Sejarah Perjalanan Indonesia (Kedatangan Bangsa Barat || Awal imperialisme dan kolonialisme bangsa Barat ke Indonesia)

Konsep bangsa barat pertama kali terdengar dalam perang antara Kekaisaran Persia yang berasal dari timur dan Kekaisaran Romawi yang berasal dari barat. Bangsa Romawi saat itu menganggap diri mereka "occidensyang artinya terbenam atau Barat dalam bahasa latin. Namun, Batas antara negara Barat dan Timur tidak pernah jelas dan selalu berubah.


1. Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Dalam konteks sejarah, bangsa barat adalah bangsa Eropa yang sengaja mengarungi lautan untuk penjelajahan. Penjelajahan lautan oleh bangsa barat dimulai pada abad ke-15. Apa yang melatarbelakangi kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia? Bangsa mana saja yang melakukan penjelajahan samudera? Itu semua akan kita bahas disini.

A. Latar belakang Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Banyak hal yang melatarbelakangi kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia, antara lain:

1. Jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki Utsmani
Konstantinopel adalah kota komersial terbesar dan terkaya di Eropa karena lokasinya yang strategis di persimpangan jalur perdagangan antara Eropa dan Asia. Itulah sebabnya perdagangan rempah-rempah, sutera, perhiasan, keramik, dan barang berharga lainnya terkonsentrasi di kota. 

Namun pada tahun 1453 M, konstantinopel jatuh ke tangan Kesultanan Turki Utsmani dibawah kepemimpinan Muhammad Al Fatih (Mehmed ll). Hal itu kemudian membuat aktivitas perdagangan Eropa ke Asia terganggu karena jalur perdagangan Mediterania dipersulit oleh Kesultanan Turki Utsmani. Maka orang-orang Eropa berusaha mencari dan menemukan secara langsung daerah penghasil rempah-rempah ke Asia. Hal inilah yang melatarbelakangi kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia terutama Portugis dan Spanyol.

2. Mencari rempah-rempah
Iklim dingin Eropa memaksa orang Eropa membutuhkan banyak rempah-rempah untuk menghangatkan tubuh mereka. Karena itu, rempah-rempah menjadi komoditas perdagangan primadona. 
Selain itu, rempah-rempah digunakan sebagai pengawet makanan saat musim dingin dan menambah cita rasa masakan. Maka para pedagang Eropa tetap membeli rempah tersebut, meskipun harganya sangat mahal. Sebagian besar rempah-rempah yang diperlukan terdapat di Indonesia, seperti cengkeh, pala, dan lada.

3. Berkembangnya Merkantilisme, Revolusi Industri, dan Kapitalisme
Merkantilisme adalah sebuah ideologi politik dan ekonomi sebuah negara dengan tujuan mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya sebagai tolok ukur kesejahteraan dan kekuasaan suatu negara. Oleh sebab itu, muncul semangat beberapa negara eropa untuk mencari daerah jajahan.

Revolusi industri adalah perubahan secara menyeluruh dalam menghasilkan barang yang awalnya dikerjakan oleh tenaga manusia atau hewan menjadi tenaga mesin. Contohnya penemuan mesin uap yang mempermudah bangsa barat untuk melakukan pelayaran ke Indonesi untuk mencari daerah jajahan. 

Dan, kapitalisme adalah sebuah ideologi yang memiliki anggapan bahwa seseorang atau sebuah negara bebas mengumpulkan kekayaan, salah satunya dengan menjajah negara lain untuk mendapatkan sebuah keuntungan yang besar harus memiliki modal yang besar pula. 

4. Motivasi 3G (Gold, Glory and Gospel )
Dalam perkembangannya, orang Eropa datang ke Indonesia tidak hanya untuk mencari keuntungan. Terdapat tiga alasan mengapa bangsa Eropa datang ke Indonesia yang dikenal dengan 3G, yakni: 

~ Gold : mencari kekayaan dan keuntungan dengan mencari dan mengumpulkan emas, perak dan bahan tambang lain yang sangat berharga.
~ Glory : mengejar kemuliaan, supremasi dan kekuasaan. Dalam hal ini, mereka bersaing satu sama lain dan ingin menguasai dunia baru yang telah mereka temukan.
~ Gospel : menyebarkan atau mengajarkan agama Kristen dan Katolik ke negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. 

5. Membuktikan kebenaran Teori Heliosentris
Teori Heliosentris dikemukakan oleh Nicolaus Copernicus yang merupakan seorang ilmuwan berkebangsaan Polandia pada tahun 1543. Teori mengemukakan bahwa bumi berbentuk bulat dan berputar mengelilingi matahari, begitu pula dengan planet-planet lainnya. Ia mengemukakan, apabila seseorang berjalan dari satu titik ke arah barat akan kembali ke titik semula. 

Teori ini kemudian memotivasi yang suka bertualang untuk membuktikan kebenaran dari teori ini. Para pelaut Portugis dan Spanyol melakukan penjelajahan samudera dengan rute berlawanan untuk membuktikan teori ini, kemudian mereka bertemu di Maluku. 

Itulah tadi beberapa hal yang melatarbelakangi kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia. 

B. Proses kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia 
1. Kedatangan Bangsa Portugis 
                     Bartolomeus Diaz 
(Sumber: https://pakdosen.co.id/tokoh-penjelajah-samudra/)

Pada tahun 1487, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Bartolomeus Diaz melakukan pelayaran pertama dari kota Lisbon, Portugis ke Asia melalui pantai barat Afrika, kemudian tahun 1488 Bartolomeus Diaz sampai di Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Pada awalnya ia dan rombongannya ingin melanjutkan pelayaran ke India namun gagal, kemudian ia memutuskan untuk kembali ke Portugis.
               Alfonso de Albuquerque (Sumber:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Afonso_de_Albuquerque)

Alfonso de Albuquerque kemudian melanjutkan perjalanan ke Asia tenggara dan berhasil menaklukkan Kesultanan Malaka pada tahun 1511. Sejak saat itu Portugis menguasai pusat perdagangan rempah-rempah dari Asia ke Eropa. 

2. Kedatangan Bangsa Spanyol
Berdasarkan isi perjanjian Tordesillas yang ditandatangani oleh Portugis dan Spanyol pada 1494 disebutkan bahwa bangsa Spanyol mencari daerah penghasil rempah-rempah menuju ke arah barat melalui Samudera Atlantik. 
              Fernando de Magelhaens
(Sumber:https://www.kompasiana.com/azizahistoria20/61b959af3a18150ce32d1393/ekspedisi-magellan-ke-dunia-timur-yang-berakhir-tragis)

Kemudian Spanyol mengirim ekspedisi yang terdiri dari 5 kapal yang dipimpin oleh Fernando de Magelhaens pada tahun 1519. Magelhaens berangkat dari Spanyol melalui pantai timur Benua Amerika. Kemudian ia sampai di Filipina pada tahun 1521, namun ia tewas saat terjadi konflik dengan penduduk Mactan. 

Kemudian, Kapten Juan Sebastián Elcano melanjutkan ekspedisi ke Maluku di tahun yang sama. Kapten Elcano mendarat di Tidore dan diterima baik disana. Namun, Spanyol hanya singgah selama 40 hari saja karena tujuan awal Kapten Elcano adalah mengisi bahan makanan dan kapalnya dengan rempah-rempah khususnya cengkeh dan pala.

.               Juan Sebastián Elcano
(Sumber:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Juan_Sebasti%C3%A1n_Elcano)

Keberhasilan Kapten Elcano dalam memperoleh rempah-rempah dan kepercayaan dari Sultan Tidore membuat raja Spanyol senang akan hal itu kemudian mengirimkan kembali armadanya ke Indonesia. Namun, Portugis menganggap langkah tersebut sebagai pelanggan atas perjanjian Tordesillas. Hingga akhirnya terjadi konflik yang tidak dapat dihindarkan antara Spanyol bersama Tidore dan Portugis yang bersekutu dengan Ternate. 

3. Kedatangan Bangsa Prancis
Keberhasilan bangsa Portugis mencapai wilayah asia membuat bangsa Eropa lainnya termotivasi untuk berlayar ke Indonesia. Apalagi jasa pelaut asing dan peta navigasi bisa dibeli dengan mudah di Lisbon. Jean Parmentier dari Prancis meninggalkan Pantai Normandia untuk menjelajahi Indonesia pada tahun 1530. Penjelajahan ini berhasil mencapai bagian barat Pulau Sumatera dalam waktu 7 bulan. Namun, dalam segi perniagaan Jean Parmentier gagal total. Bangsa Prancis tidak mau mengulangi upayanya tersebut dalam waktu lama. 

4. Kedatangan Bangsa Inggris
Masuk abad ke 16, pada saat Ratu Elizabeth l berkuasa terjadi gerakan reformasi gereja hingga lahirlah agama Kristen Protestan  yang kemudian memusuhi bangsa Spanyol yang beragama Kristen Katolik. Hal tersebut mengakibatkan Inggris tidak dapat membeli rempah-rempah dari Portugis yang merupakan pusat perdagangan rempah-rempah di Eropa setelah berhasil menemukan Maluku. Selain itu juga Portugis juga menganut Kristen Katolik.

Akhirnya inggris memutuskan untuk melakukan penjelajahan samudera agar dapat menemukan langsung wilayah sumber rempah-rempah tersebut. Ekspedisi tersebut dipimpin oleh Francis Drake dan Thomas Cavendish.
                       Franciskus Drake 
(Sumber:https://en.m.wikipedia.org/wiki/Francis_Drake)

Pada tahun 1577 rombongan tersebut berangkat dengan mengikuti rute penjelajahan bangsa Spanyol. Kemudian rombongan Francis Drake berhasil mendarat di Ternate pada 1579 kemudian membeli rempah-rempah untuk dibawa ke Inggris. Thomas Cavendish kemudian melakukan penjelajahan samudera menggunakan rute pelayaran selat Magellan, melalui Samudera Pasifik untuk menunju Indonesia pada tahun 1586. 
                   Thomas Cavendish
(Sumber:https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/stori/read/2021/12/08/120000379/thomas-cavendish-sang-navigator-dari-inggris)

Inggris kemudian melakukan penjelajahan samudera dengan menggunakan rute Portugis pada abad ke 17. Akhirnya Inggris bersiap untuk segera merebut hak monopoli perdagangan dari Portugis dengan menggunakan jalur perdagangan laut melalui Tanjung Harapan. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya EIC (East India Company) pada tahun 1600 setelah berhasil menguasai beberapa daerah di India. Dalam perkembangannya EIC menjadi kompetitor VOC yang berusaha menguasai Indonesia. 

5. Kedatangan Bangsa Belanda 
Bangsa Belanda melakukan penjelajahan samudera ke belahan bumi timur merujuk pada pada Pedoman Perjalanan ke Timur yang dikarang oleh Jan Huygen van Lin Schoten pada 1595. Buku tersebut berisi peta dan keterangan tentang penemuan Bangsa Portugis. 

                       Willem Barents
(Sumber:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Willem_Barentsz)

Willem Barents merupakan orang Belanda pertama yang berusaha mencari wilayah Hindia Belanda tepatnya pada tahun 1594. Namun, ia meninggal saat akan kembali ke Belanda. Kemudian pada tahun 1595 Cornelis de Houtman dikirim untuk melakukan ekspedisi ke belahan bumi timur. Banyak awak kapal yang meninggal dalam perjalanan tersebut akibat kekurangan makanan, konflik internal dan iklim tropis .
                  Cornelis de Houtman
(Sumber:https://id.quora.com/Mengapa-Laksamana-Keumalahayati-membunuh-kapten-kapal-Belanda-Cornelis-De-Houtman)

Akhirnya rombongan Cornelis de Houtman sampai di Banten pada tahun 1596. Pada awalnya rombongan de Houtman disambut baik oleh Sultan dan penduduk Banten, namun lama-kelamaan sikap de Houtman yang suka berbuat seenaknya membuat rombongannya diusir dari Banten. 
                 Laksamana Malahayati
(Sumber: https://kepustakaan-kowani.perpusnas.go.id/tokoh-wanita/keumalahayati)

Kemudian rombongan de Houtman berlayar ke Bali namun juga diusir, hingga akhirnya rombongan tersebut tiba di Aceh dan terjadi konflik dengan Kesultanan Aceh hingga puncaknya terjadi pertarungan satu lawan satu antara de Houtman dan Laksamana Malahayati. Dalam pertarungan tersebut Cornelis de Houtman tewas dan rombongannya kembali ke Belanda dengan tangan kosong.
            Jacob Corneliszoon Van Neck
(Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Jacob_Corneliszoon_van_Neck)

Pada tahun 1598 Jacob Corneliszoon Van Neck diutus oleh Belanda kembali ke Indonesia. Jacob Corneliszoon Van Neck beserta rombongannya berhasil mencapai Banten dan disambut baik oleh Sultan dan penduduk Banten. Van Neck dan rombongannya belajar dari pengalaman Cornelis de Houtman selain itu mereka juga pandai berdiplomasi dengan penduduk setempat. Mereka diizinkan untuk mendirikan kantor dagang. Bangsa Belanda kemudian melanjutkan perjalanan ke Maluku untuk menggeser posisi Portugis disana.


2. Imperialisme dan kolonialisme di Indonesia
Apakah yang dimaksud dengan imperialisme dan kolonialisme? Apa jenis-jenis imperialisme dan kolonialisme? Apa saja perbedaan imperialisme dan kolonialisme? Bagaimana perkembangan imperialisme dan kolonialisme di Indonesia? Bagaimana sikap rakyat Indonesia terhadap imperialisme dan kolonialisme di Indonesia? Apa dampak dari imperialisme dan kolonialisme di Indonesia? Semua itu akan kita bahas disini.

A. Pengertian imperialisme dan kolonialisme
Imperialisme adalah sebuah sistem untuk mengendalikan negara lain dengan tujuan untuk memperoleh kekuasaan dan keuntungan dari negara yang dikendalikannya. Sementara kolonialisme  adalah cara untuk memperluas wilayah yang dilakukan oleh negara-negara Penguasa dengan cara menaklukkan suatu daerah atau wilayah untuk mendapatkan sumber daya.

B. Jenis-jenis imperialisme dan kolonialisme 
Berdasarkan waktunya imperialisme terbagi menjadi 2 yakni:
1. Imperialisme Kuno: lahir sebelum revolusi industri yang dilatarbelakangi oleh 3G yaitu Gold, Gospel, dan Glory.
2. Imperialisme modern: lahir sesudah revolusi industri yang dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi dan kebutuhan industri pada waktu itu.
3. Imperialisme ultramodern: lahir setelah perang dunia kedua sampai sekarang dengan menekankan poin-poin seperti penguasaan mental, ideologi, dan psikologi terhadap bangsa atau negara lain.

Berdasarkan tujuannya imperialisme terbagi menjadi 2 yakni:
1. Imperialisme politik: bertujuan untuk menguasai kehidupan politik suatu negara.
2. Imperialisme ekonomi: bertujuan untuk menguasai sektor perekonomian negara lain.
3. Imperialisme militer : bertujuan untuk menguasai suatu negara yang dianggap memiliki wilayah strategis yang dapat memperkuat pertahanan. 

Sementara kolonialisme terdiri dari dua jenis saja, yakni:
1. Koloni eksploitasi: menguasai suatu wilayah dengan mengeruk habis sumber daya dari daerah koloninya.
2. Koloni penduduk: menguasai suatu wilayah dengan mengusir penduduk asli di wilayah tersebut dan digantikan oleh pendatang.
3. Koloni deportasi: menguasai suatu wilayah dengan tujuan untuk membuang narapidana atau tawanan perang.

C. Persamaan dan perbedaan imperialisme dan kolonialisme
a. Persamaan imperialisme dan kolonialisme 
Negara yang melakukan imperialisme dan kolonialisme menjadi makmur dan negara yang dijajah menderita.
b. Perbedaan imperialisme dan kolonialisme
Imperialisme menitikberatkan pada penguasaan politik dan pemerintahan negara lain agar memiliki pengaruh terhadap negara tersebut. Sedangkan, kolonialisme menitikberatkan pada suatu wilayah yang memiliki SDA tertentu untuk diambil kemudian dibawa ke negara penjajah. 

D. Perkembangan imperialisme dan kolonialisme di Indonesia.
1. Kolonisasi Portugis di Indonesia 
Setelah berhasil menaklukkan Kesultanan Malaka pada 1511. Dibawah kekuasaan Portugis, Malaka menjadi pusat perdagangan paling ramai dan paling besar di Asia. Malaka menjadi tempat komoditas utama dari seluruh dunia timur dan barat dengan komoditas yang dikenal berkualitas halus dan mahal. Namun, tidak sampai disitu Portugis ingin memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Maluku. 

Kolonisasi Portugis dimulai ketika Bangsa Portugis sampai di Kesultanan Ternate pada 1512. Waktu itu Kesultanan Ternate sedang berkonflik dengan Kesultanan Tidore, Kesultanan Ternate meminta bantuan kepada Portugis yang memiliki persenjataan lebih lengkap. 

Portugis mau membantu Kesultanan Ternate asalkan Portugis diizinkan mendirikan benteng di Maluku. Kesultanan Ternate menyetujui persyaratan yang diajukan oleh Portugis. Tidak hanya itu Portugis juga mendapatkan hak untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate. Dari situlah mampu memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Portugis juga turut terlibat dalam penyebaran agama Kristen Katolik. Tokoh terkenal penyebar agama Kristen Katolik saat itu adalah Franciscus Xaverius.

Tak lama kemudian kekuasaan Portugis menjadi semakin besar dan akhirnya mencoba menjelajahi seluruh tanah Nusantara. Salah satu pulau yang disinggahi Portugis adalah Jawa. Portugis menguasai Selat Sunda. Pada tahun 1522, Portugis dan Raja Sunda, Sang Hyang Prabu Surawisesa, melakukan kesepakatan perjanjian kerjasama.

Selama berkuasa dibeberapa daerah di Indonesia Portugis mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain: 
- Penerapan monopoli perdagangan rempah-rempah.
- Campur tangan terhadap masalah internal kerajaan.
- Arogansi pemerintah kolonial terhadap kerajaan pribumi.
- Praktik diskriminasi terhadap rakyat pribumi.
- Penderitaan rakyat akibat penerapan sistem tanam paksa
- Penderitaan rakyat akibat adanya kebijakan pintu terbuka dan politik etis.
-Berusaha menguasai Maluku.
-Menyebarkan agama Katolik di daerah kekuasaan Ternate.
-Mengembangkan bahasa dan seni musik keroncong Portugis

Dampak dari monopoli perdagangan yang dilakukan oleh Portugis mengakibatkan warga lokal miskin dan menderita. Hal tersebut menimbulkan rasa kebencian terhadap Portugis yang berujung pada perlawanan terhadap Portugis. 

Perlawanan terhadap kolonialisasi Portugis di Indonesia:
a. Perlawanan rakyat Aceh
Banyaknya pedagang muslim yang pindah ke Aceh sejak ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511. Banyaknya pedagang muslim yang pindah ke Aceh membuat perdagangan Aceh berkembang pesat akibatnya pada tahun 1523 dan 1524 Aceh mendapatkan serangan dari Portugis. Namun kedua serangan tersebut gagal. 

Persaingan dagang antara Kesultanan Aceh dan Portugis berakhir dengan permusuhan. Bahkan Kesultanan Aceh telah menyusun rancangan untuk mengusir Portugis seperti :
1. Kapal Aceh dilengkapi dengan senjata, meriam dan prajurit.
2. Bantuan persenjataan didatangkan dari sejumlah tentara dan para ahli dari turki pada tahun 1567.
3. Didatangkan bantuan persenjataan dari kalikut dan Jepara.

Kemudian pada tahun 1568 Kesultanan Aceh menyerang kedudukan Portugis di Malaka, sayang sekali penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Pada tahun 1569  Portugis membalas serangan dari Kesultanan Aceh, akan tetapi serangan tersebut berhasil dipatahkan. Lalu pada tahun 1629 kedudukan Portugis di Malaka digempur oleh Kesultanan Aceh. Serangan tersebut membuat Portugis kewalahan, namun serangan tersebut kembali digagalkan oleh Portugis.

