Sang Pembebas Baitul maqdis

Kota Tua Yerusalem merupakan tempat suci bagi umat Islam, Yahudi dan Kristen karena di dalamnya terdapat banyak tempat suci yang dimiliki oleh ketiga agama tersebut. Yerusalem disebut juga Al-Quds, yang merupakan salah satu kota tertua di dunia. Di dalam kota Yerusalem terdapat Baitul Maqdis atau Al-Haram Asy-Syarif (Tanah yang mulia) sering digunakan untuk menyebut Masjid Al-Aqsa. 

A. Baitul Maqdis menurut 3 agama
Bagi umat Islam, Kota Tua Yerusalem merupakan tempat yang sangat dihormati karena disana terdapat Baitul Maqdis (Masjid Al-Asqsa). Kompleks Masjid Al-Aqsa memiliki luas 144.000 m² dan pernah menjadi kiblat pertama sebelum dipindahkan ke Masjidil Haram Makkah. 
Di dalamnya terdapat Masjid Kubah Batu (Kubah As-Shakrah atau Dome of the rock), Masjid Al-Qibli atau Masjid Jamik Al-Aqsha, Mushalla Al-Marwani, Kubah Silsilah, Kubah Mikraj Nabi, Al-Mawazin, Museum Islam dan situs lainnya. 

Selain kiblat pertama, Al-Aqsa pernah menjadi pijakan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam ketika beliau naik ke surga pada saat Isra Mi'raj. Beliau juga pernah memimpin shalat bersama para nabi dan rasul saat Isra Mi'raj. Menurut kaum Yahudi, Al-Aqsa merupakan situs Bait Suci kuno yang dibangun oleh Nabi Sulaiman (Raja Salomo) putra Nabi Daud pada tahun 957 Masehi. Di kawasan ini juga terdapat Kotel atau Tembok Ratapan atau Tembok Barat, sisa-sisa tembok tempat Bait Suci ini dulu berada.

Bagi umat Kristiani, di dekat Al-Aqsa terdapat Gereja Makam Suci, sebuah situs ziarah penting bagi umat Kristiani di seluruh dunia. Tempat tersebut berkaitan dengan kisah kematian, penyaliban dan kebangkitan Yesus. Masjid Al-Aqsa merupakan tempat suci bagi ketiga agama tersebut karena juga dikaitkan dengan para nabi yang diutus kepada Bani Israil. Kini semua mata tertuju pada Al-Aqsa pasca serangan Israel terhadap warga Palestina. 


Perang ini dipicu oleh tindakan sewenang-wenang Israel yang memaksa warga Palestina meninggalkan rumahnya di kota Sheikh Jarrah. Kekerasan militer Israel terhadap Muslim Palestina yang shalat pun menyusul. Bahkan tentara dan polisi Israel merusak pintu Masjid Al-Aqsa dan masuk tanpa melepas sepatu.

B. Pahlawan pembebas Baitul Maqdis
Sejak dahulu kala, kota ini telah berkali-kali dikuasai, ditaklukkan, dihancurkan dan dibangun kembali oleh berbagai pihak. Diabadikan dalam sejarah Islam, Baitul Maqdis dibebaskan oleh dua orang pahlawan. Mereka adalah Umar bin Khattab dan Shalahuddin Al-Ayyubi. 

1. Pembebasan Baitul Maqdis pada masa Umar bin Khattab
Mengulas kisah bagaimana Khalifah Umar bin Khattab membebaskan Baitul Maqdis sungguh menarik. Beliau membebaskan tempat suci itu dari cengkeraman bangsa Romawi tanpa perang dan pertumpahan darah. Sayyidina Umar menaklukkan Yerusalem dari Romawi Timur pada tahun 637 M.

Tiga perang meningkat untuk membebaskan Suriah dari kekuasaan musuh, yaitu Perang Mu'tah, Perang Tabuk, dan Perang Yarmuk. Hingga Nabi wafat dan Abu Bakar menjadi khalifah, beliau terus mengirimkan pasukan Usamah untuk berjihad di tanah Syam. Sementara itu, Abu Bakar menyelesaikan permasalahan yang muncul di Jazirah Arab sepeninggal Nabi.

Kemenangan perang Yarmuk tahun 13 Hijriyah memudahkan umat Islam untuk menaklukkan wilayah Syam yang lain. Hingga kaisar Heraclius menarik diri dari wilayah Suriah karena kalah perang. Khalifah Umar mengutus Amru bin Ash untuk menaklukkan Ajnadin dan berperang melawan Artobun (orang Romawi yang cerdas). Dengan izin Allah, Amru bin Ash dan kaum muslimin memenangkan pertempuran Ajnabin. Para Artobun melarikan diri ke Baitul Maqdis.

