan pertemuan Cordova. Ia mampu menciptakan lagu. Ilmunya diajarkan kepada anak-anak bahkan para budak, sehingga ilmunya menjadi terkenal.

4. Filsafat
Ibnu Bājah, bernama asli Abu Bakar Muhammad ibn al-Sāyig, adalah tokoh penting dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol. Ia menulis buku terkenal Tadbīr al-Mutawahhidīn. Selain dia ada Abu Bakr ibn Tufail, yang berasal dari Wadi Asy, sebuah desa kecil di sebelah timur Granada. Ia meninggal pada usia lanjut pada tahun 1185. Ia banyak menulis tentang astronomi, filsafat dan kedokteran. Hayy ibn Yaqzân adalah karya filosofisnya yang terkenal. Pada akhir abad ke-12 M lahirlah seorang filosof Islam yaitu Ibnu Rusyd (Averroes) dari Cordova. Ia menjadi pengikut aliran filsafat Aristoteles.

5. Sains
Kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan ilmu-ilmu lainnya juga berkembang dengan baik pada masa Islam Spanyol. Tokoh terkenal yaitu 'Abbās ibn Farnās, menjadi terkenal dalam bidang kimia dan astronomi. Dia adalah orang pertama yang menemukan cara membuat kaca dari batu. Ibrahim bin Yahyā al-Naqqās adalah seorang ahli astronomi. Dia tahu bagaimana menentukan waktu gerhana dan durasinya. Selain itu, ia juga berhasil membuat teropong yang dapat mengetahui jarak antara tata surya dan bintang. Di bidang kedokteran muncul nama Ahmad ibn Ibas dari Cordoba. Umm al-Hasan bin Abi Ja'far dan saudara perempuannya al-Hāfiz adalah dua orang ahli kedokteran wanita.

6. Sejarah
Pada periode ini juga bermunculan pemikir di bidang geografi dan sejarah. Ahli geografi terkenal termasuk Abu 'Ubayd Abdullāh bin 'Abd al-'Azīz al-Bahri dan Abu Hāmid Muhammad al-Mazīni. Ibnu Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang tanah Muslim di sepanjang Mediterania dan Sisilia. Ibnu Batātah dari Tangier (1304-1377 M) melakukan perjalanan ke Samudera Pasai dan Tiongkok. 

Sejarah Granada disusun oleh Ibnu al-Khātib (1317-1374 M) Tokoh terkenal lainnya, Ibnu Khaldūn dari Tunisia, adalah pencipta filsafat sejarah. Perkembangan ilmu sejarah di Spanyol tidak terlepas dari peran Ibnu Khaldūn (1332-1406 M). Ia dikenal sebagai tokoh yang ahli dalam analisis sejarah murni atau historiografi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah yang hingga kini masih dijadikan rujukan ilmu sejarah.

F. Akhir kekuasaan Bani Umayyah di Andalusia
Pada tahun 1469, pernikahan antara Raja Fernando II dari Aragon dan Ratu Isabella I dari Kastilia berarti serangan yang direncanakan dengan cermat dan didanai dengan baik ke Granada. Ferdinand dan Isabella kemudian meyakinkan Paus Siktus IV untuk menyatakan perang mereka sebagai perang suci. Perang Granada dimulai pada tahun 1482 dan pasukan Kristen merebut Alhama de Granada pada bulan Februari 1482. 

Serangan ini menandai dimulainya Perang 10 Tahun. Tentara Kristen terdiri dari pasukan Kastilia dan tentara bayaran Swiss. Gereja Katolik Roma juga mendukung upaya ini. Pada saat yang sama, perang saudara pecah di Granada karena perselisihan mengenai suksesi Bani Nasri. Pada tahun 1489, Ferdinand dan Isabella memerintahkan Muhammad XII untuk menyerahkan Granada. Dia menolak, dan tak lama kemudian pasukan Kastilia mengepung Granada. Castile memanfaatkan konflik internal yang terjadi di Keamiran Granada.

Pada tahun 1491 kota Granada dikepung. Pada tanggal 25 November 1491, Perjanjian Granada ditandatangani, berisi syarat-syarat penyerahan Granada. Pada tanggal 2 Januari 1492, Granada direbut dan Muhammad XII memberikan istana dan benteng Ferdinand dan Isabella Granada dan Alhambra. Jatuhnya Granada menandai berakhirnya kekuasaan Islam di Al-Andalus. Muhammad XII kemudian diasingkan ke pegunungan Alpujarras. Ia kemudian pindah ke Fez, Maroko dan meninggal pada tahun 1533 M.

Muhammad XII menyerah kepada Ferdinand dan Isabella 


G. Hikmah yang dapat diambil dari sejarah Bani Umayyah di Andalusia
Banyak hikmah yang dapat kita ambil dari sejarah Bani Umayyah di Andalusia antara lain: 

1. Pengalaman positif maupun negatif dalam kehidupan dapat dijadikan sebuah pelajaran.
2. Mencintai dan bangga terhadap kebudayaan Islam.
3. Kedewasaan dalam berpikir dapat ditumbuhkan sehingga mendorong cara pandang ke depan yang luas, berlaku Arif dan bijaksana.
4. Semangat mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan dapat dimunculkan.
5. Memupuk rasa semangat dan motivasi untuk berprestasi dan berkarya.

Penutup:
Sejarah Islam di Andalusia telah mengalami sejarah perjalanan yang panjang hingga akhirnya runtuh dan meredup. Dari sini banyak sekali pelajaran atau hikmah yang kita ambil seperti yang sudah penulis jelaskan. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari pembahasan kita kali ini. Kuranglebihnya penulis mohon maaf. Sekian dan terimakasih telah mengunjungi blog ini.

Penulis: Maulana Aditia 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Damaskus sebagai pusat peradaban Islam di Timur

Jauhi suudzon dan tingkatkan husnudzon