Selain melakukan serangan terhadap Portugis, Kesultanan Aceh juga melakukan beberapa hal seperti berikut ini: 
1. Memblokade perdagangan
2. Seluruh wilayah kekuasaan Aceh dilarang menjual lada dan timah kepada Portugis.
Namun langkah yang diambil Kesultanan Aceh gagal. Hal ini sebabkan oleh raja-raja bawahan Kesultanan Aceh diam-diam menjual lada dan timah kepada Portugis.

b. Penyerbuan Adipati Unus ke Malaka
Mengetahui bahwa Malaka telah ditaklukkan oleh Portugis muncul rasa persaudaraan dari kesultanan-kesultanan di Indonesia. Mereka bersatu untuk melakukan perlawanan terhadap Portugis di Malaka. 

Salah satunya adalah Kesultanan Demak. Serangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus pada 1512 dan 1513. Demak mengirimkan 100 kapal laut dan lebih dari 10. 000 prajurit. Namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan yang disebabkan oleh tidak matangnya persiapan, jarak yang ditempuh terlalu jauh, kalah persenjataan.

c. Perlawanan Fatahillah
Fatahillah dikirim oleh Kesultanan Demak untuk menggagalkan kerjasama Portugis di Sunda Kelapa. Fatahillah menyerang Portugis dan dalam serangan tersebut ia berhasil mengalahkan Portugis. Kemudian nama Sunda Kelapa diganti Jayakarta pada 1527. 

d. Perlawanan rakyat Maluku 
Perlawanan ini bermula ketika memonopoli perdagangan selain itu Portugis juga ikut campur tangan dalam pemerintahan dan benci terhadap pemeluk agama Islam hal tersebut dapat terlihat dengan sikap Portugis yang mendorong beberapa kerajaan kecil yang sudah masuk katolik untuk melawan Ternate, dan orang-orang Muslim di kerajaan kecil tersebut dipaksa untuk pindah agama. 

Mengetahui apa yang dilakukan Portugis jelas Sultan Khairun Jamil marah. Kemudian Kerajaan-kerajaan kecil yang memberontak itu satu persatu berhasil dikalahkan, selain itu Sultan Khairun juga mengirimkan beberapa armadanya untuk membantu Demak dan Aceh menyerang Portugis di Malaka. Benteng tempat kedudukan gubernur Portugis di Ternate dikepung sementara posisi Portugis di tempat lain diserang. 

Sultan Khairun sengaja menahan diri untuk tidak menghancurkan pusat Portugis Maluku di Ternate, dengan harapan Portugis menyadari kesalahannya dan berdamai dengan Ternate. Namun Portugis tetap batu dan akhirnya kedudukan Portugis di Maluku berhasil dipukul mundur. 

Kesultanan Ternate dan pasukan Portugis menandatangani perjanjian damai pada tanggal 27 Februari 1570. Perjanjian ini dibuat setelah perang yang dimenangkan oleh kedua belah pihak secara bergantian. Portugis diwakili oleh oleh Lopez de Mesquita sebagai Gubernur Portugis. Pada saat yang sama, Kesultanan Ternate diwakili oleh Sultan Khairun. 

Namun saat menghadiri perjanjian tersebut Sultan Khairun Jamil dan beberapa pengawalnya dibunuh oleh Portugis atas perintah dari Lopez de Mesquita. Hal itu dilakukan agar rakyat Maluku Putus Harapan dan terpecah belah, namun Portugis salah besar justru akan mendatangkan malapetaka bagi Portugis di Maluku.

Setelah Sultan Khairun Jamil meninggal dunia perlawanan terhadap Portugis diteruskan oleh putranya yakni Sultan Baabullah Datu Syah. Mengetahui ayahnya telah dibunuh oleh Portugis Sultan Baabullah Datu Syah bersama rakyatnya menyerang Portugis dan berhasil mengalahkannya pada 1577 M. 

Pada tanggal 23 Februari 1605, kapal-kapal VOC menyerbu basis pertahanan Portugis di Ambon. Setelah melakukan serangan bertubi-tubi, VOC dapat menjebol benteng Portugis. Dua hari setelahnya, Gaspar de Mello selaku Capitan benteng menyerahkan benteng Portugis tanpa perlawanan kepada VOC. Dengan syarat pasukan Portugis harus pergi dari Maluku dan bagi yang tetap tinggal harus bersumpah setia kepada VOC. Kemudian diangkat seorang wakil pemerintahan disana atas nama Staten generaal  (parlemen Belanda). Akhirnya Portugis menepi dan mendirikan koloni di Timor Leste pada 1702.

2. Masa Kekuasaan VOC di Indonesia 
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Persatuan Perusahaan Hindia Timur didirikan pada 20 Maret 1602 oleh Johan van Oldenbarnevelt dan Staten-Generaal der Nederlanden (Dewan Negara Belanda). 

Latar belakang didirikannya VOC adalah terjadinya perang delapan puluh tahun oleh Belanda yang angin pada Imperium Spanyol. Akibatnya Spanyol melakukan pembatasan terhadap para pemberontak yang akhirnya memaksa mereka mencari jalan sendiri untuk mendapatkan rempah-rempah dan bahan perdagangan lain. Oleh karena itu VOC dipimpin oleh Heren  Zeventien (17 Direktur) yang mewakili 17 provinsi yang memberontak. Kantor pusat VOC berada di Amsterdam.

Tujuan VOC didirikan adalah sebagai berikut:
1) Menghindari persaingan sesama pedagang Belanda.
2) Memperkuat Belanda dalam persaingan dengan Bangsa Eropa lain.
3) Memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia

Belanda yang waktu itu tidak memberikan modal kepada VOC dikarenakan Belanda tidak memiliki uang sepeser pun, akhirnya Belanda memberikan hak istimewa yang disebut dengan hak Octroi kepada VOC. Isi hak Octroi tersebut adalah:
1. Hak monopoli perdagangan di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri.
2. Hak mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri.
3. Hak melakukan perang dan perjanjian kerajaan lain.
4. Hak memiliki angkatan perang sendiri.
5. Hak untuk memungut pajak
6. Hak mendirikan pemerintahan sebagai wakil Belanda.
7. Hak menjalankan kekuasaan kehakiman
8. Hak merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda.

Daftar gubernur jenderal VOC di Indonesia:
1. Pieter Both (1610-1614)
2. Gerard Reynst (1614-1615)
3. Laurens Reael (1615-1619)
4. Jan Pieterszoon Coen (1619-1623)
5. Pieter de Carpentier (1623-1627)
6. Jan Pieterszoon Coen (1627-1629)
7. Jacques Specx (1629-1632)
8. Hendrik Brouwer (1632-1636)
9. Antonio van Diemen (1636-1645)
10. Cornelis van der Lijn (1645-1650)
11. Carel Reyniersz (1650-1653)
12. Joan Maetsuycker (1653-1678)
13. Rijcklof van Goens (1678-1681)
14. Cornelis Janzoon Speelman (1681-1684)
15. Johannes Camphuys (1684-1691)
16. Willem van Outhoorn (1691-1704)
17. Joan van Hoorn (1704-1709)
18. Abraham van Riebeeck (1709-1713)
19. Christoffel van Swoll (1713-1718)
20. Hendrick Zwaardecroon (1718-1725)
21. Mattheus de Haan (1725-1729)
22. Diederik Durven (1729-1732)
23. Dirk van Cloon (1732-1735)
24. Abraham Patras (1735-1737)
25. Adriaan Valckenier (1737-1741)
26. Johannes Thedens (1741-1743)
27. Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750)
28. Jacob Mossel (1750-1761)
29. Petrus Albertus van der Parra (1761-1775)
30. Jeremias van Riemsdijk (1775-1777)
31. Reinier de Klerk (1777-1780)
32. Willem Arnold Alting (1780-1796)
33. Pieter Gerardus van Overstraten (1798-1799) <==Pada masa pemerintahannya terjadi peralihan kekuasaan dari VOC ke pemerintahan Kerajaan Belanda di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte.

Pusat perdagangan VOC awalnya berada di Ambon, Maluku. Pieter Both ditunjuk sebagai gubernur jenderal VOC. Namun setelah itu pusat perdagangan VOC dipindahkan ke Jayakarta pada tahun 1619 dikarenakan posisi Jawa lebih strategis dan VOC ingin mengalahkan saingan mereka Portugis di Malaka. 

Pangeran Jayawikarta mengizinkan VOC mendirikan kantor dagang di Jayakarta. Selain VOC, perusahaan dagang milik Inggris EIC (East Indian Company) juga diizinkan membuka kantor dagang di Jayakarta. Kebijakan tersebut membuat VOC tidak suka dengan Pangeran Jayakarta. 

Jan Pieterszoon Coen Memengaruhi penguasa Banten untuk memecat Pangeran Jayawikarta dan meminta untuk mencabut izin pendirian kantor dagang Inggris di Jayawikarta. Permintaan VOC tersebut akhirnya dikabulkan oleh penguasa Banten pada tahun 1619. 

Pada mulanya VOC memohon hak-hak istimewa dagang, namun dalam perkembangannya VOC memonopoli perdagangan dan para penguasa di Indonesia untuk memberikan kebijakan perdagangan hanya kepada VOC. Kemudian VOC tidak hanya menguasai daerah perdagangan melainkan juga menguasai politik dan pemerintahan.

VOC kemudian membuat perjanjian dengan para penguasa di Indonesia yang berisi setiap rakyat dari Kerajaan dan Kesultanan di Indonesia hanya boleh menjual rempah-rempah kepada VOC karena produsen sudah VOC kuasai. Namun, rempah-rempah yang dijual ke VOC dibeli dengan harga yang murah sementara VOC menjualnya ke Eropa dengan harga yang sangat mahal. 

Lantas mengapa para penguasa di Indonesia membiarkan apa yang di lakukan oleh VOC? Hal ini disebabkan oleh keterpaksaan. VOC memaksa mereka untuk menandatangani kontrak  monopoli dengan segala cara. Diantara cara yang dilakukan oleh VOC adalah dengan menggunakan politik adu domba (Devide et Impera). 

Jadi saat terjadi konflik antara satu kerajaan dengan kerajaan lain atau dengan pihak internal kerajaan tersebut VOC akan memihak kepada salah satu pihak. Setelah pihak yang dibantu oleh VOC menang,  VOC akan meminta imbalan berupa monopoli perdagangan atau meminta beberapa wilayah atau daerah dari kerajaan yang dibantu oleh VOC. Dampak dari monopoli perdagangan yang dilakukan VOC adalah penderita yang harus dialami oleh rakyat yakni mereka harus menjual rempah-rempah mereka dengan harga yang murah kepada VOC.

Perlawanan terhadap kesewenang-wenangan VOC di Indonesia:
a. Perlawanan Pangeran Jayakarta 
 Setelah Pangeran Jayawikarta dipecat oleh penguasa Banten akibat pengaruh dari VOC,  kemudian anaknya ditunjuk untuk menjadi penguasa Jayakarta berikutnya. Saat berada di Jayakarta VOC melakukan monopoli perdagangan. Sikap VOC tersebut menimbulkan perlawanan dari Pangeran Jayakarta.

Pada awalnya VOC berhasil diusir dari Jayakarta namun setelah itu VOC datang kembali dengan pasukan lebih banyak. Pada serangan tersebut Pangeran Jayakarta berhasil dikalahkan dan diusir dari Jayakarta. Setelah berhasil menguasai Jayakarta VOC kemudian mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia dan memindahkan pusat perdagangan disana pada 30 Mei 1619.

b. Perlawanan Sultan Agung dari Mataram
          Sultan Agung Hanykrakusuma
(Sumber:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sultan_Agung_dari_Mataram)

Setelah berhasil menaklukkan Jayakarta dan mengubah namanya menjadi Batavia kemudian VOC mulai mengincar Mataram. Mataram pada saat itu dipimpin oleh Sultan Agung. Jan Pieterszoon Coen kemudian memerintahkan utusannya untuk ke Mataram untuk menemui Sultan Agung.

Sesampainya di Mataram, utusan VOC kemudian menemui Sultan Agung. Setelah menemui Sultan Agung, utusan VOC tersebut kemudian menyampaikan bahwa VOC ingin menjalin hubungan kerjasama dengan Mataram dan mengizinkan VOC mendirikan kantor dagang di Jepara. Bahkan VOC memberikan upeti dan 2 buah meriam kepada Mataram. Kesempatan tersebut kemudian dimanfaatkan oleh Sultan Agung yang pada waktu itu ingin menaklukkan Surabaya dan Kesultanan Banten.

Kemudian Sultan Agung mengirim Adipati Tegal yakni Kyai Rangga dan Tumenggung Mandurejo untuk menemui VOC di Batavia. Mataram akan mengizinkan VOC menjalin hubungan kerjasama dengan Mataram dan mendirikan kantor dagang di Jepara  asalkan VOC mau membantu Mataram untuk menyerang Surabaya dan Banten dan memberikan mahar atas kerjasama antara Mataram dan VOC sebanyak 60%. Namun, permintaan Sultan Agung tersebut ditolak oleh VOC bahkan VOC mengirim begal untuk menyerang utusan Mataram.

Mengetahui bahwa permintaan Sultan Agung tersebut ditolak oleh VOC, Sultan Agung berencana untuk menyerang Batavia, namun sebelum menyerang Batavia Sultan Agung menyerang Surabaya dengan membendung Sungai Brantas, membatasi pasokan air ke kota, dan meracuni sisa pasokan air menggunakan bangkai binatang pada 1625. Penaklukan Surabaya tersebut berhasil. 

Setelah berhasil menaklukkan Surabaya, Sultan Agung kemudian mempersiapkan segala keperluan untuk menyerang VOC.
Akhirnya pada tahun 1628 Sultan Agung menyerang Batavia yang dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso dengan 10.000 prajurit selain itu juga membawa 150 ekor sapi, 5.900 karung gula, 26.600 buah kelapa, dan 12.000 karung beras. Penyerbuan ini dilakukan melalui 2 jalur, yakni jalur laut dan jalur darat. 

Sesampainya di Batavia pasukan Mataram menyamar sebagai pedagang yang ingin berdagang dengan Batavia. VOC sempat curiga dengan rombongan tersebut namun pada akhirnya tetap disetujui juga oleh VOC dengan syarat kapal Mataram harus menepi satu persatu. 100 prajurit bersenjata VOC dari keluar dari benteng untuk berjaga-jaga.

Tiga hari kemudian, 7 kapal Mataram sampai di Batavia. Pasukan Mataram tersebut ingin meminta surat jalan ke Malaka yang waktu itu dikuasai oleh VOC. Penjagaan diperketat dan menyiapkan di dua benteng kecil milik VOC. Pada saat sore hari, pasukan Mataram diturunkan dari 20 kapal Mataram di depan benteng. Belanda kaget dan dengan terburu-buru memasuki benteng-benteng kecil. 

Kapal Mataram kembali memasuki teluk, namun menepi agak jauh dari benteng VOC pada 25 Agustus. Kemudian disusul oleh pasukan Mataram jalur darat dari selatan Batavia dengan Panji perang yang berkibar. Keesokan harinya pasukan Mataram sebanyak 1000 pasukan bersiap didepan Batavia untuk menyerang VOC. 

Pada 27 Agustus pasukan Mataram menyerang Benteng Holandia yang terletak di bagian tenggara kota. Satu kompi pasukan VOC sebanyak 120 orang dibawah pimpinan Letnan Jacob Van der Plaetten dapat menghadang pasukan Mataram setelah pertempuran secara hebat. Sementara itu, beberapa kapal milik VOC datang dari Banten dan Pulau Onrust mendaratkan 200 pasukan.

Pasukan pimpinan Tumenggung Mandurejo sebanyak 10.000 pasukan tiba pada bulan Oktober. Meletus perang besar di Benteng Holandia. Dalam perang tersebut pasukan Mataram kurang perbekalan sehingga mengalami kehancuran pada perang tersebut. Pasukan Mataram kemudian menepi ke bantaran sungai Ciliwung. Namun, tak lama setelah menepi pasukan Mataram kembali diserang hingga kocar-kacir.

Mengetahui seranganke Batavia gagal, Mataram mengirim algojonya untuk mengeksekusi para pejuang Mataram yang gagal. Kegagalan serangan Mataram ini disebabkan kurangnya pasukan yang mumpuni dikarenakan sebagian berasal dari tukang kayu, petani dan rakyat biasa lainnya yang bukan dari golongan prajurit dan banyak lumbung padi Mataram yang sudah disiapkan yang dibakar oleh suruhan VOC.

Serangan kedua dilakukan oleh Mataram pada 1629. Pasukan pertama dipimpin oleh Adipati Ukur dan pasukan kedua dipimpin oleh Adipati Juminah. Pasukan Adipati Ukur berangkat pada bulan Mei dan pasukan Adipati Juminah berangkat pada bulan Juni. Mataram mengantisipasi kegagalan pada serangan pertama dengan membangun lumbung padi tersembunyi di daerah Karawang dan Cirebon. 

Namun ada saja pengkhianat dari pasukan Mataram yang membocorkan informasi mengenai lumbung padi tersembunyi tersebut kepada VOC. Akhirnya VOC kembali membakar lumbung padi tersembunyi tersebut. Akibatnya pasukan Mataram kekurangan perbekalan, apalagi banyak pasukan yang terjangkit wabah kolera dan malaria sehingga kekuatan pasukan Mataram lemah ketika sampai di Batavia. 

Sultan Agung kemudian memerintahkan pasukan Mataram untuk membendung sungai Ciliwung dan mengotorinya dengan bangkai. Akhirnya muncul wabah kolera di Batavia salah satu korbannya adalah Jan Pieterszoon Coen selaku gubernur jenderal VOC, ia meninggal akibat terkena wabah tersebut. Atas jasa-jasanya melawan VOC Sultan Agung kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 3 November 1975 berdasarkan  S.K. Presiden No. 106/TK/1975.

c. Perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar
.                Sultan Hasanuddin 
(Sumber:https://www.biografiku.com/biografi-sultan-hasanuddin/)

Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin Makassar menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan yang strategis di Sulawesi. Hal tersebut menarik perhatian VOC untuk menguasai Makassar. Berkali-kali VOC datang ke Kesultanan Gowa-Tallo untuk berunding dan meminta hak monopoli dagang. 

Namun sejak masa pemerintahan Sultan Malikussaid sampai Sultan Hasanuddin VOC tidak pernah mendapatkan izin aktivitas perdagangan di wilayah Makassar. Apalagi sejak tahun 1653-1670 Perdagangan bebas di laut lepas tetap menjadi garis kebijakan Gowa di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. VOC kemudian menentang kebijakan tersebut.

Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan konflik dan perselisihan yang kemudian puncaknya pada saat Sultan Hasanuddin menyerbu kedudukan VOC di Buton pada 1660. Dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin pasukan Kesultanan Gowa-Tallo mengumpulkan kekuatan dengan kerajaan-kerajaan kecil lainnya menentang dan melawan VOC. 

VOC kemudian menjalin kerjasama dengan Kerajaan Bone yang memiliki hubungan yang kurang baik dengan Kesultanan Gowa-Tallo. VOC memanfaatkan kondisi ini untuk mengumpulkan kekuatan guna menghancurkan Kesultanan Gowa-Tallo. Akan tetapi armada laut VOC tidak ada apa-apanya dibanding dengan armada Kesultanan Gowa-Tallo.

Arung Palakka selaku pemimpin dari Kerajaan Bone melarikan diri ke Batavia pada 1663. Dalam pelariannya tersebut ia meminta perlindungan dari kejaran pasukan Gowa-Tallo bantuan kepada VOC untuk menghancurkan Kesultanan Gowa-Tallo. Kemudian VOC mengadakan rapat di Batavia pada 5 Oktober 1666 untuk membahas permasalahan tersebut. Dalam rapat tersebut diputuskan bahwa secepat mungkin Kesultanan Gowa-Tallo harus ditaklukkan dan Makassar harus direbut. 