Saat itu ada dua kekuasaan yang berkuasa dari Baitul Maqdis, yaitu imam besar dan tentara Romawi. Umar kemudian mengutus Amru bin Ash, Khalid bin Walid, Abu Ubaidah, Yazid bin Abi Sufyan dan lain-lain untuk mengepung Baitul Maqdis. Artobun mengirimkan surat kepada Amru bin Ash yang isinya, "Kita sama-sama cerdas dan hebat. Tapi kalian tidak bisa memenangkan Palestina, lebih baik pulang."

Amru bin Ash mengirimkan surat balasan kepada seorang kurir Arab yang mengerti bahasa Rumania. Dan dia menyuruh kurir untuk mendengarkan percakapan para Artobun. Jawaban Amru adalah, “Akulah penakluk negeri ini.” Artobun tertawa membaca surat itu. Dikatakannya dalam Romawi bahwa orang yang memenangkan Baitul Maqdis hanya mempunyai 3 huruf (عمر) atau Umar dan bukan 4 huruf (عمرو) atau Amru.

Tanggal 16 Hijriah menjadi tahun bersejarah bagi umat Islam karena Baitul Maqdis berhasil dikuasai oleh Islam pada saat itu. Saat itu Khalifah Umar bin Khattab tampil di hadapan para petinggi Nasrani dengan sangat mudah. Abu Ubaidah berpesan kepada Umar untuk memperbaiki penampilan Amirul Mukminin.

Umar membalas pesan Abu Ubaidah itu: "Allah memuliakan aku dan kalian dengan Islam, maka cukuplah Islam yang memuliakan dan meningginkan harga diriku, bukan dengan penampilanku." Dengan demikian, Umar bin Khattab membuat perjanjian keamanan dengan penduduk Palestina.

Ketika mereka mengetahui bahwa Umar telah datang ke Baitul Maqdis, Artobun Romawi melarikan diri ke Mesir. Pendeta Sofronius sekaligus mengirimkan utusan dan menyatakan perdamaian, namun memberikan kunci Baitul Maqdis hanya kepada Umar bin Khattab. Isi Surat Perjanjian Umar bin Khattab ketika membebaskan Baitul Maqdis sebagai berikut: 

"Bismillaahir Rahmaanir Rahiim. Umar sebagai hamba Allah menjanjikan keamanan bagi setiap jiwa raja, harta, tempat ibadah, salib dan semua keyakinan beragama. Tidak memaksa untuk berpindah agama. Dan semua yang ingin keluar dari Palestina akan aman sampai ke tempat tujuannya. Yang ingin tetap tinggal di Palestina akan aman dengan membayar Jizyah. Namun, orang Yahudi tidak boleh tinggal di Baitul Maqdis."

Setelah surat persetujuan Umar diserahkan kepada pendeta Sofranius, Khalifah Umar berkeliling dan membersihkan Al-Aqsa dari kotoran dan sampah-sampah. Umar menolak untuk shalat di gereja ketika waktu shalat tiba untuk melindungi gereja agar tidak dialihfungsikan. Kedamaian kembali terjadi di Baitul Maqdis dibawah kekuasaan Islam.

2. Pembebasan Baitul Maqdis pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi
Shalahuddin Al-Ayyubi lahir di benteng Tikrit, sebuah kota tua di tepi sungai Tigris, pada tahun 1137 (523 H). Nama aslinya adalah Abul Muzhaffar Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadzi, sedangkan Shalahuddin yang berarti "keadilan agama" adalah gelar kehormatan yang diberikan kepadanya atas jasa-jasanya. Orangtuanya adalah penduduk asli Azerbaijan, dan berasal dari suku Kurdi yang baik dan terhormat.

Ketika Shalahuddin lahir, ayahnya Najmuddin Ayyub adalah penguasa benteng Tikrit. Sayangnya, saat Shalahuddin lahir bertepatan dengan pemecatan ayahnya dan diusir dari Tikrit oleh penguasa Bagdad saat itu, karena saudaranya telah menimbulkan masalah. 
Ayahnya sempat berpikir untuk membunuh Shalahuddin yang baru lahir karena diyakini membawa sial. Namun dia segera mengurungkan niatnya. Siapa sangka anak yang ingin ia buang di masa lalu akan tercatat dalam sejarah sebagai pahlawan bertahun-tahun kemudian.