Pada 24 Oktober 1666 dibawah komando Laksamana Cornelis Janzoon Speelman angkatan laut VOC dengan kekuatan 21 kapal perang dan 600 pasukan berangkat dari Batavia menuju ke Benteng Sumba Opu. Kemudian mereka sampai di Sumba Opu pada 15 Desember 1666. Saat sampai di Benteng Sumba Opu VOC menuntut Sultan Hasanuddin menyerahkan diri dan mengganti rugi atas pembantaian orang-orang Belanda oleh Makassar.

Namun, tuntutan VOC tersebut ditolak secara keras oleh Sultan Hasanuddin. Hal ini dikarenakan VOC tidak menampakkan itikad baik. Laksamana Speelman menyerang Makassar pada 21 Desember 1666 sebagai respon terhadap penolakan Sultan Hasanuddin kepada VOC. Speelman menembakkan meriam dari kapal-kapal VOC,terhadap kedudukan dan pertahanan orang-orang Gowa.

Serangan meriam tersebut dibalas dengan tembakan meriam dari Kesultanan Gowa-Tallo. Setelah satu hari satu malam, pasukan VOC mundur dan mencari koalisi dengan Raja Buton, Ternate, dan Bone. Setelah berhasil membentuk koalisi . pasukan VOC bersama Arung Palakka dari Bugis kemudian menyerang Makassar lagi pada 9 Juli 1667.

Meski Sultan Hasanuddin bertempur dengan sekuat tenaga, ia tetap kerepotan karena gabungan pasukan lawan dilengkapi dengan senjata yang lebih lengkap. Arung Palakka bersama VOC kemudian menduduki Benteng Baromang yang  menandakan kemenangan bagi VOC. Kemudian Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. 

Isi Perjanjian Bongaya sebagai berikut:
1. Makassar harus mengakui monopoli VOC 
2. Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja 
3. Makassar harus membayar ganti rugi atas peperangan 
4. Sultan Hasanuddin harus mengakui Aru Palakka sebagai Raja Bone 
5. Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC 
6. Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam

Sultan Hasanuddin membatalkan Perjanjian Bongaya pada tahun 1668 karena sangat merugikannya hal ini kemudian menimbulkan perang antara Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka yang dibantu oleh VOC. Arung Palakka kemudian menyerang Benteng Sumba Opu dan berhasil merebutnya pada 1669 dan perang pun resmi di akhiri. 

Sebab semangat dan keberaniannya melawan VOC, Sultan Hasanuddin dijuluki De Haantjes van Het Oosten yang berarti Ayam Jantan dari Timur oleh VOC. Sultan Hasanuddin dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 16 November 1973 dengan surat keputusan Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973. Nama Sultan Hasanuddin juga dijadikan nama universitas negeri yakni Universitas Hasanuddin dan nama bandara yaitu Sultan Hasanuddin Internasional Airport.

d. Perlawanan rakyat Banten
               Sultan Ageng Tirtayasa 
(Sumber:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tirtayasa_dari_Banten)

Seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya mengenai sejarah perjalanan Indonesia bahwa kemajuan Kesultanan Banten pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa membuat pihak asing tertarik untuk menaklukkan Banten. Salah satunya adalah VOC, namun Sultan Ageng Tirtayasa menentang kedudukan VOC di Banten. 

VOC kemudian menerapkan politik adu domba untuk menaklukkan Banten. VOC memprovokasi Sultan Haji yang waktu itu berselisih dengan ayahnya yakni Sultan Ageng Tirtayasa untuk menyingkirkan ayahnya tersebut. Sultan Haji terpengaruh dan menjadi pro terhadap VOC. Akhirnya terjadilah perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji yang berbuntut pada perang saudara.

Sementara itu, Alasan Sultan Ageng Tirtayasa menentang VOC disebabkan oleh praktek monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC di pesisir kawasan Jawa, terdapat Blokade dan gangguan yang dilakukan VOC terhadap kapal dagang dari Cina dan Maluku yang akan menuju Banten dan VOC menghalangi kegiatan perdagangan di Bante. Sikap VOC tersebut membuat Sultan Ageng Tirtayasa melakukan perlawanan terhadap VOC.

Banten menghancurkan dua kapal Belanda dan kebun tebu daerah Angke-Tangerang juga rusak sehingga memaksa VOC menutup kantor dagangnya. Pada tahun 1681, Sultan Haji dan VOC menduduki Keraton Surosowan, sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa pindah ke daerah Tirtayasa untuk mendirikan keraton baru.

Sultan Agen Tirtayasa segera mengumpulkan perbekalan dan kekuatan untuk merampas kembali ke Keraton Surosowan. Pada tahun 1682, pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil pasukan Sultan Haji. Pada awalnya Sultan Haji mengalami kekalahan, namun ia tidak tinggal diam. Ia kemudian meminta bantuan kepada VOC hingga inggris. Kemudian Sultan Haji dan VOC menyatukan kekuatan dan serangan balasan ke istana.

Akhirnya Sultan Haji berhasil menguasai istana sementara Sultan Ageng Tirtayasa bersama para putra dan putrinya yang setia kepadanya menyelamatkan diri ke pedalaman yakni ke Bogor. Pada 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan dipaksa menyerahkan kekuasaannya pada Sultan Haji. Kemudian Sultan Ageng Tirtayasa dibuang ke Batavia.

e. Perlawanan Untung Surapati
(Sumber:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Untung_Suropati)

Untung Surapati lahir di Gelgel,Bali pada tahun 1660 dengan nama Surawiraaji. Kemudian ia ditemukan oleh seorang perwira VOC bernama Kapten van Beber, kemudian Van Beber menjualnya kepada seorang perwira VOC lain bernama Van Moor di Bali untuk dibawa bersamanya ke Batavia untuk dijadikan sebagai budak. Saat menjadi budak Surawiraaji masih berusia 7 tahun.

Sejak mendapat budak baru, karir dan kekayaan Van Moor meroket. Anak yang ia beli dianggap membawa keberuntungan baginya kemudian Surawiraaji diganti namanya dengan "Si Untung". Ketika Untung berusia 20 tahun, Van Moor memenjarakannya karena memiliki hubungan dengan putrinya Suzanne. Untung kemudian mengumpulkan para tahanan dan berhasilmelarikan diri dari penjara tersebut.

Saat melintasi Kesultanan Cirebon, Untung bertengkar dengan anak angkat Sultan Cirebon bernama Raden Surapati. Usai persidangan, Surapati terbukti bersalah kemudian Surapati dijatuhi hukuman mati. Sejak itu, gelar "Surapati" Sultan Cirebon diberikan kepada Untung. 

Pemberontakan Untung Surapati melawan VOC terjadi antara tahun 1686 sampai 1706. Dalam menjalankan aksinya ini Untung Surapati dibantu oleh Amangkurat ll yang merasa terbebani dengan perjanjian Jepara. VOC kemudian mengutus Kapten  François Tack. Namun Kapten Tack beserta pasukannya tewas dalam pertempuran tersebut. 

Amangkurat II khawatir pengkhianatannya akan terungkap. Dia mengizinkan Surapati dan Nerangkusuma untuk merebut Pasuruan. Sesampainya di Pasuruan, Untung Surapati berhasil mengalahkan Anggajaya selaku Penguasa Pasuruan. Anggajaya kemudian melarikan diri ke Surabaya. Penguasa Surabaya bernama Adipati Jangrana tidak membalas karena dia sendiri sudah mengenal Untung Surapati di Kartasura.

Untung Surapati kemudian mengangkat dirinya sebagai Penguasa Pasuruan dengan gelar Tumenggung Wiranegara. Pada tahun 1690, Amangkurat II berpura-pura mengirim tentara untuk menaklukkan Pasuruan. Tentu saja, pasukan ini gagal karena pertempuran itu hanyalah tindakan untuk mengelabui VOC. Pada tahun 1703, Amangkurat ll meninggal dunia dan tahta beralih ke tangan Amangkurat lll. Namun pamannya yakni Raden Mas Drajat juga ingin menjadi penguasa Mataram. Sehingga terjadilah perebutan kekuasaan antara keduanya. Amangkurat lll bersekutu dengan Untung Surapati. 

Untuk merebut tahta Mataram, Raden Mas Drajat bersekutu dengan VOC untuk merebut tahta dari Amangkurat lll dengan syarat Raden Mas Drajat harus menyerahkan sebagian wilayah kekuasaan Mataram kepada VOC. Tahun 1704, Raden Mas Drajat berhasil merebut tahta dari Amangkurat lll. Kemudian pada tahun 1705, Raden Mas Drajat dinobatkan sebagai Penguasa Mataram dengan gelar Pakubuwana l dan mengusir Amangkurat lll dari Kartasura. 

Kemudian September 1706 gabungan pasukan VOC, Mataram, Madura dan Surabaya dibawah komando Mayor Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran tersebut terjadi di Benteng Bangil dan menewaskan Untung Surapati pada Oktober 1706. Namun, dia ingin kematiannya tetap dirahasiakan. Makam Surapati rata dengan tanah. Namun pada tahun 1708, kematiannya diketahui VOC kemudian jenazahnya dibakar dan abunya dibuang ke laut. 

Kematian Surapati tersebut menandakan akhir perjuangannya melawan VOC. Untung Surapati kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 3 November 1975 berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975.

f. Perlawanan Sultan Nuku
                            Sultan Nuku
(Gambar:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Nuku_Muhammad_Amiruddin)

Kejadian bermula ketika VOC menangkap  Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin pada 1779 disebabkan VOC dilarang bekerja sama dengan Tidore dan dilarang mendirikan kantor dagang disana. Setelah ditangkap Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin kemudian dibuang ke Batavia. Terjadilah kekosongan pemerintahan di Kesultanan Tidore.

Menurut tradisi Kesultanan Tidore, pengangkatan raja baru harus berdasarkan garis keturunan. Oleh karena itu, Pangeran Nuku lah putranya yang berhak menggantikan posisi Sultan Jamaluddin. Namun VOC tidak menyetujui penunjukan Pangeran Nuku sebagai penerus Kesultanan Tidore.

Demi kepentingannya sendiri, VOC segera menunjuk Patra Alam meskipun dia bukan dari garis keturunan pewaris tahta. Hal ini menimbulkan kontroversi dan munculnya desakan kepada VOC. Akibat desakan itu, VOC mengangkat adik Pangeran Nuku yakni Pangeran Kamaluddin sebagai Sultan. Campur tangan VOC untuk menggantikan Sultan Tidore membuat marah Pangeran Nuku. Akibatnya, Pangeran Nuku memutuskan untuk melawan Belanda.

Pangeran Nuku mengumpulkan kekuatannya untuk melawan VOC membangun kora-kora di daerah sekitar Pulau Seram dan Irian Jaya. Kemudian pada tahun 1781 Pangeran Nuku mendirikan basis pertahanan di Seram Timur. Kemudian VOC menyerang Seram Timur untuk menjatuhkan Pangeran Nuku pada 1787. Walaupun pangkalan pertahanan Pangeran Nuku direbut Belanda di Seram Timur, Pangeran Nuku Nuku berhasil meloloskan diri dan memindahkan pangkalan pertahanannya ke Pulau Gorong.

Di Pulau Gorong, Pangeran Nuku menyusun strategi perlawanan baru untuk merebut tahta dan mengusir VOC dari Tidore. Salah satu strategi Nuku adalah bekerja sama dengan Inggris, mendorong mereka mengusir Belanda. Salah satu strategi Pangeran Nuku adalah bekerja sama dengan orang-orang  Inggris, mendorong mereka agar bersedia mengusir VOC. Kekuatan Pangeran Nuku diperkuat setelah menerima peralatan militer dari Inggris. 

VOC kemudian mengajak berunding  Pangeran Nuku dikarenakan posisinya semakin terdesak, namun Pangeran Nuku menolak ajakan tersebut. Kemudian pada tahun 1796, pasukan Pangeran Nuku berhasil menaklukkan dan menguasai Pulau Banda. Pada tahun 1797, Pangeran Nuku kembali menguasai Tidore, menyebabkan Sultan Kamaluddin mengungsi ke Ternate. Kemudian Pangeran Nuku dinobatkan sebagai Sultan dari Kesultanan Tidore dengan gelar Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma'bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan.

Meski Sultan Nuku berhasil merebut kembali Tidore, ia tetap mengerahkan kekuatan untuk melawan VOC di Ternate. Akhirnya pada tahun 1801, Ternate dibebaskan dari pengaruh Belanda. Sultan Nuku wafat pada usia 67 tahun pada tahun 1805. Untuk menghargai jasa perjuangannya, Sultan Nuku diberi gelar sebagai pahlawan nasional Indonesia pada 7 Agustus tahun 1995 berdasarkan SK Presiden RI no.071/TK/1995.

VOC kemudian bubar pada 31 Desember 1799. Lantas apa saja yang menjadi penyebab VOC dibubarkan? Berikut penjelasannya:

âš« Korupsi dari para pejabat VOC.
Banyak pejabat VOC terutama pejabat tinggi dan perwira VOC yang memperkaya diri. Bahkan ada satire mengenai kepanjangan VOC yakni Vergaan Onder Corruptie artinya tenggelam karena korupsi. Korupsi ini tidak terjadi sekali saja, tapi semakin dalam jumlah besar hingga utang perusahaan menumpuk. 

âš« Menanggung biaya perang yang besar.
Praktek monopoli perdagangan yang dilakukan oleh VOC menyebabkan timbulnya perlawanan dari rakyat Indonesia. Hal ini membuat VOC harus membayar biaya perang tersebut. Walau sebagian besar perang tersebut dimenangkan oleh VOC tetapi biaya yang ditanggung oleh VOC tidaklah sedikit. 

âš« Manajemen yang buruk.
Heeren XVII tidak menanggapi keluhan karyawan dan memiliki sistem akuntansi yang buruk. Mereka menggunakan sistem akuntansi double, sehingga sulit untuk mengidentifikasi apakah perusahaan untung atau rugi.

âš« Jatuhnya Belanda ketangan Prancis.
Pada tahun 1795, Belanda ditaklukkan oleh Prancis dibawah pimpinan Napoleon Bonaparte yang membuat Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Musuh utama Prancis adalah Inggris, yang berbasis di India dan memperluas koloninya di Asia Tenggara. Badan seperti VOC tidak dapat diharapkan untuk membantu menanggapi Inggris terlalu banyak. Oleh karena itu, VOC harus dibubarkan.

âš« Persaingan kongsi dagang.
VOC memiliki banyak pesaing dari berbagai belahan Eropa lainnya, seperti Inggris dan Prancis yang juga memiliki kongsi dagang  yang tidak kalah besar dan kuat. Dari situ timbul persaingan yang mempersulit VOC menjadi satu-satunya kongsi dagang yang menguntungkan. Kekalahan ini membuat situasi VOC semakin buruk. VOC tidak mampu membayar hutang tersebut kemudian hak Octroi  VOC dicabut. Selain itu, Republik Batavia mengambil alih aset modal seperti koloni dibeberapa wilayah di Indonesia.

3. Masa Kekuasaan Peralihan Belanda-Prancis di Indonesia 
Setelah berhasil menaklukkan Belanda, Prancis bersama partai anti raja Belanda mendirikan Republik Bataaf dengan syarat harus dibawah kendali Prancis. Namun Republik Bataaf bertahan lama kemudian digantikan dengan Kerajaan Hollandia dan menunjuk Lodewijk Napoleon sebagai penguasanya. Kemudian Lodewijk Napoleon mengirim Herman Willem Daendels sebagai gubernur jenderal di Indonesia menggantikan Albertus Henricus Wiese. 

Daftar gubernur jenderal peralihan Belanda-Prancis
1. Pieter Gerardus van Overstraten (1800-1801)
2. Johannes Siberg (1801-1805) <== Sementara menggantikan Pieter Gerardus van Overstraten yang meninggal dunia.
3. Albertus Henricus Wiese (1805-1808)
4. Herman Willem Daendels (1808-1811)
5. Jan Willem Janssens (1811)(ditangkap oleh tentara Kerajaan Inggris pada pertempuran di Bogor pada tanggal 18 September 181)

Pada saat Daendels menjadi gubernur jenderal ia menerapkan beberapa kebijakan dalam bidang pertahanan dan keamanan, pemerintahan, sosial dan ekonomi. Berikut ulasannya:

âš« Bidang pertahanan dan keamanan 
a. Membangun benteng pertahanan baru
b. Mendirikan pangkalan angkatan laut di Anyer dan Ujungkulon.
c. Menambah jumlah tentara menjadi 18.000 yang diambil dari orang-orang pribumi
d. Membangun jalan sepanjang 1.100 km yang membentang dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur)

âš« Bidang pemerintahan:
a. Membatasi kekuasaan raja-raja di Indonesia secara ketat.
b. Membagi Jawa menjadi 9 prefektur yang masing-masing prefektur dipimpin oleh prefek yang bertanggung jawab kepada gubernur jenderal secara langsung.
c. Mengubah Bupati menjadi pegawai pemerintah yang digaji yang awalnya berkedudukan sebagai penguasa tradisional. Meskipun tetap memiliki hak-hak feodal.
d. Menyerap wilayah Kesultanan Banten ke dalam wilayah jajahan.

âš« Bidang sosial dan ekonomi
a. Para penguasa Surakarta dan Yogyakarta dipaksa untuk menyetujui berbagai perjanjian. Inti dari perjanjian tersebut adalah penggabungan beberapa daerah ke dalam wilayah pemerintahan kolonial.
b. Melakukan pemungutan pajak dengan tujuan meningkatkan perolehan keuntungan.
c. Meningkatkan penanaman tanaman yang hasilnya laku guna diperdagangkan secara internasional.
d. Seluruh rakyat diwajibkan untuk menyerahkan seluruh hasil panen mereka.
e. Tanah diperdagangkan pada pihak swasta.

Diantara kebijakan Daendels diatas yang paling terkenal adalah pembangunan  jalan raya pos sepanjang 1.100 km yang membentang dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur). Saat itu, Daendels memiliki dua tugas pokok, yaitu menjaga Pulau Jawa dan menata sistem pemerintahan.

Daendels diperintahkan oleh Raja Lodewijk untuk membangun jalan raya pos. Pembangunan jalan antar wilayah tersebut dikenal dengan De Groote Pastweg yang membentang dari Anyer hingga Panarukan. Tujuan dari pembangunan jalan tersebut adalah melindungi pulau Jawa dari serangan Inggris dan kelancaran arus informasi melalui dinas pos.

Pada waktu itu Jawa digunakan sebagai pangkalan militer Prancis melawan pasukan Inggris di Hindia Belanda. Dikarenakan Samudera Hindia telah dikuasai oleh Inggris sehingga pasukan Prancis kesulitan memindahkan pasukan melalui laut. Jalan Raya Pos dibangun untuk memindahkan tentara dari Batavia agar bisa segera diterjunkan ke pulau Jawa.

Pembangunan secara resmi dimulai pada Mei 1808. Para bupati diperintahkan untuk mengumpulkan tenaga kerja dengan jumlah tertentu. Kemudian setiap pekerja dibayar 10 sen/orang ditambah beras dan jatah garam mingguan. Sayangnya, tidak ada catatan pembayaran yang dilakukan kepada para pekerja oleh para bupati di arsip sejarah Indonesia, Belanda atau Prancis.

Semenjak di Karangsambung, utara Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, proyek dilakukan dengan sistem upah. Namun Setelah tiba di Karangsambung pada bulan Juni 1808, uang tiga puluh ribu gulden yang disiapkan Daendels untuk membayar pekerja habis dan anehnya tidak ada uang tersisa untuk membangun proyek jalan itu. 

Daendels kemudian pergi ke Semarang pada Juli 1808 untuk mengundang semua penguasa pantai utara Jawa. Dia mengatakan, proyek Jalan Raya Pos harus dilanjutkan. Dia kemudian memerintahkan para bupati untuk menyediakan tenaga kerja untuk pembangunan jalan dengan pasokan makanan yang disediakan oleh bupati. Kesepakatan dicapai dan pembangunan dilanjutkan dari Karangsambung ke Cirebon dan jalan dibangun sampai ke Pekalongan. 

Jalan Raya Anyer - Panarukan dibangun dengan lebar 7,5 m dan Setiap 1506,9 meter diberi tanda berupa tonggak dari batu disebut dengan paal yang berfungsi untuk mempermudah pemeliharaan dan perbaikan jalan. Kedua sisi jalan tersebut oleh lapisan batu agar tidak terkikis air yang mengalir. Parit dibuat di sisi kiri dan kanan jalan, yang berfungsi sebagai drainase, agar air tidak tergenang di jalan.

Pembangunan Jalan Raya Anyer - Panarukan melewati Jakarta, Bogor, Cianjur, Bandung, Cadas Pangeran, Majalengka, Cirebon sampai Jawa Tengah. Namun jalan dari Anyer-Panarukan tidak dibangun seluruhnya. Beberapa jalan sudah dibangun, maka Daendels tinggal melebarkannya. Beberapa ruas jalan diperlebar, antara lain Jalan Anyer - Batavia dan Pekalongan - Surabaya. Baru setelah Bogor dibangun jalan ke Cisarua dan seterusnya ke Sumedang. Satu-satunya alasan kerja paksa adalah karena bupati tidak membayar para pekerja. 

Pada Mei 1811, Daendels digantikan oleh Jan Willem Janssens. Pada saat Janssen berkuasa sebagai gubernur jenderal kondisi Indonesia sangat kacau. Kedudukan Inggris semakin mengancam  hingga akhirnya ia ditangkap di Bogor pada September 1811. Dengan ditangkapnya Janssen berakhirlah kekuasaan Prancis di Indonesia.

4. Masa Kekuasaan Inggris di Indonesia 
Setelah berakhirnya kekuasaan Prancis di Indonesia, Indonesia kemudian dikuasai oleh Inggris yang ditandai dengan Kapitulasi Tuntang pada 18 September 1811. Isi Kapitulasi Tuntang adalah: 

1. Seluruh Jawa berikut daerah taklukkannya diserahkan kepada Inggris. 
2. Semua serdadu Belanda menjadi tawanan perang Inggris.
3. Semua hutang yang terjadi selama pemerintahan Daendels tidak menjadi tanggung jawab Inggris.
4. Semua pegawai yang mau bekerjasama dengan Inggris dapat ditempatkan pada kedudukan semula.
5. Tentara yang dibina para raja boleh meninggalkan kesatuan atau pulang ke rumah.

Kemudian Lord Minto membagi bekas wilayah kekuasaan VOC di Indonesia menjadi Malaka, Sumatera Barat, Maluku dan Jawa, yang ditambah Madura, Palembang, Makassar, Banjarmasin, serta Sunda Kecil. Lord Minto kemudian menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur jenderal untuk wilayah Jawa dan sekitarnya. 

Daftar gubernur jenderal pada masa  kekuasaan Inggris: 
1. Gilbert Elliot Murray Kynynmound, 1st Earl of Minto atau Lord Minto (1811)
2. Thomas Stamford Raffles (1811-1816)
3. John Fendall (1816) <== Pada masa pemerintahannya terjadi pengambilalihan kembali kekuasaan atas wilayah Hindia Belanda antara Kerajaan Inggris dengan Kerajaan Belanda.

Pada saat Raffles berkuasa di Indonesia ia membagi Jawa menjadi 16 karesidenan. Dimana setiap karesidenan dipimpin oleh residen dan asisten residen. 16 karesidenan tersebut antara lain:
1. Karesidenan Banten
2. Karesidenan Banyumas
3. Karesidenan Besuki
4. Karesidenan Bogor
5. Karesidenan Cirebon
6. Karesidenan Jakarta
7. Karesidenan Karawang
8. Karesidenan Kediri
9. Karesidenan Kedu
10. Karesidenan Madiun
11. Karesidenan Madura
12. Karesidenan Pati
13. Karesidenan Priangan
14. Karesidenan Rembang
15. Karesidenan Semarang
16. Karesidenan Surakarta
(yogyakarta.kompas.com)

Pada masa pemerintahannya, ia juga melakukan reformasi massal untuk mengubah sistem pemerintahan kolonial di Hindia Belanda. Ia membuat kebijakan didasarkan pada tiga prinsip, yaitu:

1.) Segala bentuk kerja rodi dan penyerahan harus dihapus dan diganti penanaman bebas oleh rakyat.
2.) Peran bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan bupati dimasukkan ke  dalam bagian pemerintahan kolonial.
3.) Karena tanah milik negara, petani dianggap sebagai penyewa.

Raffles mencoba menerapkan beberapa kebijakan untuk memajukan perekonomian Hindia Belanda. Namun tujuan utama program tersebut adalah untuk meningkatkan keuntungan pemerintah kolonial. Kebijakan yang diterapkan oleh Raffles antara lain:

1.) Menerapkan sistem sewa tanah atau pajak tanah yang kemudian menjadi landasan bagi berkembangnya sistem ekonomi moneter.
2.) Menghapuskan penyerahan wajib hasil bumi, sistem monopoli, kerja paksa dan perbudakan.
3.) Kedudukan Desa sebagai Satuan Administrasi Kolonial.

Kebijakan sewa tanah yang digagas Raffles bermula dari pandangannya terhadap peranan tanah sebagai faktor produksi. Menurutnya, pemerintah adalah satu-satunya pemilik sah atas tanah tersebut. Oleh karena itu, masuk akal jika masyarakat menjadi penyewa dengan membayar sewa atas lahan yang ia garap.

Kebijakan sewa tanah memiliki peraturan seperti: 
1. Petani harus menyewa lahan meskipun lahan tersebut miliknya.
2. Harga sewa tanah ditentukan oleh kondisi tanah.
3. Sewa tanah dibayar tunai
4. Bagi yang tidak mempunyai tanah dikenakan pajak tanah.

Pajak dipungut secara perseorangan, meskipun dalam prakteknya dilakukan per desa. Besaran pembayarannya disesuaikan dengan jenis dan produktivitas lahan. Berikut rincian besaran pembayaran pajaknya: 

*Hasil sawah kelas I dikenakan pajak 50%
*Hasil sawah kelas ll dikenakan pajak 40%
*Hasil sawah kelas lll dikenakan pajak 33%
*Hasil tegalan kelas l dikenakan pajak 40%
*Hasil tegalan kelas ll dikenakan pajak 33%
*Hasil tegalan kelas lll dikenakan pajak 25%

Pajak yang dikenakan tersebut memberatkan rakyat. Bagi rakyat yang tidak sanggup membayarnya dengan uang maka membayar dengan beras. Pajak yang dibayar dalam bentuk uang diserahkan kepada kepala desa kemudian disetorkan ke kantor residen. Sedangkan pajak yang berupa beras diserahkan sendiri ke kantor residen oleh orang tersebut.

Kebijakan pemungutan pajak kepada rakyat tersebut untuk mengurangi tindakan pemerintah daerah yang sering memotong atau mengurangi penyerahan hasil panen. Hal ini dikarenakan, para pejabat pribumi sudah dialihfungsikan menjadi pegawai pemerintah yang digaji.

Kebijakan sewa tanah memiliki banyak kelemahan sehingga gagal diterapkan di Indonesia. Beberapa penyebab kegagalan pada sistem sewa tanah:
1. Sulit untuk menentukan besaran pajak bagi pemilik tanah, karena tidak semua orang memiliki tanah yang sama.
2. Luas dan kesuburan para petani sulit ditentukan.
3. Jumlah petani yang terbatas.
4. Penduduk desa masih belum mengenal sistem uang.

Sistem sewa tanah berlaku di seluruh wilayah Jawa kecuali wilayah Batavia dan Parayangan. Secara umum kawasan Batavia sudah menjadi milik swasta dan kawasan Parahyangan merupakan kawasan perkebunan wajib kopi yang menghasilkan keuntungan besar bagi pemerintah.

âš« Geger Sapehi 
(Sumber:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hamengkubuwana_II#:~:text=Sri%20Sultan%20Hamengkubuwana%20II%20(Jawa,dikenal%20dengan%20julukan%20Sultan%20Sepuh.)

Kata geger sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya heboh atau ramai dan kata Sapehi (spei) adalah sebutan diberikan oleh masyarakat Jawa yang merujuk pada Brigade Sepoy yakni pasukan rekrutan Inggris yang berasal dari India yang terlebih dahulu sudah dijajah oleh Inggris. Geger Sapehi adalah penyerangan yang dilakukan oleh Kerajaan Inggris yang terdiri atas tentara Eropa dan pasukan Sepoy dari India pada tahun 1812 yang dibantu oleh Legiun Mangkunegaran.

Setelah Raffles menjadi gubernur di Jawa, ia kemudian menunjuk John Crawfurd sebagai Residen. Disamping itu, Sultan Hamengkubuwono ll yang saat itu menjadi penguasa dari Kesultanan Yogyakarta saat itu kondisi tersebut untuk mengambil alih kembali kekuasaan yang semula dibawah tekanan Daendels. Karena sebelumnya Sultan Hamengkubuwono ll menentang peraturan yang dibuat oleh Daendels yang akhirnya membuat ia turunkan secara paksa. 

Setelah Daendels berakhir kekuasaannya, Sultan Hamengkubuwono ll kembali naik tahta. Beliau mengetahui bahwa kebijakan Raffles dalam pertahanan dan pengelolaan keuangan tak jauh beda dengan Daendels. Hal ini membuat Sultan Hamengkubuwono ll menentang Inggris bahkan secara terang-terangan beliau menghimpun pertahanan. Salah satunya dengan membuat meriam di Gresik. Rencana Sultan Hamengkubuwono ll ini didukung oleh Susuhunan Pakubuwono IV dari Kasunanan Surakarta. 

Menyikapi perlawanan dari Sultan Hamengkubuwono ll, Raffles kemudian mengirim peringatan untuk menghentikan persiapan militer dari Kesultanan Yogyakarta. Namun peringatan tersebut tidak dihiraukan oleh Sultan Hamengkubuwono ll. Kemudian Raffles memerintahkan John Crawfurd dan Pangeran Notokusumo untuk berdiplomasi dengan Sultan Hamengkubuwono ll. Namun diplomasi tersebut gagal. 

Menyikapi hal tersebut Raffles kemudian mulai melakukan serangan dengan mengerahkan pasukan Eropa dan pasukan Sepoy sebanyak 1200 pasukan, Legiun Mangkunegaran sebanyak 800 orang serta mendapat dukungan dari Pangeran Notokusumo dan Tan Jin Sing. Pasukan Inggris memasuki Yogyakarta pada 17 Juni 1812. Serangan tersebut dipimpin oleh Kolonel Robert Rollo Gillespie. Namun pasukan Yogyakarta berhasil melukai dan mengusir bala tentara Inggris. 

Pada 18 Juni 1812, Inggris kembali mengirimkan utusan untuk berunding dengan Sultan Hamengkubuwono II, namun utusan tersebut ditolak. Tak lama  setelah utusan Inggris kembali ke pasukannya, pertempuran mulai berkobar. Inggris pun menyerang Yogyakarta dengan menembakkan meriam mereka yang kemudian dibalas dengan tembakan meriam dari keraton Yogyakarta sebagai sikap penolakan terhadap Inggris. 

Mayor William Thorn menggambarkan situasi Keraton Yogyakarta sebagai benteng kokoh saat itu. Keraton Yogyakarta dikelilingi parit yang lebar dan dalam, memiliki jembatan yang dapat ditinggikan sebagai pintu akses. Ada juga beberapa benteng tebal dengan meriam. Tembok tebal yang mengelilingi halaman keraton juga dijaga oleh tentara bersenjata. Dua baris meriam juga dipasang di gerbang utama Keraton Yogyakarta. Setidaknya 17.000 tentara dan ratusan warga sipil bersenjata yang tersebar di desa-desa berjuang mempertahankan kawasan Keraton Yogyakarta. 

Serangan kecil berlanjut hingga pukul 21.00 pada tanggal 19 Juni 1812. Setelah itu, Yogyakarta kembali sunyi dan tidak terdengar ledakan artileri maupun suara tembakan. Namun, dini hari tanggal 20 Juni 1812, tembakan artileri Inggris kembali terdengar ke arah Alun-Alun Utara, tepat di luar pintu masuk Keraton Yogyakarta. Pada pukul 05.00, terjadi serangan besar-besaran oleh Inggris yang terdiri dari pasukan Eropa dan Sepoy (India) yang didukung oleh pasukan Leguin Mangkunegaran. 

Kekuatan serangan utama Inggris diarahkan ke sisi timur laut Benteng Keraton Yogyakarta, yang menurut Babad Sepehi memiliki pertahanan yang buruk.
Hal ini akan membuat serangan berlangsung terlalu lama. Hanya dalam beberapa jam, Inggris mampu menghancurkan salah satu sudut benteng ini, dimulai dengan meledaknya  artileri dan gudang mesiu. Sekitar pukul 08.00, benteng tersebut benar-benar jatuh ke tangan Inggris. Setelah benteng tersebut direbut, pasukan Sepoy mengarahkan seluruh artilerinya ke Keraton Yogyakarta. 

Serangan ini kemudian disusul dengan masuknya pasukan dari arah Plengkung Nirbaya di selatan Keraton Yogyakarta yang juga berhasil dikuasai pasukan Inggris. (yogyakarta.kompas.com) serangan diakhiri setelah Inggris dapat memasuki Pelataran Srimangant. Setelah itu Inggris menangkap Sultan Hamengkubuwono ll dan mengasingkannya ke Penang, Malaysia.

Awalnya Raffles ingin membubarkan Kesultanan Yogyakarta. Namun para pangeran menentang hal tersebut, mereka mengatakan bahwa jika Inggris membubarkan Kesultanan Yogyakarta maka para Pangeran akan bersatu mengajak seluruh rakyat untuk melawan Inggris dan Inggris tidak bisa berbuat apa-apa jika hal itu terjadi. Akhirnya Raffles tidak jadi membubarkan Kesultanan Yogyakarta, tetapi Kesultanan Yogyakarta harus dibawah kendali Inggris. 

Kemudian Raffles menunjuk anak Sultan Hamengkubuwono ll yakni Raden Mas Surojo sebagai Sultan dari Kesultanan Yogyakarta. Raden Mas Surojo kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono lll. Inggris juga merampas ribuan naskah dari perpustakaan keraton yang menceritakan sejarah panjang masyarakat Jawa yang kental akan berbagai macam bentuk filosofi. 

Raffles kemudian menggunakan pengetahuan dan keahlian Pangeran Notokusumo di bidang sastra untuk memilah dan menginventarisasinya sebelum membawanya ke Inggris. Sekarang naskah tersebut disimpan di British Library. Pangeran Notokusumo diberikan wilayah seluas 4000 cacah yang diambil dari Kesultanan Yogyakarta sebagai kepangeranan yang merdeka. Setelah itu Pangeran Notokusumo diangkat menjadi penguasa wilayah tersebut dengan gelar Adipati Pakualaman l. 

Pada tanggal 1 Agustus 1812, pemerintah Inggris memaksa keraton Yogyakarta dan Surakarta menandatangani perjanjian yang memutus kekuatan militer kerajaan dalam batas yang diperbolehkan oleh Inggris. Inggris mengambil wilayah Kesultanan Yogyakarta seperti Japan (Mojokerto), Jipang dan Grobogan. Pemerintah Inggris juga mengambil alih pengelolaan gerbang-gerbang cukai jalan dan pasar. Tidak hanya menghilangkan pendapatan dari pungutan, hal ini juga membuat perdagangan dikuasai oleh pihak asing. (yogyakarta.kompas.com) 

Selain itu, Inggris menetapkan bahwa semua orang asing dan orang Jawa yang lahir di luar wilayah kerajaan tunduk pada hukum kolonial dan tidak dapat diadili berdasarkan hukum Islam Jawa. Namun, seluruh reformasi yang dilakukan Raffles dianggap terlalu mahal bagi East India Company (EIC). 

Pada tahun 1814 setelah Napoleon Bonaparte dikalahkan oleh raja-raja di Eropa, Belanda dan Inggris mengadakan Convention of London. Dalam konferensi tersebut Belanda mendapatkan kembali wilayahnya di Indonesia. Pada tahun 1816, Raffles dicopot dari jabatannya dan digantikan oleh John Fendall. Namun John Fendall hanya menjabat beberapa bulan saja. 

5. Masa Kekuasaan Hindia Belanda 
Pada tanggal 19 Agustus 1816, Belanda resmi kembali berkuasa di Indonesia dan melaksanakan kebijakannya. Setelah kembali ke Belanda, Indonesia diperintah oleh badan baru yang disebut Komisaris Jenderal. Komisaris Jenderal dibentuk oleh Pangeran Willem VI yang anggotanya tiga orang yakni Cornelis Theodorus Elout, Arnold Ardiaan Buyskes, dan Godert Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen.

Tugas utama Komisaris Jenderal adalah mengembangkan daerah jajahan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi Belanda. Mereka memulai misinya pada 27 April 1816. Dalam menjalankan pemerintahan, Van der Capellen dan dua rekannya berpedoman pada undang-undang yang disusun oleh Pangeran Willem VI, yaitu Regerings Reglement . Salah satu pasal dari undang-undang ini menegaskan bahwa pelaksanaan pertanian dilakukan secara bebas, menunjukkan adanya relevansi dengan keinginan kaum liberal. (kompas.com)

Dalam menjalankan pemerintahannya, langkah-langkah sebagai berikut :
1. Memelihara sistem residen.
2. Sistem juri di bidang hukum dihapuskan.
3. Status bupati sebagai penguasa feodal tetap dipertahankan.
4. Sebuah desa dipertahankan sebagai satu kesatuan dan penguasanya digunakan untuk memungut pajak dan hasil bumi.
5. Di bidang perekonomian memberikan peluang bagi pengusaha asing untuk berinvestasi di Indonesia.

Namun saat Komisaris Jenderal sampai di Hindia Belanda, mereka ragu menerapkan prinsip liberalisme. Sebab, perdebatan antara kalangan liberal dan kalangan konservatif mengenai pengelolaan tanah jajahan untuk mendatangkan keuntungan belum mencapai titik temu.

Kalangan liberal berpendapat pemerintah kolonial akan mendapat keuntungan besar jika diberikan kepada swasta dan masyarakat diberikan kebebasan untuk menanam. Kalangan konservatif berpendapat bahwa pengelolaan wilayah jajahan lebih menguntungkan jika pemerintah mengarahkannya langsung dengan kontrol yang ketat.

Pada saat yang sama, Komisaris Jenderal berada dalam keadaan yang sangat terdesak, karena pemerintah mengalami kerugian dan keuangan Belanda juga menipis. Berdasarkan pertimbangan Regerings Reglement, pendapat kaum liberal, pendapat kaum konservatif, dan kondisi daerah jajahan, akhirnya komisaris jenderal sepakat untuk memilih jalan tengah.

Kebijakan baru tersebut menyebutkan eksploitasi kekayaan nusantara akan dikendalikan langsung oleh pemerintah Hindia Belanda, selain mengupayakan kebebasan bagi masyarakat dan swasta untuk terus berusaha. Namun ternyata kebijakan tersebut tidak mampu mengubah keadaan.

Akibatnya, pemerintah Belanda mengeluarkan undang-undang baru pada tahun 1818 yang menyatakan pemulihan jabatan gubernur jenderal sebagai penguasa tertinggi dan penghapusan kekuasaan Komisaris Jenderal. Setelah itu, Van der Capellen diangkat menjadi gubernur jenderal sedangkan Elout dan Buyskes dipulangkan ke Belanda. 