Setelah diusir dari Tikrit, Najmuddin membawa pergi keluarganya tanpa arah dan tujuan. Mereka sempat melewati wilayah Mosul,Irak dan memutuskan untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Kemudian nasib baik menghampiri Najmuddin. Ia bertemu Al-Malik Al-Adil Nuruddin Abul Qasim Mahmud bin 'Imaduddin Zanki yang merupakan Sultan Mosul. Imaduddin mengenali Najmuddin karena teringat saat tentara Bagdad mengejarnya, Najmuddin ikut menyelamatkannya.

Singkat cerita, Najmuddin dan keluarga mendapat bantuan dari Imaduddin. Imaduddin tidak hanya memberikan tempat tinggal, namun ia juga memberikan Najmuddin sebidang tanah di Mosul dan jabatan di pemerintahan. Imaduddin memperlakukan keluarga Najmuddin dengan baik, bahkan hingga ia meninggal dan digantikan oleh putranya Nuruddin Zanki.

Ketika Shalahuddin masih muda, Nuruddin Zanki menaklukkan wilayah Baalbek (Lebanon) dan kemudian mengangkat ayah Shalahuddin, Najmuddin, sebagai gubernur di sana. Shalahuddin kecil juga mengikuti ayahnya ketika dia pindah ke Baalbek dan tinggal di sana dari usia dua hingga sembilan tahun. Shalahuddin mendapat pendidikan yang setara dengan putra seorang penguasa atau raja, sehingga menjadikan kepribadiannya disiplin, tangguh, dan berakhlak mulia.

Shalahuddin kemudian berpindah dari Baalbek ke Damaskus lagi. Shalahuddin belajar membaca, menulis, menghafal Al-Quran, Fiqh, kaidah bahasa Arab (nahwu) dan syair. Selain itu Shalahuddin juga mempelajari strategi militer kepada para prajurit. Ia juga berlatih lempar tombak, menunggang kuda, berburu, dan seni bela diri lainnya. Pelajaran-pelajaran inilah yang mengangkat Shalahuddin menjadi seorang pemuda yang cerdas, kuat dan bijaksana.

Shalahuddin berperang pertama kali pada tahun 1163, ketika ia berusia 26 tahun. Saat itu, ia dikirim ke Mesir karena keadaan sedang kacau akibat konflik internal dan aspirasi tentara salib yang menguasai Mesir. Pemerintah Mesir melihat potensi pada Shalahuddin muda dan memberikan Shalahuddin posisi kepala keamanan wilayah Mesir, kemudian mengangkatnya menjadi Wazir Mesir pada usia 30 tahun, hingga menjadi penguasa Dinasti Ayyubiyah di Mesir pada tahun 1171 M.

Singkat cerita, kini kita berfokus pada pembebasan Baitul Maqdis pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi. Baitul Maqdis berada di bawah kekuasaan Islam selama ratusan tahun dan melewati beberapa dinasti mulai dari Dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyyah hingga Kesultanan Seljuk Raya. Permasalahan mulai muncul pada masa Fatimiyah dan Seljuk Raya, dimana kedua dinasti tersebut sering bertabrakan karena perbedaan Mazhab. Konflik tersebut berujung pada perebutan wilayah Syam dan Hijaz yang berisi tiga kota suci yaitu Mekkah, Madinah dan Baitul Maqdis (Al-Quds).

Perselisihan ini kemudian dimanfaatkan oleh Tentara Salib untuk melakukan penaklukan terhadap tanah-tanah Islam. Pada tahun 1097 M, pasukan salib mulai menaklukkan Anatolia, Syam, Antiokia, dan Suriah sebelum menyerang Baitul Maqdis. 
Pada tahun 1099, Baitul Maqdis diserang secara brutal oleh tentara salib. Hingga 70.000 Muslim terbunuh, baik warga sipil, wanita atau anak-anak. Darah menggenang hingga mata kaki, tubuh korban bertumpuk layaknya benda.

Tentara Salib mengubah Masjid al-Aqsa menjadi istana Yerusalem dan Masjid Kubah Batu menjadi gereja. Sejak saat itu, Baitul Maqdis menjadi Kerajaan Yerusalem. Sementara itu, para pemimpin umat Islam bergonta-ganti dan belum ada yang merebut kembali Baitul Maqdis hingga kedatangan Shalahuddin Al-Ayyubi.