Daftar Gubernur Jenderal Hindia Belanda :
1. Mr. Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen (1816-1826)
2. Leonard Pierre Joseph burggraaf du Bus de Gisignies (1826-1830)
3. Johannes graaf van den Bosch (1830-1834)
4. Jean Chrétien baron Baud (1834-1836)
5. Dominique Jacques de Eerens (1836-1840)
6. Carel Sirardus Willem graaf van Hogendorp (1840-1841)
7. Pieter Merkus (1841-1844)
8. Jan Cornelis Reijnst (1844-1845) 
9. Jan Jacob Rochussen (1845-1851)
10. Mr. Albertus Jacobus Duymaer van Twist (1851-1856)
11. Charles Ferdinand Pahud de Mortanges (1856-1861)
12. Mr. Ludolph Anne Jan Wilt baron Sloet van de Beele (1861-1866)
13. Mr. Pieter Mijer (1866-1872)
14. Mr. James Loudon (1872-1875)
15.  Mr. Johan Wilhelm van Lansberge (1875-1881)
16. Frederik s'Jacob (1881-1884)
17. Otto van Rees (1884-1888)
18. Mr. Cornelis Pijnacker Hordijk (1888-1893)
19. Jonkheer Carel Herman Aart van der Wijck (1893-1899)
20. Willem Rooseboom (1899-1904)
21. Joannes Benedictus van Heutsz (1904-1909)
22. Alexander Willem Frederik Idenburg (1909-1916)
23. Johan Paul van Limburg Stirum (1916-1921)
24. Mr. Dr. Dirk Fock (1921-1926)
25. Jonkheer Mr. en Dr. Andries Cornelis Dirk de Graeff (1926-1931) 
26. Jonkheer Mr. Bonifacius Cornelis de Jonge (1931-1936)
27. Jonkheer Mr. Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer (1936-1942) 
28. Hubertus Johannes van Mook (1942-1948) <= Secara de facto, Van Mook menjalankan peran sebagai Gubernur Jenderal karena Tjarda ditawan Jepang, meskipun status Van Mook adalah Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Semenjak pendudukan wilayah Hindia Belanda oleh tentara Kekaisaran Jepang, praktis sejak saat itu pula kaum penguasa Belanda tidak lagi memiliki otoritas dalam menjalankan kekuasaannya. (id.m.wikipedia.org)
29. Dr. Louis Joseph Maria Beel (1948-1949) <= Sebagai Komisaris Tinggi atau dalam bahasa Belanda: "Hoge Commissaris".
30. Antonius Hermanus Johannes Lovink (1949) <= Sebagai Komisaris Tinggi atau dalam bahasa Belanda: "Hoge Commissaris". (id.m.wikipedia.org)

Perlawanan terhadap Belanda
a. Perang Saparua (1817)
(Sumber:https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-6743042/kisah-perjuangan-kapitan-pattimura-pejuang-sejati-dari-saparua/amp)

Pada awal abad ke-19, wilayah Maluku kembali berada di bawah kekuasaan Belanda ketika Inggris menandatangani Perjanjian London yang menyerahkan wilayah Indonesia kepada Belanda.

Pendudukan kembali Belanda atas Maluku membawa banyak permasalahan dan kesengsaraan bagi masyarakat Maluku. Masyarakat Maluku yang tidak ingin terus menderita akibat ketamakan Belanda. Kemudian melakukan perlawanan yang dipimpin oleh Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura. Dalam perlawanan tersebut Kapitan Pattimura juga dibantu oleh Christina Martha Tiahahu. 

Latar belakang Perang Saparua:
1. Belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan bantuan pelayaran Hongi di Maluku.
2. Kesengsaraan rakyat Maluku akibat penyerahan wajib ikan asin, kopi dan hasil laut lainnya kepada Belanda.
3. Sikap residen Saparua yang semena-mena terhadap rakyat Maluku. 

Pada bulan mei 1817, rakyat Maluku mengadakan sebuah pertemuan untuk membahas strategi dan konsep perlawanan terhadap Belanda. Pada 14 mei 1817 rakyat Maluku mengangkat Pattimura yang merupakan bekas tentara Inggris korps Ambon kemudian menamainya Kapitan Pattimura.
 
Pada tanggal 16 Mei 1817, Kapitan Pattimura dan pasukannya melancarkan operasi penyerangan terhadap pos-pos dan benteng pertahanan Belanda di Saparua. Dalam penyerangan tersebut, Benteng Duurstede berhasil direbut dan berhasil membunuh Residen Saparua bernama Van den Berg.

Belanda berusaha merebut kembali benteng Duurstede dengan membawa bantuan dari Ambon pada tanggal 20 Mei 1817. Dengan lebih dari 200 prajurit di bawah komando Mayor Beetjes, Belanda menyerang Pattimura dan pasukannya di Saparua. 

Namun, upaya tersebut digagalkan oleh Pattimura dan pasukannya. Pattimura juga memenangkan pertempuran lainnya di pulau Serami, Hatawano, Hitu, Haruku, Waisisili dan Larike. Perlawanan orang Maluku terhadap Belanda mulai tampak pada bulan Agustus 1817. Belanda meminta bantuan Batavia untuk meredam perlawanan Pattimura. 

Raja Booi dari Saparua mengkhianati Pattimura dengan membocorkan informasi tentang strategi perang Pattimura dan rakyat Maluku, sehingga Belanda dapat merebut kembali Saparua. Pada bulan Desember 1817, Pattimura digantung di Ambon bersama tiga orang lainnya, menandai berakhirnya perlawanan masyarakat Maluku terhadap Belanda. Atas jasanya Kapitan Pattimura ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 1973 

b. Perang Padri (1821-1838)
        (Sumber: https://pin.it/7hsIzXm)
Suku Minangkabau merupakan suku asli yang berasal dari Dataran Tinggi Minangkabau, Sumatera Barat. Minangkabau sendiri mempunyai dua golongan masyarakat yang namanya cukup populer yaitu kaum adat dan kaum padri. Siapakah mereka?

Kaum adat adalah kelompok masyarakat Minangkabau masih memegang teguh adat istiadat dan nilai-nilai tradisi dari leluhur. Namun dibalik keteguhan kaum adat mereka memiliki perilaku yang buruk seperti berjudi, meminum minuman keras dan sambung ayam. Kaum adat sendiri dipimpin oleh Sultan Muningsyah, penguasa Kerajaan Pagaruyung (1780-1821). Sedangkan Kaum Padri adalah sekelompok masyarakat yang menjunjung tinggi syariat Islam dalam tatanan masyarakat di Minangkabau. Mereka terdiri dari Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Haji Miskin, Haji Sumaik, dan Haji Piobang. 

Mereka kemudian membentuk kelompok yang disebut Harimau Nan Salapan yang dipimpin oleh Muhammad Syahab yang kemudian bergelar Tuanku Imam Bonjol dan beranggotakan para tokoh kaum padri. Untuk menyucikan ajaran Islam, para ulama melakukan dakwah kepada masyarakat Minangkabau yang saat itu sebagian besar masih tergolong kaum adat. 

Harimau nan Salapan meminta kaum adat untuk meninggalkan beberapa praktik yang tidak Islami, seperti sabung ayam. Namun tidak ada kesepakatan antara kaum adat dan kaum padri. Hal ini menyebabkan konflik antara kedua kelompok. Pada tahun 1815, pertempuran mencapai puncaknya di Koto Tengah dekat Batu Sangkar.

Pada 21 Februari 1821, kaum adat meminta bantuan kepada Belanda dikarenakan terdesak oleh Tuanku Imam Bonjol dan kaum padri. Walaupun mendapatkan bantuan dari Belanda, hal tersebut tidak membuat kaum Padri kesulitan dalam melakukan perlawanan. Sebaliknya, kaum Padri terus maju hingga penaklukan oleh Belanda dan penduduk asli menjadi sulit. 

Oleh karena itu, melalui Gubernur Van den Bosch, Belanda mengajak Tuanku Imam Bonjol selaku pemimpin Padri untuk berdamai. Namun, Belanda sendiri yang melanggar perjanjian tersebut dengan menyerang Desa Pandai Sikek. Kaum Padri dan kaum adat yang semula bertikai kini mereka bersatu melawan Belanda pada 1833. 
 
Walaupun kaum adat dan kaum padri sudah bergabung tapi mereka tetap mengalami kekalahan dalam perang Padri. Pada tahun 1837,Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan pada tahun 1838 perang Padri resmi berakhir. Tuanku Imam Bonjol diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia pada 6 November 1973 berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973.

c. Perang Jawa (1825-1830)
                  Pangeran Diponegoro 
(Sumber:https://www.biografiku.com/biografi-pangeran-diponegoro/)

Perang Jawa disebut juga perang Diponegoro. Perang ini terjadi pada tahun 1825-1830. Tokoh yang terlibat dalam perang ini adalah Pangeran Diponegoro, Kyai Modjo, Sentot Ali Basha, Nyi Ageng Serang, Pakubuwono Vl, dan Tumenggung Prawirodigdoyo. Apa yang melatarbelakangi perang Jawa? Bagaimana jalannya perang berlangsung? Bagaimana akhir perang Jawa? Apa dampak yang ditimbulkan setelah perang tersebut? 

Sebelum kita membahas mengenai perang Jawa ini, kita berkenalan dulu dengan tokoh pemimpin perang ini bernama Pangeran Diponegoro yang sebelumnya sudah penulis singgung di pembahasan sejarah perjalanan Indonesia sebelumnya. 

Pangeran Diponegoro merupakan putra dari Sultan Hamengkubuwono lll dan Raden Ayu Mangkarawati. Beliau lahir pada 11 November 1785 di Kesultanan Yogyakarta. Sebenarnya beliau adalah  pewaris sah dari Kesultanan Yogyakarta tetapi beliau menolak menjadi sultan dikarenakan beliau tidak bisa memerintah Kesultanan Yogyakarta yang berada dibawah kendali Belanda.

Akhirnya tahta Kesultanan Yogyakarta beralih ke tangan adiknya bernama Gusti Raden Mas Ibnu Jarot yang kemudian bergelar Sultan Hamengkubuwono lV. Namun Hamengkubuwono IV tak memerintah kerajaan, tepatnya pada tahun 1822 Hamengkubuwono IV meninggal dunia karena diracun oleh seseorang.

Kemudian timbul perselisihan mengenai penggantinya. Pada waktu itu, pewaris tahta masih berusia 3 tahun. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh Belanda. Selain itu keterlibatan Belanda dalam Kesultanan Yogyakarta adalah Belanda menerapkan banyak sekali pajak terhadap rakyat. Beberapa tindakan Belanda dianggap menyinggung harga diri dan nilai budaya masyarakat. 

Hal tersebut menjadi penyebab kebencian rakyat terhadap Belanda. Puncaknya pada tahun 1825 ketika keadaan semakin meruncing yakni saat Belanda ingin membangun jalan penghubung antara Magelang ke Yogyakarta. Patih Danurejo IV kemudian mengusulkan untuk menerabaskan patok-patok jalan ke pekarangan leluhur Pangeran Diponegoro.

Patih Danurejo IV Kemudian memerintahkan orang-orangnya untuk memasang patok-patok di pekarangan leluhur Pangeran Diponegoro. Hal itu membuat pengikut Pangeran Diponegoro tersinggung dan mengganti patok-patok tersebut dengan tombak. Karena bagi orang Jawa "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati" artinya "sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati”.

Akibatnya terjadi kerusuhan antara pengikut Pangeran Diponegoro dan Patih Danurejo lV. Saat kerusuhan ini terjadi Belanda ingin menangkap Pangeran Diponegoro melalui Pangeran Mangkubumi. Namun justru Pangeran Mangkubumi mempengaruhi Pangeran Diponegoro untuk tidak menemui Belanda. 

Pada 18 Juli 1825, Belanda menyerbu Puri Tegalrejo kediaman Pangeran Diponegoro dengan mengerahkan sekitar 700 serdadu dengan artileri penuh menembaki Puri Tegalrejo dengan meriam sehingga banyak pohon dan bangunan-bangunan terbakar. Pangeran Diponegoro melarikan diri ke arah barat kemudian berbelok ke selatan Selarong. Perang yang seharusnya dimulai sebulan kemudian tepatnya di daerah Majasto, Klaten menjadi lebih awal. 

Pangeran Diponegoro menuju markas yang sudah beliau siapkan sebelumnya yakni di goa Selarong. Dalam beberapa hari sudah terkumpul pasukan sebanyak 3.000 pasukan yang terdiri dari para pangeran dan para santri. Hal ini menunjukkan bahwa Pangeran Diponegoro sudah mempersiapkan perang ini sebelumnya. Dalam beberapa pekan berikutnya sudah terkumpul lebih dari 10.000 orang yang membantu perjuangan beliau.

Terdapat sekitar â…” pangeran keraton yang bergabung dengan Pangeran Diponegoro antara lain putra Hamengkubuwono l, putra Hamengkubuwono ll dan putra Hamengkubuwono lll. Dan ini merupakan pertamakali nya kaum santri dan kaum bangsawan bersatu dalam satu komando. Jangkauan perang Jawa membentang dari Banyumas di sebelah barat hingga Kertosono di sebelah timur.

Perang Jawa ini menghabiskan dana sekitar 20.000.000 gulden. Dalam perang ini Pangeran Diponegoro menggunakan strategi gerilya hingga membuat Belanda sangat kewalahan dalam menghadapi perang Jawa ini. Hingga pada tahun 1827, Belanda menemukan sebuah cara untuk menghadapi Pangeran Diponegoro yakni benteng stelsel.

Pada saat terjadi pertempuran di daerah Badu, Magelang Pangeran Diponegoro terkepung oleh 4.500 pasukan Belanda sementara beliau hanya bersama 1.200 pasukan. Waktu itu sedang pelaksanaan sholat Jumat, Pangeran Diponegoro menjadi Bilal sholat Jumat dan Kyai Modjo menjadi Khotib. Pada saat Belanda menyerbu, kyai Modjo yang awalnya ingin membaca surah Al jumu'ah tidak jadi dan akhirnya membaca surah Al ikhlas. 

Kemudian perang dimulai, pasukan Pangeran Diponegoro dengan gagah berani menghadang pasukan Belanda
 Diceritakan bahwa saat itu terdapat kabut yang menutupi kedudukan Pangeran Diponegoro dan kemudian Pangeran Diponegoro dan pasukannya bergerak ke arah lain. Dan menyerang pasukan Belanda dari arah lain.

Eropa yang sebelumnya belum pernah menghadapi perah sedahsyat Perang Diponegoro kemudian menurunkan seluruh veteran perang Napoleon. Namun pasukan kiriman Belanda tersebut tidak ada yang berkutik menghadapi Pangeran Diponegoro. Hingga akhirnya dibangunlah 280 benteng untuk menghadapi Pangeran Diponegoro. 

Tujuan dari dibangunnya benteng ini adalah untuk memudahkan pasukan Belanda mengetahui pergerakan pasukan Pangeran Diponegoro. Untuk itu disetiap benteng dibangun jalan untuk mencegat pasukan Pangeran Diponegoro sehingga terpecah-belah. 

Pada tahun 1829, Sentot mengajukan permohonan untuk menarik pajak dari rakyat. Mengapa demikian? Dulu waktu Pangeran Diponegoro mengorganisir wilayah luas administrasi dipimpin oleh Patih Abdullah Danurejo dari Banyumas beliau dengan lancar untuk membina rakyat untuk menanam padi kemudian padi disisihkan untuk jihad fisabilillah.

Namun saat benteng stelsel ini diterapkan hal ini tidak bisa lagi dilakukan. Karena tidak tahu harus bagaimana panglima-panglima perang Pangeran Diponegoro mengajukan untuk menarik pajak langsung ke masyarakat. Pangeran Diponegoro pun bimbang akan hal ini. Banyak panglima yang tidak tahu harus bagaimana dan akhirnya banyak yang menyerah.

Pangeran Diponegoro didesak ke arah barat. Jenderal Hendrik Merkus baron de Kock berencana menghabisi Pangeran Diponegoro beserta semua pengikutnya diantara sungai Progo dan sungai Bogowonto (sekarang Kabupaten Kulonprogo). Namun Pangeran Diponegoro berhasil lolos ke barat hingga ke Kabupaten Bagelen Barat (sekarang Kebumen).

Ketika terjadi pertempuran Gowong pada bulan November 1829 Pangeran Diponegoro disergap oleh Letnan Kolonel Louis du Perron dan Mayor A.V Michiels yang membuat beliau terpisah dari pasukannya dan hanya ditemani oleh dua orang abdi Punokawan yaitu Banteng wareng dan Joyosuroto. Pangeran Diponegoro bersa abdi Punokawan asuk ke dalam hutan. 

Selama di dalam hutan mereka memakan buah-buahan hutan hingga Pangeran Diponegoro terkena penyakit malaria trobicana. Kemudian beliau didatangi utusan untuk menawarkan perdamaian. Tapi beliau ingin menyerah. Beliau terus bergerilya walau dalam keadaan sakit. 

Akhirnya beliau dijemput oleh pasukannya Basah Gondokusumo dan Basah Mertonegoro kemudian Pangeran Diponegoro mengajak bersumpah untuk perang sampai titik darah penghabisan pada saat itu. Tapi diplomasi Kolonel Tirens kepada Alibasa Kertopengalasan mulai mengalami titik terang. 

Sehingga Alibasa Kertopengalasan mengirim surat kepada Pangeran Diponegoro. Memberi saran untuk mau menerima ajakan berunding dengan Belanda karena rakyat sudah kelelahan dalam berperang. Sehingga khawatir apabila diteruskan akan ada kerugian besar. Maka diberi jeda sebentar agar rakyat siap untuk berperang. 

Pangeran Diponegoro kemudian setuju berunding di Magelang. Pada mulanya Pangeran Diponegoro hanya diikuti 400 pasukan. Begitu sampai di Magelang sudah membengkak menjadi 2000 pasukan. Sepanjang jalan orang bergabung dan mempersembahkan berbagai macam makanan, pakaian dan kain kepada Pangeran Diponegoro.

Pada akhirnya de Kock mengambil kesimpulan rakyat mungkin lelah tapi cinta mereka kepada Pangeran Diponegoro tidak hilang sama sekali. Hal ini terbukti sudah 5 bulan Belanda menawarkan 20.000 gulden untuk kepala Pangeran Diponegoro tidak ada rakyat yang menyerahkan Pangeran Diponegoro. 

Pangeran Diponegoro sampai di Magelang pada bulan Ramadhan. Sesampainya di Magelang beliau tidak ingin berbicara mengenai perang dan politik dan selama Ramadhan beliau beribadah disebuah tempat bernama Matesih. Hingga pada 27 Maret beliau menunaikan sholat Idul Fitri. Setelah itu beliau beramah-tamah menyambut pasukan dan orang-orang yang datang selama satu hari.

Pada pagi hari tanggal 28 Maret, beliau mengajak beberapa pengikutnya mengunjungi Jenderal de Kock di Wisma residen. Ternyata oleh de Kock dimaknai sebagai saat berunding. Kemudian Pangeran Diponegoro menolak dan mengatakan bahwa beliau kesana hanya untuk silaturahmi. De kock tetap menginginkan perang segera usai. De kock sangat tertekan, ia sudah menyiapkan pasukan berlapis-lapis untuk menangkap Pangeran Diponegoro jika perundingan gagal dan memang perundingan dirancang gagal. 

Mengapa demikian? Beliau memberikan beberapa tuntutan kepada Belanda. Tuntutan tersebut antara lain:
1. Pangeran Diponegoro ingin diakui sebagai ratu Panatagama Islam se tanah jawa karena tujuan Pangeran Diponegoro dalam berperang adalah membangun keluhuran agama Islam di tanah Jawa.
2. Belanda meninggalkan wilayah Mataram semuanya seperti zaman Sultan Agung tidak boleh memasuki wilayah Mataram. Jika membutuhkan jasa Belanda maka Belanda harus menjadi pedang bagi orang beriman. Hanya melaksanakan apa yang diperintahkan dan akan dibayar sesuai jasa.
3. Jika Belanda ingin berdagang tidak ada monopoli perdagangan.
4. Jika Belanda mau masuk Islam semuanya maka Belanda akan menjadi saudara dijalan Allah.

Itulah tadi tuntutan Pangeran Diponegoro kepada Belanda dan beliau tidak mundur sedikitpun. De kock menganggap tuntutan tersebut tidak masuk akal. De kock mengatakan bahwa Pangeran Diponegoro harus menghadap pejabat yang lebih tinggi dari de kock di Salatiga. Tapi itu hanya tipuan de kock agar perang cepat usai. 

Pangeran Diponegoro kemudian dibawa ke Semarang dari Semarang dikapalkan ke Batavia. Di Batavia di tahan satu bulan lebih dari Batavia dikapalkan ke Manado melalui Ambon. Ditawan di Manado selama 2 ½ tahun dari Manado dipindahkan ke Makassar sampai akhir hayat beliau pada 8 Januari 1855.

Setelah Pangeran Diponegoro wafat perang Jawa pun berakhir dan tidak ada perlawanan yang besar setelah perang Jawa. Akibat perang Jawa inilah Belanda mengalami kerugian yang sangat besar, utang Belanda membengkak dan terjadi pemberontakan di Belanda selatan kemudian berdirilah negara Belgia. Akibat perang ini juga Kesultanan Yogyakarta menjadi seluas DIY sekarang.

Atas jasa-jasanya Pangeran Diponegoro dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1973 melalui Keppres No 87/TK/1973. Selain itu, Pakubuwana VI telah ditetapkan pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional berdasarkan S.K. Presiden RI No. 294 Tahun 1964, tanggal 17 November 1964.

d. Perlawanan Radin Intan ll (1851-1858)
                          Radin intan ll 
Radin Intan ll adalah putra dari Radin Inten Kesuma atau Radin Imba II dan Ratu Mas. Beliau lahir pada 1 Januari 1834 di Kuripan, Lampung. Radin Inten II lahir dan besar tanpa mengenal ayahnya. Sebab, pada tahun 1834 ayahnya ditangkap Belanda dan diasingkan ke Timor 

Radin Imba II ditangkap Belanda karena melakukan perlawanan. Beliau memimpin perlawanan bersenjata terhadap kehadiran Belanda di Lampung. Saat Radin Imba II ditangkap dan diasingkan, istrinya Ratu Mas sedang mengandung Radin Inten II. Saat itu Ratu Mas tidak ditangkap dan diasingkan oleh Belanda.

Setelah Radin Imba ditangkap dan diasingkan oleh Belanda, pemerintahan Keratuan Lampung dipegang oleh dewan perwakilan dibawah kendali Belanda. Walaupun Radin Inten lahir tanpa mengenal ayah, namun ibunya selalu bercerita tentang perjuangan ayahnya. 

Pada tahun 1850, Radin Inten dinobatkan sebagai ratu dengan gelar Radin Inten II Gelar Kusuma Ratu. Pada saat itu beliau masih berumur 16 tahun. Setelah dinobatkan menjadi ratu beliau kemudian meneruskan perjuangan ayahnya memimpin masyarakat Lampung Selatan mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayahnya. Perjuangannya mendapat dukungan luas dari masyarakat Lampung Selatan dan mendapat bantuan dari daerah lain seperti Banten. 

Salah satunya bersama H. Wakhia, tokoh Banten yang berperang melawan Belanda lalu mengungsi ke Lampung. Radin Intan II mengangkat H.Wakhia sebagai penasehatnya. H. Wakhia mengerahkan perlawanan di daerah Semaka dan Sekampung, menyerang markas Belanda. Selain itu Radin Inten mendapat dukungan dari Singa Beranta dan Saibatin Marga Rajabasa.

Pada saat yang sama, Radin Intan II memperkuat benteng yang sudah ada dan membangun benteng baru. Benteng-benteng ini dipersenjatai dengan meriam, lila, dan senjata tradisional. Makanan seperti beras dan hewan ternak disiapkan di dalam benteng sebagai persiapan menghadapi perang yang diperkirakan akan berlangsung lama.

Semua benteng ini terletak di punggung gunung yang curam, sehingga menyulitkan musuh untuk mendapatkan akses. Beberapa panglima perang ditunjuk untuk memimpin benteng. Dalam sejarah, Singaberanta menguasai benteng Bendulu, sedangkan Radin Intan II sendiri menguasai benteng yang cukup besar.

Pada tahun 1851 Belanda mengirimkan pasukan dari Batavia. Pasukan berjumlah 400 pasukan yang dipimpin oleh Kapten Jucht bertugas merebut benteng Ketimbang. Namun mereka berhasil dipukul mundur oleh pasukan Radin Intan II. Belanda memerintahkan asisten residen Teluk Betung bernama Kapten Kohler untuk mengadakan perundingan dengan Radin Intan II.

Setelah beberapa kali perundingan, tidak tercapai kesepakatan untuk tidak saling menyerang. Belanda tidak mengakui keberadaan Negara Ratu dan Raden Intan II juga mengakui kekuasaan Belanda di tempat yang sudah mereka duduki. Perjanjian tersebut hanya dijadikan sebagai jeda damai bagi Belanda untuk menunggu kesempatan melancarkan serangan besar-besaran.

Belanda yakin posisinya di Lampung Selatan akan terus terancam selama Radin Intan II masih berkuasa. Namun Belanda berusaha memecah belah penduduk Lampung Selatan sebelum melancarkan serangan baru. Kelompok yang satu diadu dengan kelompok yang lain. Di kalangan masyarakat ditimbulkan suasana saling mencurigai. Tugas tersebut dipercayakan kepada Kapten Kohler.

Pada tanggal 10 Agustus 1856, Belanda memberangkatkan pasukan dari Batavia dengan membawa beberapa kapal perang
 Pasukan ini dipimpin oleh Kolonel Welson, dan terdiri dari infanteri, artileri, dan insinyur, serta sejumlah besar kuli angkut. Keesokan harinya mereka sampai di Canti Kekuatan mereka bertambah dengan masuknya pasukan Djajadilampung II seorang bangsawan Lampung yang memihak Belanda.

Rombongan kapal perang Belanda memasuki perairan Lampung Selatan terlihat oleh Singaberanta dari Benteng Bendulu. Ia segera mengirimkan kurir ke Benteng Ketimbang, bermaksud melaporkan hal tersebut kepada Radin Intan II, yang kemudian memerintahkan pasukannya untuk bersiap di benteng lain.

Belanda memberi peringatan kepada Radin Intan II agar ia dan seluruh pasukannya menyerah paling lambat lima hari. Jika tidak, Belanda akan melancarkan serangan. Singaberantajuga menerima surat desakan perdamaian. Sambil menunggu balasan dari Radin Intan II dan Singaberanta, pasukan Belanda melakukan konsolidasi. Radin Intan II pun meningkatkan persiapannya.

Benteng diperkuat, beberapa orang kepercayaannya disuruh pergi ke daerah-daerah yang dikuasai Belanda untuk mengorganisir orang-orang di daerah tersebut untuk melakukan perlawanan. Radin Intan II dan Singaberanta tidak menanggapi peringatan tersebut hingga batas waktu yang ditentukan. 

Maka pada tanggal 16 Agustus 1856, pasukan Belanda mulai melakukan penyerangan. Tujuan mereka hari itu adalah merebut Benteng Bendulu. Pukul 08.00 mereka sampai di Bendulu setelah berjalan agak jauh menaiki punggung bukit yang terjal. Namun, mereka tidak menemukan benteng itu kosong.

Ternyata Singaberanta memindahkan sebagian pasukannya ke tempat lain. Dia tidak secara sadar menghindari peperangan terbuka, percaya bahwa kekuatan lawan yang dia hadapi tidak lebih kuat. Pasukannya ditempatkan pada posisi yang cukup tersembunyi, bertugas mencegat patroli tentara Belanda yang keluar dari benteng.

Setelah benteng Bendulu ditaklukkan, sebagian tentara Belanda berpindah ke benteng Hawi Berak yang berhasil mereka kuasai pada tanggal 19 Agustus 1856. Keponakan Singaberanta dan 14 orang lainnya ditangkap pasukan Belanda di Bendulu. 

Mereka terpaksa menunjukkan di mana Singaberanta berada dan menunjukkan jalan menuju Ketimbang. Mereka mengatakan tidak tahu. Namun mereka terpaksa menunjukkan dimana Singaberanta menyimpan senjatanya seperti 25 tabung mesiu, 1 pucuk meriam, 4 pucuk lila, dan beberapa pucuk senapan.
Tujuan utama Belanda adalah merebut benteng tersebut, karena Radin Intan II sedang bertahan di benteng tersebut. Untuk merebut benteng tersebut, Kolonel Welson membagi tiga pasukan. 

Satu pasukan bergerak dari Bendulu ke arah selatan dan timur Gunung Rajabasa, satu pasukan bergerak ke Kalianda dan Way Urang dengan tugas merebut benteng Merambung kemudian melanjutkan perjalanan langsung ke Ketimbang. Pasukan ketiga bergerak dari Panengahan untuk merebut Benteng Salai Tabuhan kemudian melanjutkan perjalanan ke Ketimbang.

Ternyata implementasinya tidak semudah yang direncanakan. Kesulitan utamanya adalah Belanda masih belum tahu cara menuju Ketimbang. Penduduk setempat yang tertangkap menolak menunjukkan jalan. Oleh karena itu, pasukan yang dikomandoi langsung oleh Kolonel Welson dan sudah menduduki Hawi Berak harus kembali ke Bendulu.

Pasukan lain yang dipimpin oleh Mayor van Ostade berhasil mencapai Way Urang yang penduduknya sudah lebih dulu memihak Belanda. Meski serangan pasukan Radin Intan II berhasil menahan pasukan tersebut di Kelau, Penengahan, Lampung Selatan. Belanda kemudian berhasil menaklukkan Benteng Merambung.

Sebenarnya lokasi Benteng Ketimbang tidak jauh dari Benteng Merambung. Namun pihak Belanda tidak mengetahui hal tersebut. Baru pada tanggal 26 Agustus 1856 mereka dapat mengatasi kesulitan mencari jalan menuju Ketimbang. Hari itu Belanda berhasil menangkap dua orang pemuda. Salah satunya tertembak saat melarikan diri. Yang lain diancam akan dibunuh jika tidak menunjukkan jalan Ketimbang. Pemuda itu terpaksa mengikuti keinginan Belanda.

Begitu jalan menuju Ketimang ditemukan, Kolonel Welson memerintahkan pasukannya untuk segera menyerang. Saat fajar tanggal 27 Agustus 1856 mereka berangkat. Sesampainya di Galah Tanah pada pukul 10.00, mereka dicegat oleh pasukan Radin Intan II. Pertempuran di tempat ini dimenangkan oleh Belanda. Begitu pula dengan pertempuran selanjutnya di Pematang Sentok.

Sebagian pasukan tetap di Pematang Sentokdan sebagian lagi bergerak ke Ketimbang. Pasukan ini sudah tiba Ketimbang saat siang hari. Disusul Pasukan lain datang termasuk pasukan Djajadilampung II. Namun, benteng tersebut sudah ditinggalkan oleh Radin Inten dan pasukannya. Di benteng ini Belanda menemukan makanan dalam jumlah besar. Benteng Ketimbang jatuh ke tangan Belanda. Namun Kolonel Welson kecewa karena Radin Inten II tidak ditangkap atau menyerah.

Kolonel Welson mengirimkan pasukannya ke berbagai lokasi untuk mencari Radin Intan II. Padahal Radin Intan II menyebarkan berita bohong melalui orang-orang terpercaya untuk membingungkan  Belanda. Ada kabar Radin Intan ll menyerah di Way Urang. Rupanya orang yang dicarinya tidak ada seorang wanita juga mengatakan bahwa Radin Inten II berada di Rindeh dan hanya ditemani beberapa pengikutnya. Berita tersebut ternyata merupakan berita palsu.

Suatu ketika Belanda mengetahui tempat persembunyian Radin Inten II. Tempat itu dikepung di bawah pimpinan Kapten Kohler. Namun Radin Intan II tidak berhasil lolos. Pada bulan Oktober 1856, Belanda telah memulai operasi militer selama 2½ bulan. Satu persatu benteng pertahanan Radin Intan II berhasil direbut. Namun menurut pihak Belanda, Radin Intan II belum berhasil ditangkap.

Sementara itu, pihak Belanda mendapat laporan bahwa Radin Intan II menuju bagian utara Lampung Selatan melintasi jalan Seputih. Kabar lain mengabarkan Singaberanta berada di Pulau Sebesi. Belanda mengarahkan pasukannya untuk memotong jalan Radin Intan II. Belanda mengirim pasukan ke Pulau Sabesi untuk mencari Singaberanta. Namun, Radin Intan ll maupun  Singaberanta tidak ditemukan disana. Kolonel Welson hampir putus asa karena merasa dipermainkan oleh anak berusia 22 tahun.

Pada akhirnya, Welson menemukan cara lain. Ia berhasil memanipulasi Radin Ngerapat. Raden Ngerapat setuju untuk bekerja sama dengan Belanda. Radin Ngerapat mengundang Radin Intan II untuk bertemu. Ia mengatakan ingin membahas bantuan yang diberikannya kepada Radin Intan II. Radin Inten II menerima undangan tersebut tanpa rasa curiga. 

Pertemuan tersebut diadakan pada malam tanggal 5 Oktober 1856, di suatu tempat dekat Kunyanya. Radin Intan II didampingi salah seorang pengikutnya. Radin Ngerapat juga didampingi beberapa orang. Namun di lokasi yang tersembunyi, beberapa pasukan Belanda siap turun tangan jika diperlukan. Radin Ngerapat mengajak Radin Intan II dan para pendampingnya untuk menyantap makanan yang dibawanya terlebih dahulu.

Saat Radin Intan ll sedang makan, tiba-tiba ia diserang oleh Radin Ngerapat dan anak buahnya. Pertarungan yang tidak seimbang pun terjadi. Pasukan Belanda keluar dari persembunyiannya dan bergabung menyerang Radin Intan ll secara bersama-sama. Dalam pertarungan tersebut Radin Intan ll wafat pada 5 Oktober 1858 dengan usia 22 tahun. Atas jasa-jasanya beliau dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada tahun 1986. Berdasarkan SK No. 082 tanggal 23 Oktober 1986. Nama beliau diabadikan sebagai nama bandara, perguruan tinggi, dan halte busway.

e. Perlawanan Sultan Thaha Syaifuddin (1858-1904)
                Sultan Thaha Syaifuddin
(Sumber:https://id.m.wikipedia.org/wiki/Thaha_Syaifuddin_dari_Jambi)

Sultan Thaha lahir di Istana Tanah Pilih, Kampung Gedang, Kesultanan Jambi pada tahun 1816. Beliau merupakan putra dari Sultan Muhammad Fachrudin. Saat kecil beliau bernama Raden Thaha Djayadiningrat. Pada tahun 1841, Sultan Thaha diangkat menjadi Pangeran Ratu atau Perdana Menteri setelah kematian ayahnya dan naik takhtanya pamannya. Sultan Thaha memulai misinya dengan memberantas buta huruf di tanah air. Dewan Menteri yang diketuainya berpesan agar seluruh masyarakat mampu membaca dan menulis Al-Qur'an.

Pada tahun 1855, Sultan Thaha akhirnya naik tahta sebagai Sultan dari Kesultanan Jambi. Posisi ini memungkinkannya untuk berkembang lebih jauh. Namun Sultan Thaha memahami bahwa permasalahan utama dari semua permasalahan yang ada adalah keberadaan Belanda. Sultan Thaha kemudian memimpin perlawanan masyarakat Jambi dalam pertempuran sengit di Muara Kupeh pada tahun 1858. Dalam menjalankan tugas tersebut, Sultan Thaha mendapat dukungan penuh dari rakyatnya. Sultan bahkan mengucapkan sumpah di hadapan rakyat yang kemudian dikenal dengan Sumpah Setih Setia.

Perlawanan yang dilancarkan Sultan Thaha begitu menyusahkan Belanda sehingga mereka melakukan penyelidikan untuk mengetahui kelemahan Sultan Thaha. Penyelidikan untuk menemukan titik lemah Sultan Thaha dipimpin oleh Christiaan Snouck Hurgronje. Salah satu penyelidikan yang dilakukan adalah mengungkap tempat persembunyian Sultan Thaha. Upaya itu membuahkan hasil. Belanda akhirnya mengetahui tempat persembunyian Sultan Thaha, yaitu di tepi sungai Aro. Pasukan Belanda pun melancarkan serangan mendadak ke tempat persembunyian tersebut. Pasukan yang kaget mencoba melarikan diri menyusuri Sungai Aro.

Namun, Sultan Thaha sudah tidak bersama pasukannya lagi ketika menyelamatkan diri. Sultan Thaha rupanya tewas dalam serangan mendadak. Sultan Thaha dinyatakan meninggal di Desa Betung Bedara pada tanggal 26 April 1904. Tempat meninggalnya Sultan Thaha kini menjadi bagian dari Kecamatan Tebo Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Setelah itu perang dinyatakan berakhir. Atas jasa-jasanya beliau dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia pada 27 Oktober 1977 berdasarkan SK Nomor 079/TK/1977.

f. Perang Banjar (1859-1905)
                  Pangeran Antasari 
          (Sumber: https://pin.it/7tiIfNg)
Perang Banjar adalah perang antara Kesultanan Banjar dan Kerajaan Belanda. Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II ikut serta dalam Perang Banjar. Siapakah sebenarnya tokoh yang terlibat dalam perang tersebut? Bagaimana kronologi Perang Banjar? Apa dampak dari perang Banjar? Mari kita bahas. 

Pangeran Antasari merupakan putra dari Pangeran Masud bin Pangeran Amir beliau lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar pada tahun 1797. Pangeran Hidayatullah ll beliau merupakan putra dari Sultan Muda Abdur Rahman dan Ratu Siti. Beliau lahir pada 1822 Martapura, Kesultanan Banjar. Beliau terlahir dengan nama Gusti Andarun.

Belanda dan Kesultanan Banjar mulai berinteraksi sekitar tahun 1840-an. Belanda kemudian memulai strategi untuk melakukan intervensi di beberapa wilayah Kesultanan Banjar dan memadamkan perselisihan yang ada. Sebagai imbalannya, Belanda memperoleh hak khusus untuk mencampuri urusan dalam negeri Kesultanan Banjar.

Pada tahun 1857, Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah II sebagai sultan Banjar. Padahal yang seharusnya menjadi sultan adalah Pangeran Hidayatullah ll. Hal tersebut sudah tertulis dalam surat wasiat Sultan Adam yang menyatakan bahwa penerus tahta adalah Pangeran Hidayatullah ll.

Sikap Belanda tersebut kemudian menimbulkan perlawanan dari rakyat Banjar pada 28 September 1859 yang dipimpin oleh Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II. Pangeran Antasari memimpin penyerangan terhadap benteng Belanda dan tambang batu bara di daerah Pengaron.

Dalam penyerangan itu tentara Belanda dilumpuhkan dan pasukan Pangeran Antasari mampu menguasai tambang batu bara Pengaron. Setelah itu terjadi beberapa pertempuran di tempat lain, seperti Pertempuran Benteng Tabanio pada bulan Agustus 1859, Pertempuran Benteng Gunung Lawak pada bulan September 1859, Pertempuran Munggu Tayur pada bulan Desember 1859 dan Pertempuran Amawang pada bulan Maret 1860.

Pasukan Belanda membalas serangan Pangeran Antasari dan menangkap keluarga Pangeran Hidayatullah II. Kemudian Pangeran Hidayatullah ll diminta keluar dari persembunyiannya oleh Belanda. Pangeran Hidayatullah ll pun keluar dari persembunyiannya untuk menyelamatkan keluarganya. Namun, Belanda menangkap Pangeran Hidayatullah ll dan membuangnya ke Cianjur. Hal itu tidak menyurutkan semangat Pangeran Antasari untuk melakukan perlawanan. Ia terus berjuang di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. 