Pembebasan Shalahuddin al-Ayyubi dari Baitul Maqdis bukanlah penaklukan instan yang dilakukan dengan menghalalkan segala cara seperti yang dilakukan Tentara Salib. Dikuasainya Baitul Maqdis merupakan buah perjuangan bertahun-tahun. Sejak masa Imaduddin Zanki, didirikanlah pendidikan dan pelatihan yang memberikan pembinaan terbaik kepada prajuritnya dan umat Islam serta menanamkan mimpi pembebasan Baitul Maqdis. Dilanjutkan oleh putranya Nururuddin Zanki hingga berhasil ditaklukkan sepenuhnya di bawah Shalahuddin Al-Ayyubi. 

Pada masa Imaduddin, Nuruddin dan Salahuddin banyak dilakukan penaklukan mulai dari Mesir, Syria, Lebanon hingga Afrika Utara. Penaklukan-penaklukan tersebut sebenarnya merupakan salah satu strategi yang dilancarkan untuk membuka jalan bagi pembebasan Baitul Maqdis dari tentara salib.

Pada tahun 1177 M, Shalahuddin melawan tentara salib yang saat itu dipimpin oleh Raynald dari Chatillon. Pertempuran ini dikenal dengan nama Pertempuran Montgisard yang bertujuan untuk menaklukkan wilayah Muslim. Namun saat itu Shalahuddin memutuskan mundur dari pertempuran, yang mengakibatkan Raynald mengganggu perdagangan di Laut Merah yang merupakan jalur utama jamaah haji di Mekkah dan Madinah.

Setelah Pertempuran Montgisard, Shalahuddin kembali menyerang Tentara Salib pada tahun 1183 M. ketika Raynald mengancam akan menyerang Makkah dan Madinah. Shalahuddin menang dalam pertempuran ini. Hal ini membuat Raynald marah, sehingga ia membalas dengan membunuh kabilah yang hendak menunaikan ibadah haji.

Tindakan biadab ini membuat marah umat Islam, termasuk Shalahuddin sebagai pemimpin saat itu. Pada tanggal 4 Juli 1187, pecah Perang Hittin yang menjadi titik balik pasukan Islam dalam perebutan Baitul Maqdis. Dipimpin oleh Saladin Al-Ayyubi pasukan Muslim meraih kemenangan gemilang dan menangkap Raynald dan Guy de Lusignan, yang menjabat sebagai Raja Yerusalem pada saat itu.

Hanya dua bulan kemudian, Salahuddin Al-Ayyubi dan pasukannya berhasil membebaskan Yerusalem dari Tentara Salib. Berbeda dengan Tentara Salib yang menaklukkan Baitul Maqdis dengan penuh penghinaan, Salahuddin membebaskan Baitul Maqdis dengan cara yang terpuji tanpa merugikan satupun penduduknya.

Sejak saat itu, Masjid al-Aqsa dan Masjid Kubah Batu telah kembali ke tujuan semula, dan adzan berkumandang di tanah suci setelah 88 tahun penjajahan. Setiap kali menaklukkan suatu wilayah, Shalahuddin memperluas reformasi dari berbagai sisi, kecuali saat ia membebaskan Baitul Maqdis dari Tentara Salib.

Hal pertama dan terpenting yang dilakukan Salahuddin adalah melakukan reformasi agama dengan menghancurkan tempat-tempat maksiat dan musyrik di setiap sudut kota dan memberikan hukuman kepada semua orang yang menyebarkan pemahaman yang sesat.

Shalahuddin juga melakukan reformasi dan pengembangan sistem pendidikan, mendirikan madrasah, universitas serta melibatkan para ulama dan guru profesional dari berbagai bidang. Salah satu universitas Baitul Maqdis yang dibangun oleh Shalahuddin adalah Universitas Al-Quds yang didirikan pada tahun 1187 M (583 H).

Shalahuddin kemudian menetapkan aturan bahwa anak-anak harus belajar shalat secara berjamaah di masjid dan menerapkan tata krama salat sejak dini. Setelah itu, anak-anak yang mendekati usia remaja diberikan madrasah, tempat mereka dapat mempelajari ilmu-ilmu Al-Quran, menghafal Hadits, menulis teks berbahasa Arab dan memperdalam ilmu agama.

Pada masa remaja, anak diajarkan matematika, syair, esai, hukum, dan diberi nasihat. Kemudian, ketika anak-anak tersebut sudah cukup umur untuk melanjutkan sekolah, Shalahuddin memperbolehkan mereka belajar di negeri-negeri jauh, baik di Suriah, Mosul, Bagdad, atau bahkan kota suci Makkah Al-Mukarramah.