Pangeran Antasari juga membangun tujuh bagian benteng di Teweh untuk memperkuat pertahanan rakyat. Perang Banjar mulai mereda ketika Pangeran Antasari mulai melemah karena penyakit paru-paru dan cacar. Perjuangan beliau berlanjut hingga wafatnya Pangeran Antasari pada 11 Oktober 1862. Gusti Mat Seman, Gusti Acil, Gusti Muhammad Arsyad dan Antung Durrahman terus berjuang dalam Perang Banjar hingga titik darah penghabisan.Perang Banjar berakhir pada tahun 1905 dengan kemenangan Belanda.

Dampak dari perang ini adalah Kesultanan Banjar dan pemerintahan-pemerintahan bawahan dari Kesultanan Banjar dibubarkan oleh Belanda. Tujuan dibubarkannya Kesultanan Banjar adalah untuk menghindari terjadinya perlawanan dari rakyat Kalimantan Selatan. Sedangkan dibubarkannya pemerintahan-pemerintahan bawahan dari Kesultanan Banjar agar tidak ada penerus dari kerajaan. Atas jasa-jasanya Pangeran Antasari ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 1968.

g. Perang Aceh (1873-1904)
1. Cut Nyak Dien 
2. Teuku Umar
3. Teungku Cik di Tiro
4. Panglima Polem
5. Cut Nyak Meutia 

Sumber gambar:
(https://kepustakaan-kowani.perpusnas.go.id/tokoh-wanita/cut-nyak-dhien)
(https://www.kompasiana.com/amp/arielmauliza/55008af4a333117f73511324/masa-muda-teuku-umar)
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Teungku_Chik_di_Tiro)
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Cut_Nyak_Meutia) (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Panglima_Polem_IX)

Perang Aceh merupakan perjuangan Kesultanan Aceh melawan Belanda. Tokoh yang terlibat dalam perang ini adalah Sultan Mahmud Syah, Sultan Muhammad Daud Syah, Panglima Polem, Teungku Cik di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, dan Cut Nyak Meutia yang merupakan tokoh perang dari Aceh. 

Apa penyebab terjadinya Perang Aceh? Bagaimana jalannya Perang Aceh? Bagaimana ending dari Perang Aceh? Apa dampak yang ditimbulkan setelah perang Aceh usai? Semua itu akan kita bahas disini.

Pada tanggal 17 Maret 1824, Inggris dan Belanda sepakat untuk membagi wilayah jajahan Indonesia dan Semenanjung Malaya yang dikenal dengan Traktat Sumatera. Salah satu penyebab terjadinya Perang Aceh adalah ekspansi politik Belanda akibat Traktat Sumatera, yang mana Inggris memberikan izin kepada Belanda untuk menguasai Sumatera. Perjanjian tersebut menetapkan bahwa Belanda tidak dapat mencampuri kemerdekaan Aceh. Namun dalam prakteknya, Belanda terus melakukan upaya penyerangan ke wilayah Aceh yang jauh dari ibu kota. 

Sultan Aceh pun semakin waspada dan siap menghadapi setiap kemungkinan yang ada. Kekhawatiran Aceh bertambah ketika Inggris dan Belanda menandatangani traktat Sumatera pada tahun 1871. Alhasil, Aceh mulai memperkuat diri dengan menjalin hubungan dengan Turki, Italia, dan Amerika Serikat. Pemerintah Hindia Belanda yang tidak ingin campur tangan pihak luar menggunakan hubungan diplomatik ini sebagai dalih untuk menyerang Aceh.

Penyerangan tentara Belanda terjadi pada tanggal 5 April 1873 di bawah komando Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler. Pasukan Aceh yang terdiri dari para ulebalang, ulama dan rakyat terus diserang oleh pasukan Belanda. 
Pertempuran sengit terjadi di wilayah pesisir dan kota. Jenderal Johan Harmen Rudolf Köhler gugur dalam Pertempuran Masjid Raya Baiturrahman. Akibatnya Belanda harus mundur ke pantai. 

Setelah serangan pertama gagal, Belanda menggandakan kekuatannya dan melancarkan serangan kedua pada 9 Desember 1873 yang dipimpin oleh Jan van Swieten. Dalam penyerangan tersebut, Belanda berhasil membakar Masjid Baiturrahman dan menaklukkan Istana Sultan. Dengan jatuhnya Masjid Baiturrahman dan istana sultan membuat Belanda mendeklarasikan Aceh sebagai wilayah kekuasaannya. Namun ulebalang, rakyat, dan ulama tidak mengindahkan deklarasi Belanda dan terus menyerang. 

Penobatan Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah pada tahun 1884 menandai babak baru Perang Aceh. Pasalnya para pemimpin militer Aceh seperti Tuanku Hasyim, Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro mendeklarasikan perang Sabil pada penobatan ini, yaitu perang suci untuk melindungi agama dan tanah air dari kezaliman di dunia. 

Seiring meningkatnya Perang Sabil, perlawanan masyarakat Aceh pun semakin meluas. Misalnya Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien yang Bersungguh-Sungguh melawan Belanda di barat. Belanda lambat laun kewalahan menghadapi perang gerilya dan menghindari masalah ini dengan menerapkan strategi yang disebut konsentrasi stelsel.

Strategi Konsentrasi Stelsel dilakukan dengan cara mengkonsentrasikan pasukan agar dapat berkumpul dengan lebih baik. Ketika cara ini terbukti tidak efektif, Belanda mencoba strategi baru dengan sekali lagi mengundang Christiaan Snouck Hurgronje untuk mempelajari sistem sosial masyarakat Aceh.

Untuk menerobos pertahanan Aceh, Christiaan Snouck Hurgronje menghabiskan dua tahun menyamar untuk menyelidiki detail kehidupan dan semangat juang masyarakat Aceh. Hurgronje yang menggunakan nama samaran Abdul Gafar berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa kekuatan Aceh terletak pada peran ulama.

Penemuan ini menjadi dasar terciptanya taktik perang baru, termasuk pembentukan pasukan Marchausse yaitu pasukan Indonesia di bawah komando perwira Belanda. Dengan kekuatan dari pasukan tersebut, Belanda berhasil mematahkan serangan gerilya Aceh. Pada tahun 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh.

Sepeninggal Teuku Umar, sultan dan panglima Polem memutuskan pindah untuk menghindari nasib yang sama. Namun mereka harus mundur setelah berhasil menguasai pasukan musuh. Pada tahun 1903, Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem pun menyerah setelah berulang kali ditekan. 

Peristiwa ini membuka jalan bagi pemerintah Belanda untuk memantapkan kekuasaannya atas seluruh Kesultanan Aceh. Perang Aceh berakhir pada tahun 1904 sekaligus mengakhiri Kesultanan Aceh. Meski Kesultanan Aceh runtuh, namun semangat juang masyarakat tersebut sulit padam hingga masa pendudukan Jepang. 

Para pejuang di perang Aceh mendapatkan penghargaan sebagai pahlawan nasional Indonesia dua diantaranya adalah Cut Nyak Dhien, dan Cut Nyak Meutia. Cut Nyak Meutia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964 dan Cut Nyak Dien dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 2 Mei 1964 melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 241 Tahun 1964.

h. Perang Batak (1878-1907)
                 Sisingamangaraja XII
(Sumber:https://www.kompasiana.com/amp/www.roysimamora.com/55194e46a333110317b6598c/sisingamangaraja-xii-semangat-pejuang-yang-menginspirasi)

Tokoh yang terlibat dalam perang ini adalah Sisingamangaraja XII. Siapakah beliau? Sisingamangaraja XII lahir dengan nama Patuan Bosar Sinambela. Beliau lahir pada 18 Februari 1845
Bangkara, Toba. Beliau merupakan putra dari Raja Sohahuaon Sinambela (Sisingamangaraja XI) dan Boru Situmorang.

Pemerintah kolonial Belanda baru mampu menguasai Pulau Sumatera pada pertengahan abad ke-19, kecuali wilayah Aceh dan Batak. Interaksi antara Belanda dan Batak dimulai sekitar tahun 1870-an. Saat itu banyak misionaris yang mencoba menyebarkan agama Kristen di daerah Batak dan Tapanuli.

Perlawanan masyarakat Tapanuli terhadap Belanda disebabkan karena agama Batak kuno yang mereka anut terancam oleh kehadiran agama Kristen. Sebagai Raja Batak, Sisingamangaraja XII menggagalkan segala upaya misionaris Belanda untuk menyebarkan agama Kristen di wilayah Batak.

Hal ini dilakukan karena Sisingamangaraja khawatir berkembangnya agama Kristen akan menggerogoti kepercayaan dan tradisi animisme masyarakat Batak. Pada 1877 Sisingamangaraja XII mengusir Zending (penyebar agama Kristen) yang memaksa rakyat Batak masuk Kristen. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya penolakan Kristenisasi di Batak.

Menanggapi pengusiran Sisingamangaraja XII, para misionaris meminta perlindungan kepada pemerintah kolonial Belanda. Pada tanggal 6 Februari 1878, tentara Belanda tiba di Pearaja (pedalaman Sumatera Utara) dan bergabung dengan misionaris Belanda. Kedatangan tentara Belanda di wilayah Batak mendorong Sisingamangara XII mengumumkan perang pada 16 Februari 1878 dengan menyerang pos-pos Belanda di Bahal Batu. Pasukan Sisingamangaraja bergabung dengan pejuang Aceh pada bulan Desember 1878 untuk berperang melawan Belanda.

Pasukan gabungan Sisingamangaraja XII dan Aceh berhasil menduduki pedalaman Sumatera Utara, namun Belanda berhasil menghalau kekuatan tersebut ketika memasuki wilayah perkotaan. Perang Batak antara Sisingamangaraja XII melawan Belanda sempat seimbang pada tahun 1880-an. Serangan Sisingamaraja XII pada bulan Agustus 1889 menduduki wilayah Lobu Talu dan menewaskan beberapa tentara Belanda. Namun, Lobu Talu tak lama diduduki karena Belanda mendatangkan bantuan dari Padang untuk merebut kembali Lobu Talu dari tangan Sisingamangaraja XII. 

Perlawanan Sisingamagaraja XII dalam Perang Batak mulai mereda ketika Belanda menduduki kawasan Huta Paong pada bulan September 1889. Usai merebut Huta Paong, Belanda terus memburu Sisingamangaraja dan pasukannya hingga terjadi pertempuran di daerah Tamba. Dalam pertempuran ini, pasukan Batak berhasil dikalahkan dan melarikan diri ke wilayah Horion. Belanda terus mengikuti arah pelarian Sisingamangaraja XII dan prajuritnya. Bahkan, Belanda menggunakan orang dari Senegal, Afrika untuk membantu Belanda.

Pada tahun 1907, Belanda berhasil mengepung Sisingamangaraja XII di daerah Dairi, namun Sisingamangaraja XII tidak mau menyerah. Sisingamangaraja XII dan prajuritnya bertempur sampai titik darah penghabisan dan tewas dalam pengepungan tersebut. Sisingamangaraja XII dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 November 1961. Berdasarkan SK Presiden No.590/1961.

9. Perang Puputan Jagaraga
                  I Gusti Ketut Jelantik
Pemerintah kolonial Belanda menganggap tradisi Hak Tawan Karang tidak dapat diterima dan mengusulkan untuk menghapuskan Hak Tawan Karang. Atas bujukan Belanda, raja-raja Bali menyetujui perjanjian penghapusan hak Tawang Karang. Namun, pada tahun 1844 raja Buleleng dan Karangasem masih menentang penghapusan tersebut dan tetap menerapkan hak Tawan Karang. 

Latar belakang terjadinya perlawanan masyarakat Bali terhadap Belanda adalah pencabutan paksa hak Tawan Karang di kerajaan Bali. Kerajaan Buleleng tidak menerima tuntutan ganti rugi yang dilakukan Belanda karena 2 kapal Belanda yang tenggelam di perairan Bali diakuisisi Kerajaan Buleleng. Belanda menginvasi Bali pada pertengahan tahun 1846. Armada Belanda berjumlah 1.700 tentara dari Batavia dan Surabaya dan dikomandoi oleh Panglima Van Den Bosch. 

Pasukan Kerajaan Buleleng, Karangasem, dan Klungkung berjuang mati-matian selama dua hari untuk mempertahankan kedaulatan Bali. Namun karena persenjataan Belanda lebih lengkap dan modern, maka para pejuang mengalami kekalahan. Karena kekalahan tersebut, Raja Buleleng, I Gusti Ngurah Made dan Ketut Jelantik mundur ke wilayah Jagaraga. Masyarakat Bali pun terpaksa menandatangani perjanjian damai pada tanggal 6 Juli 1846. 

Penandatanganan perjanjian tersebut oleh masyarakat Bali merupakan salah satu taktik yang digunakan pada masa selanjutnya untuk memperkuat perlawanan terhadap Belanda. Belanda mengetahui adanya pelanggaran Perjanjian Perdamaian Bali pada tahun 1847. Pada tanggal 15 April 1849, seluruh pasukan Belanda dikirim untuk menyerang Jagaraga dari dua sisi, depan dan belakang.

Pertempuran di Jagaraga berlangsung selama 2 hari dan Belanda melumpuhkan kekuatan gabungan Kerajaan Bali. Raja Buleleng dan l Gusti Ketut Jelantik melarikan diri ke Karangasem untuk mencari pertolongan raja Karangasem. Namun Belanda dan prajuritnya terus mengejar Raja Buleleng dan I Gusti Ketut Jelantik. Mereka dibunuh saat mencoba mempertahankan diri dari Belanda. Atas jasa-jasanya  I Gusti Ketut Jelantik ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993.

Itulah tadi beberapa perlawanan terhadap Belanda.

Kebijakan Belanda di Nusantara
1. Tanam paksa (Cultuur Stelsel)
Tanam paksa adalah sebuah kebijakan pada masa kolonial Belanda yang mengharuskan rakyat untuk menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami tanaman ekspor seperti kopi, teh dan kakao. Kebijakan ditetapkan oleh gubernur jenderal Johannes graaf van den Bosch pada 1830. Sistem tanam paksa yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda diakibatkan oleh peristiwa-peristiwa berikut ini :

- Belanda mengeluarkan banyak anggaran karena terlibat peperangan pada masa kejayaan Napoleon Bonaparte di Eropa.
- Perang Kemerdekaan Belgia berakhir dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
- Belanda mengeluarkan dana sekitar 20 juta gulden dalam Perang Diponegoro.
- Perbendaharaan Belanda kosong dan utang Belanda cukup tinggi.
- Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak mencukupi.
- Kegagalan upaya penerapan ide-ide liberal dalam eksploitasi wilayah jajahan membawa keuntungan yang sangat besar bagi Belanda.

Lalu, bagaimana aturan dalam sistem tanam paksa? Berikut penjelasannya:
1. Rakyat wajib menyisihkan lahan sebesar 20% atau â…• tanahnya untuk ditanami tanaman ekspor. 
2. Lahan yang ditanami tanaman ekspor tidak dikenakan pajak.
3. Bagi rakyat yang tidak memiliki lahan dapat menggantikannya dengan bekerja di perkebunan atau pabrik Belanda 66 hari atau â…• tahun.
4. Masa budidaya pada lahan tanam paksa tidak boleh melebihi masa tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan.
5. Apabila hasil dari tanam paksa berlebih akan dikembalikan kepada rakyat.
6. Kegagalan panen karena kesalahan petani, bencana alam dan serangan hama akan diganti pemerintah.
7. Saat bekerja penduduk diawasi oleh penguasa pribumi sedangkan pegawai Eropa sebagai pengawas, pemungut dan pengangkut. 

Sistem tanam paksa yang digagas oleh Van den Bosch ternyata berhasil. Dalam satu tahun penerapan Belanda bahkan dapat melunasi hutang-hutangnya mengisi penuh kas negaranya. Dalam satu tahun penerapan tidak ada rakyat yang merasa menderita. 

Walau menguntungkan bagi Belanda tetapi ada beberapa masalah yang sebelumnya tidak diantisipasi oleh Belanda. Masalah tersebut antara lain:
1. Rakyat harus membeli atau menambah jumlah ternaknya untuk mengangkut hasil panen.
2. Padi harus ditanam sesuai dengan musim karena kebanyakan waktu itu sawah tada hujan.
3. Terdapat budaya feodal yang menyebabkan terjadinya korupsi merajalela di pemerintahan waktu itu.

Tidak sampai disitu saja beberapa aturan dalam sistem tanam paksa juga dilanggar, seperti:
1. Lahan yang ditanami tanaman ekspor lebih 20%.
2. Hasil tanam paksa yang berlebih tidak pernah dibayarkan.
3. Rakyat yang bekerja di perkebunan atau pabrik Belanda melebihi 66 hari bahkan para pekerja tidak mendapat upah yang memadai.
4. Lahan yang ditanami tanaman ekspor tetap dikenakan pajak.
5. Petani bertanggung jawab atas kegagalan panen.
6. Masa budidaya pada lahan tanam paksa melebihi masa tanam padi.

Sistem tanam paksa memiliki dampak bagi masyarakat Indonesia. Apa sajakah dampak dari tanam paksa ini? Berikut ulasannya!

• Dampak positif:
- Masyarakat Indonesia mengenal teknik menanam tanaman jenis baru.
- Masyarakat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi impor.

• Dampak negatif:
- Kemiskinan yang berkepanjangan serta penderitaan fisik dan mental.
- Beratnya pajak yang dibebankan
- Produk pertanian khususnya tanaman padi sering mengalami kegagalan panen.
- Kelaparan dan kematian terjadi di banyak tempat, seperti di Cirebon (1843) akibat tambahan pajak berupa beras, serta di Demak (1848) dan Grobogan (1849-1850) akibat gagal panen.
- Jumlah penduduk Indonesia mengalami penurunan drastis.

Sistem tanam paksa mendapatkan kritik dari berbagai pihak yakni dari kaum humanis dan kaum liberal. Karena permasalahan yang muncul, kaum liberal kemudian berusaha menghapuskan sistem tanam paksa. Upaya ini berhasil pada tahun 1870 dengan disahkannya UU Agraria atau Agrarische Wet. 

Selain menghapus tanam paksa, kaum liberal mempunyai tujuan lain, yakni kebebasan ekonomi. Kaum liberal berpendapat bahwa pemerintah tidak boleh ikut campur dalam kegiatan ekonomi. Mereka ingin pihak swasta menangani kegiatan ekonomi, sementara pemerintah bertanggung jawab melindungi warga negara, menyediakan infrastruktur, dan menegakkan hukum.
 
Munculnya sistem tanam paksa dan UU agraria justru menuai kritik dari kalangan budayawan Belanda. Kritik tersebut dikemukakan oleh Eduard Douwes Dekker, seorang asisten residen Banten.Dalam bukunya Max Havelaar (1980), Douwes Dekker menggambarkan kondisi petani yang menderita akibat tanam paksa. Dalam buku tersebut ia nama samaran Multatuli.

Conrad Theodor van Deventer membocorkan kemiskinan di tanah jajahan melalui bukunya yang berjudul Een Eereschuld (hutang kehormatan) yang diterbitkan dalam De Gids tahun 1899. Dalam buku tersebut, Van Deventer meminta pemerintah Belanda memperhatikan penghidupan masyarakat yang tinggal di wilayah jajahannya. 

2. Politik ekonomi liberal 
Sebelum tahun 1870, Indonesia dijajah dengan imperialisme model lama, yaitu mengeksploitasi kekayaannya begitu saja. Setelah tahun 1870 imperialisme modern diterapkan di Indonesia. Sejak saat itu diterapkanopendeur politiek, yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka tersebut diwujudkan melalui penerapan system politik ekonomi liberal.

Latar belakang ditetapkannya politik ekonomi liberal:
- Penerapan sistem tanam paksa menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Indonesia, namun sangat menguntungkan Belanda.
- Berkembangnya liberalisme sehingga sistem tanam paksa tidak layak lagi dilanjutkan.
- Kemenangan partai liberal di parlemen Belanda mendorong pemerintah Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia. Tujuannya agar pengusaha Belanda menjadi pendukung partai liberal berinvestasi di Indonesia.
- Traktat Sumatera (1871) memberikan kebebasan kepada Belanda untuk memperluas wilayahnya di Aceh. Sebagai imbalannya, Inggris meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris bisa berinvestasi di Indonesia.

Penerapan peraturan politik ekonomi liberal:
*) Indische Comptabiliteit Wet (1867) Dokumen ini memuat Perbendaharaan Negara Hindia Belanda yang menyatakan bahwa undang-undang yang disetujui parlemen Belanda harus dijadikan dasar dalam menetapkan anggaran Hindia Belanda.
*) Suiker Wet (UU gula).
Peraturan tersebut menetapkan bahwa tebu merupakan monopoli negara dan secara bertahap dialihkan ke sektor swasta.
*) Agrarische Wet (UU Agraria) 1870.
Isi UU Agraria 1870:
1.) Tanah di Indonesia terbagi menjadi tanah rakyat dan tanah pemerintah.
2.) Tanah rakyat dibedakan menjadi tanah milik bebas dan tanah desa tidak bebas.
3.) Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada pengusaha swasta.
4.) Tanah rakyat tidak bisa dijual kepada orang lain.
5.) Tanah negara dapat disewakan kepada perusahaan swasta dalam jangka waktu 75 tahun.
*) Agrarische Besluit (1870).
Jika Agrarische Wet dilaksanakan dengan persetujuan parlemen. Maka Agrarische Besluit dilaksanakan atas persetujuan Raja Belanda. Agrarische Wet hanya mengatur masalah-masalah pertanian secara umum, sedangkan Agraria Besluit mengatur masalah-masalah yang lebih rinci, khususnya mengenai hak kepemilikan tanah perseorangan dan hak sewa tanah.

Diperkenalkannya sistem politik dan ekonomi liberal di Indonesia menjadi wahana pemerintah kolonial Belanda untuk menerapkan imperialisme modern. Artinya, Indonesia dijadikan tempat bagi berbagai kepentingan antara lain:

1. Memperoleh bahan baku atau bahan baku industri di Eropa.
2. Memperoleh tenaga kerja yang murah.
3. Dijadikan tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
4. Dijadikan tempat penanaman modal asing.

Seiring dengan penerapan sistem politik ekonomi liberal, Belanda menerapkan Pax Netherlandica. Pax Netherlandica adalah upaya menyatukan wilayah jajahan Belanda di Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah wilayah Indonesia diduduki oleh negara-negara Barat lainnya. Apalagi setelah dibukanya Terusan Suez (1868) yang memperpendek jalur pelayaran antara Eropa dan Asia.

Penerapan ekonomi liberal memberikan dampak bagi Belanda maupun Indonesia. Apa sajakah dampak dari penerapan ekonomi liberal? Berikut pembahasannya

• Dampak bagi Belanda:
1.) Memberikan manfaat yang sangat besar kepada swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda.
2.) Hasil produksi perkebunan dan pertambangan dialirkan ke Belanda.
3.) Belanda menjadi pusat perdagangan produk-produk daerah kolonial.

• Dampak bagi Indonesia:
1.) Memburuknya kesejahteraan masyarakat.
2.) Pada tahun 1885, jatuhnya harga kopi dan gula menyebabkan krisis perkebunan yang berdampak sangat negatif terhadap penduduk.
3.) Konsumsi pangan khususnya beras mengalami penurunan, sedangkan pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa meningkat sangat pesat.
4.) Menurunnya bisnis kerajinan tangan disebabkan karena kalah bersaing dengan barang impor dari Eropa.
5.) Pengiriman dengan pedati kurang menguntungkan dibandingkan pengiriman dengan kereta api.

3. Politik etis
Politik etis adalah kebijakan timbal balik yang bertujuan memberikan kompensasi kepada masyarakat Indonesia atas eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah Belanda. Disebut juga politik balas Budi. Politik etis dipelopori oleh Pieter Brooshooft dan Conrad Theodor van Deventer. Kritik Van Deventer atas sistem tanam paksa melalui bukunya yang berjudul Een Eereschuld (hutang kehormatan) yang diterbitkan dalam De Gids tahun 1899, ternyata banyak yang setuju dengan kritik Van Deventer tersebut. 

Mendengar banyaknya kritik dan tuntutan membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan keadaan masyarakat Hindia Belanda yang terbelakang. Hingga pada tanggal 17 September 1901, Ratu Wilhelmina menegaskan dalam pidato pembukaannya di parlemen Belanda bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) kepada penduduk asli Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina Menyampaikan seruan moral ini ke dalam kebijakan politik etis yang dikemas dalam Program Trias Van Deventer. Isinya antara lain:

1. Irigasi (melakukan pembangunan dan perbaikan saluran irigasi pertanian dan bendungan untuk keperluan pertanian). 
Kebijakan tersebut mendorong upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat umum melalui program irigasi, pengenalan layanan perbankan bagi masyarakat dan subsidi untuk industri dan kerajinan masyarakat.

2. Emigrasi (mendorong masyarakat untuk bermigrasi).
Kebijakan ini pertama kali memperkenalkan konsep migrasi dari pulau berpenduduk padat di Jawa ke daerah berpenduduk sedikit di Sumatera dan Kalimantan, dimulai dengan rencana yang disponsori pemerintah pada tahun 1905. Namun, jumlah orang yang berimigrasi selama kebijakan tersebut hanya sebagian kecil dari pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa selama periode yang sama.

3. Edukasi (memperluas bidang pengajaran dan pendidikan)
Pembukaan pendidikan Barat bagi penduduk asli Indonesia baru dimulai pada awal abad ke-20; Di Eropa hanya 1.500 orang yang bersekolah, dibandingkan dengan 13.000 orang Eropa. Namun pada tahun 1928, 75.000 orang Indonesia telah lulus dari pendidikan dasar Barat dan hampir 6.500 dari sekolah menengah atas, meskipun jumlah ini masih merupakan proporsi kecil dari populasi.

Pada prinsipnya kebijakan yang diajukan van Deventer sudah baik. Namun dalam praktiknya, terdapat penyelewengan yang dilakukan oleh pejabat Belanda. Penyelewengan politik etis disebabkan adanya kepentingan Belanda terhadap rakyat Indonesia. Penyelewengan tersebut antara lain;

1. Irigasi.
Irigasi hanya dialirkan ke lahan subur milik perkebunan swasta Belanda. Sementara, lahan milik masyarakat tidak dialiri air dari irigasi.

2. Emigrasi.
Migrasi ke luar Pulau Jawa hanya ditujukan pada wilayah-wilayah perkebunan milik Belanda yang telah dikembangkan. Hal ini disebabkan tingginya permintaan tenaga kerja di wilayah perkebunan seperti Sumatera Utara khususnya Deli, Suriname dan lain-lain. Namun mereka menjadi pekerja kontrak. 

Sedangkan migrasi ke Lampung adalah untuk menetap. Karena migrasi bertujuan untuk memenuhi permintaan akan pekerja. Oleh karena itu, tidak jarang banyak orang yang melarikan diri. Untuk mencegah para pekerja melarikan diri, pemerintah Belanda memberlakukan “Poenale Sanctie””. Poenale Sanctie adalah peraturan yang mewajibkan polisi untuk mencari dan menangkap pekerja yang melarikan diri kemudian mengembalikannya kepada mandor/pengawas

3. Edukasi:
- Pendidikan hanya ditujukan untuk memperoleh tenaga administrasi yang kompeten dan terjangkau.
- Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak pejabat pemerintah dan mereka yang mampu.
- Diskriminasi pendidikan terjadi terutama di sekolah Kelas I untuk anak pejabat Belanda dan orang kaya serta sekolah Kelas II untuk anak-anak pribumi.

• Dampak positif: 
- Peningkatan tingkat pendidikan.
- Munculnya kalangan terpelajar atau priyai karena adanya sekolah Belanda.
- Meningkatkan produktivitas masyarakat Indonesia.
- Pembangunan sarana dan prasarana untuk menunjang perekonomian Indonesia. 
- Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan ekonomi masyarakat Indonesia.

• Dampak negatif:
- Menimbulkan hilangnya hak atas tanah bagi masyarakat Indonesia.
- Hilangnya warisan budaya.
- Menciptakan konflik dan ketegangan antara masyarakat pribumi dan kelompok lain, termasuk pemerintah atau investor.


3. Kebangkitan Nasional Indonesia
Penerapan politik etis oleh Belanda melahirkan kalangan terpelajar dari masyarakat Indonesia. Transformasi mendalam bangsa Indonesia inilah yang sering disebut dengan “Kebangkitan Nasional Indonesia”. Faktor pendorong Kebangkitan Nasional Indonesia? Dan bagaimana perkembangannya? Mari kita bahas.

A. Faktor pendorong Kebangkitan Nasional Indonesia 
Faktor pemicu kebangkitan nasional terbagi menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan internal.
1. Faktor internal:
a.) Penderitaan jangka panjang akibat kolonialisme.
b.) Kenangan kesuksesan masa lalu seperti pada masa Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit.
c.) Lahirnya kaum intelektual yang menjadi pemimpin gerakan. 

2. Faktor eksternal:
a.) Munculnya ideologi-ideologi baru seperti pan-islamisme, nasionalisme, liberalisme dan sosialisme di Eropa dan Amerika.
b.) Munculnya gerakan kebangkitan nasional seperti Turki Muda, Kongres Nasional India dan Gandhianisme di Asia.
c.) Kemenangan Jepang atas Rusia dalam Perang Rusia-Jepang pada tahun 1905 menyadarkan negara-negara Asia untuk melawan Barat.

B. Organisasi Kebangkitan Nasional
1. Budi Utomo 
Budi Utomo digagas oleh dr. Wahidin Soedirohoesodo dan didirikan oleh dr. Soetomo, dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Gunawan Mangunkusumo, Suraji Tirtonegoro dan Raden Mas Gumbrek. Tempat berdirinya berada di Gedung STOVIA di Jalan Abdulrachman Saleh Nomor 26, Jakarta. Budi Utomo berasal dari bahasa Sansekerta; Budhi yang artinya; Kesadaran. Dari kata Utomo berasal dari kata Uttama yang artinya; sangat baik Budi Utomo, bisa diartikan kesadaran yang sangat baik. Fokus pergerakan organisasi ini adalah pendidikan, pendidikan dan kebudayaan.

Tujuan Budi Utomo yang ditetapkan setelah Kongres I Yogyakarta adalah:
1.) Meningkatkan pendidikan di Kweekschool dan STOVIA.
2.) Menjaga mutu pendidikan STOVIA.
3.) Mendirikan sekolah Frobel untuk anak laki-laki dan perempuan pribumi, membuka sekolah dasar Eropa untuk anak pribumi, atau mendirikan sekolah pribumi serupa dengan yang ada di Belanda dan Cina.
4.) Mendirikan sekolah dagang pribumi, termasuk untuk kaum perempuan.
5.) Menyediakan Lebih banyak lahan untuk sekolah pertanian. 
6.) Memberikan beasiswa bagi murid-murid pribumi.
7.) Memberikan izin penyelenggaraan undian untuk dana beasiswa.

Hari berdirinya Budi Utomo diperingati sebagai hari kebangkitan nasional.

2. Serekat Islam
Serekat Islam awalnya bernama Serikat Dagang Islam. Serikat Dagang Islam (SDI) didirikan pada tahun 1911 oleh KH. Samanhudi Raden Mas TirtoadiSurya di Solo. Tujuan berdirinya SDI adalah untuk melindungi kepentingan pedagang dalam negeri dari ancaman pedagang Tiongkok.
Pada 30 September 1912, SDI berganti nama menjadi SI (Serikat Islam) setelah diadakan kongres di Surabaya. 

Perubahan nama bertujuan agar organisasi lebih terbuka ke bidang-bidang lain tidak hanya pada perdagangan saja. Pada tahun 1913 SI dipimpin oleh H.O.S Cokroaminoto. Pada tahun 1923, SI berganti nama menjadi PSI (Partai Sarekat Islam) yang bersifat nonkooperatif dengan Belanda. Pada tahun 1927, PSI menetapkan tujuannya dengan jelas yakni Indonesia berasaskan Islam. 

3. Indische Partij 
Indische Partij dideklarasikan pada 25 Desember 1912 oleh tiga serangkai (Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi, Raden Mas Suwardi Suryaningrat, dr. Cipto Mangunkusumo). Tujuan jelas yakni mengembangkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia.

4. Perhimpunan Indonesia
Perhimpunan Indonesia awalnya bernama Indische Vereeniging didirikan oleh orang-orang Indonesia yang berada di Belanda pada tahun 1908. Indische Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922 dengan kegiatan politik. Kemudian pada tahun 1925, berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Tujuan utama Perhimpunan Indonesia adalah mencapai kemerdekaan Indonesia. Tokoh PI antara lain Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta, Mr. Raden Ali Sastroamijoyo, Mr. Abdulmadjid Joyoadiningrat, Prof. R. Iwa Kusumasumantri, S.H., Mr. Raden Sastromulyono, Mr. Raden Mas Sartono, dr Gunawan Mangunkusumo,  dan Mr. Mohammad Nazir Datuk Pamuncak.

Pada tahun 1925, PI secara khusus mengeluarkan manifesto tentang arah perjuangan, yaitu:
1.) Indonesia bersatu yang menghilangkan perbedaan dapat meruntuhkan kekuasaan penjajah.
2.) Diperlukan aksi massa yang percaya pada kekuatan sendiri untuk mencapai Indonesia merdeka.
3.) Melibatkan seluruh masyarakat merupakan syarat mutlak untuk perjuangan kemerdekaan.
4.) Anasir yang berkuasa dan esensial tiap-tiap masalah politik.
5.) Penjajahan telah merusak demoralisasi jiwa dan fisik bangsa, sehingga normalisasi jiwa dan materi perlu dilakukan secara sungguh-sungguh.

5. Partai Nasional Indonesia
Partai Nasional Indonesia didirikan pada 4 Juli 1927 di Bandung dipimpin oleh Ir Soekarno. Tujuan didirikannya Indonesia merdeka dengan ideologi nasionalisme. 
Aktivitas politik PNI dianggap sebagai ancaman terhadap pemerintah Belanda, sehingga tokoh-tokoh PNI seperti Soekarno, Maskoen, Gatot Mangkupraja dan Supriadinata ditangkap dan diadili Belanda pada tahun 1929. 

Soekarno dan kawan-kawan dijatuhi hukuman penjara akibat pledoi Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat". PNI kemudian dibubarkan pada tahun 1931, kemudian Sartono membentuk Partindo (Partai Indonesia). Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir membentuk organisasi pendidikan Indonesia. Para tokoh tersebut kemudian ditangkap dan dibuang ke Boven Digul, Papua. 

C. Sumpah Pemuda
Manifesto UUD 1925 sangat menggugah kesadaran Bangsa Indonesia dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap model pergerakan nasional Bangsa Indonesia. Gagasan Manifesto 1925 diwujudkan dengan Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Kongres Pemuda pertama diadakan di Jakarta pada tanggal 30 April sampai 2 Mei 1926 dan dihadiri oleh berbagai organisasi pemuda. Konferensi ini berhasil mempertemukan jaringan yang lebih kuat, yang kemudian dilanjutkan dengan Kongres Pemuda Kedua pada tahun 1928.

Panitia Kongres Pemuda Kedua dibentuk pada tanggal 12 Agustus 1928 dengan Sugondo joyopuspito sebagai ketuanya. Susunan panitianya mewakili daerah-daerah di seluruh Indonesia. Beberapa anggota panitia kongres tersebut adalah Sugondo (PPPI), Joko Marsaid (Jong Java), Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. (Jong Sumateranen Bond), Mr. Amir Syarifuddin Harahap (Jong Bataks Bond), Senduk (Jong Celebes), Dr. Johannes Leimena (Jong Ambon), Johan Muhammad Cai (Jong Islamieten Bond) dan masih banyak lagi tokoh lainnya.

Kongres kedua berlangsung pada tanggal 27-28 Oktober 1928 dan dihadiri oleh wakil-wakil organisasi pemuda dari seluruh Indonesia. Dalam kongres ini keinginan untuk mendirikan negara sendiri semakin kuat. Suasana kebangsaan sudah tidak bisa ditahan lagi. Akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928, hasil Kongres Pemuda kedua dikenal dalam bentuk ikrar pemuda yang terkenal yakni Sumpah Pemuda.

Isi Sumpah Pemuda berdasarkan ejaan bahasa Indonesia terbaru;
Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Sejak tahun 1959, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda, yang merupakan hari nasional selain hari libur. Keputusan ini diatur dengan Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, sebagai upaya untuk memperingati peristiwa Sumpah Pemuda.

Pada 1 September 1939, terjadi perang dunia kedua. Setelah tujuh hari pertempuran, tepatnya pada 17 mei 1940 Nazi Jerman menaklukkan Belanda. Orang Belanda, khususnya Yahudi dan Gipsi menjadi korban kekejaman Nazi Jerman. Pemerintahan Kerajaan Belanda melarikan diri ke Inggris. Nazi Jerman bersekutu dengan Kekaisaran Jepang

Pada. 8 Desember 1941, Pemerintah Hindia Belanda menyatakan perang terhadap Jepang. Untuk menghadapi serangan Jepang Belanda membentuk ABDACOM (American-British-Dutch-Australian Command) seluruh angkatan perangnya disatukan untuk menghadapi Jepang. Namun pada kenyataannya saat mereka berhadapan dengan Jepang mereka dengan mudah dikalahkan oleh Jepang.

Satu persatu wilayah Indonesia ditaklukkan. Hingga akhirnya militer Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Kekaisaran Jepang pada 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat yang ditandatangani oleh Letnan Jenderal Hein ter Poorten selaku perwakilan Belanda dan Letnan Jenderal Imamura selaku perwakilan dari Kekaisaran Jepang. Sedangkan pemerintahan Hindia Belanda dan sekutunya melarikan diri ke Australia dan membentuk pemerintahan darurat disana. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh Jepang. 

D. Dampak imperialisme dan kolonialisme di Indonesia
1. Bidang politik 
a.) Sistem pemerintahan tidak langsung atau dengan menjadikan bupati sebagai penguasa VOC dan diberi imbalan oleh pemerintah kolonial.
b.) Timbulnya perlawanan rakyat Indonesia terhadap penerapan sistem pemerintahan Hindia Belanda.
c.) Kebijakan yang diambil Belanda membawa dampak yang besar bagi kerajaan.
d.) Ketergantungan Kerajaan pada kekuasaan kolonial Belanda.

2. Bidang ekonomi
a.) Munculnya sistem monopoli dagang.
b.) Adanya perdagangan rempah-rempah memperkenalkan jenis tanaman baru kepada masyarakat Indonesia.
c.) Penerapan sistem tanam paksa terhadap masyarakat Indonesia.
d.) Berlakunya sistem uang menggantikan barter sebagai reaksi terhadap pembentukan sistem sewa tanah.
e.) Pembangunan fasilitas umum yang mempekerjakan masyarakat Indonesia 
f.) Pembangunan prasarana pendukung perekonomian seperti jalan raya pos dan jalur kereta api. 

3. Budaya sosial budaya 
a.) Menurunnya tradisi lokal akibat pengaruh Eropa dan digantikan oleh tradisi pemerintah Belanda.
b.) Banyak kosakata bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa asing.
c.) Status raja berganti menjadi pegawai pemerintah.
d.) Penyebaran agama Kristen dan Katolik Roma di Indonesia.
e.) Munculnya status sosial baru.

4. Bidang pendidikan
a.) Munculnya pendidikan Barat melalui pendidikan Eropa bagi kalangan bangsawan seperti keturunan penguasa, bangsawan atau saudagar kaya.
b.) Lahirnya golongan terpelajar. 

Itulah tadi pembahasan kita pada kesempatan kali ini. Tunggu pembahasan berikutnya! Semoga bermanfaat.

Penulis: Maulana Aditia 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Perjalanan Indonesia (Masa Kerajaan Hindu-Buddha)

Mengamalkan Pancasila dan UUD 1945

Menjauhi minuman keras, judi dan pertengkaran