Selain memperbaiki sistem pendidikan, Shalahuddin juga menerapkan pentingnya pendidikan akhlak dengan memberikan keteladanan kepada masyarakatnya. Sebagai seorang pemimpin, kesehariannya sangat sederhana, berbeda dengan penguasa-penguasa Eropa yang biasa menetap di Baitul Maqdis dan hidup mewah namun tidak mempedulikan rakyatnya. Tujuan Salahuddin adalah memberantas budaya hedonisme tersebut dan mengembalikan cara hidup terpuji sesuai ajaran Islam.

Shalahuddin adalah seorang pemimpin yang mencintai rakyatnya dan dicintai oleh mereka. Ia selalu mengambil kebijakan yang tidak membebani rakyatnya, salah satunya adalah penghapusan pajak yang memberatkan rakyat. Shalahuddin juga menggunakan uang negara sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyatnya, seperti membangun benteng, membeli bahan makanan, dan membangun sistem irigasi yang baik. Tidak mengherankan jika Baitul Maqdis menjadi kota yang sangat maju dalam banyak hal di bawah kepemimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi.

C. Al-Quds pada masa modern 
Jika Shalahuddin melihat Al-Quds saat ini, air matanya akan berlinang melihat kota yang pernah diperjuangkannya kini ditindas oleh kolonialisme. Mungkin beliau sedih saat melihat orang yang dicintainya dan berusaha untuk beliau sejahterakan, namun kini hidupnya selalu penuh penderitaan dan tak pernah lepas dari kekhawatiran.

Mungkin hatinya sakit saat melihat Masjid Al-Aqsa yang dulu penuh anak-anak belajar, namun kini para pemukim yang membuatnya riuh. Baitul Maqdis, Al-Quds, kota suci yang dulunya Kiblat Kerukunan, kini menjadi sasaran kaum ekstremis Yudaisme. Di sebelah timur Masjid Al-Aqsa, pemukim Yahudi bersiap meniup terompet domba jantan (Shofar) saat Tahun Baru Yahudi (Rosh Hashanah) yang jatuh pada tanggal 26-27 September 2022.

Kebijakan ini juga didukung oleh pengadilan Israel di Al-Quds (Yerusalem) mulai 20 September 2022. Selain meniup terompet, para pemukim juga berencana melakukan ritual Talmud di kompleks Masjid Al-Aqsa, terutama pada malam hari sebelum pergantian Tahun Baru Ibrani.

Yudaisme juga merambah sistem pendidikan di Al-Quds. Israel mendistribusikan buku pelajaran palsu ke sekolah-sekolah Palestina di Al-Quds. Israel telah mengubah dan menghapus banyak fakta dari buku teks seperti teks Palestina, bendera, simbol nasional dan istilah serta fakta sejarah lainnya.

Israel kemudian menggantinya dengan mata pelajaran lain untuk menolak hak siswa Palestina di Al-Quds untuk mempelajari sejarah, budaya dan asal usul kota mereka Al-Quds dan negara mereka, Palestina. Kebijakan sewenang-wenang ini memicu protes di sekolah-sekolah di Yerusalem Timur, Tepi Barat, Gaza, dan wilayah Palestina lainnya.

Pada hari Senin, 19 September 2022, sekolah melakukan mogok kerja seharian untuk mengorganisir demonstrasi. Beberapa anak sekolah dan orang tua mereka meneriakkan slogan-slogan seperti "tidak untuk kurikulum yang menyimpang", "tidak untuk Israelisasi pendidikan", dan "kami menolak kurikulum Kementerian Pendidikan Israel", mereka menuntut hak bagi anak-anak Palestina agar dapat belajar dengan kurikulum Palestina tanpa intervensi.

Pada awal September 2022, Komite Perencanaan dan Pembangunan Pendudukan Israel juga menyetujui dua rencana pemukiman ilegal yang terdiri dari 3.412 unit rumah di Al-Quds (Yerusalem). Pemukiman tersebut akan didirikan di atas lahan seluas 2.100 dunum di tepi timur ibu kota. Persetujuan Israel terhadap kedua rencana tersebut akan mengancam sekitar 2.000 warga asli Palestina yang tinggal di komunitas kecil Badui di Al-Quds.

Kedua rencana pemukiman tersebut juga akan memisahkan bagian utara dan selatan Tepi Barat, yang akan memisahkan lingkungan Palestina di jantung kota Yerusalem dari bagian timur dan selatan kota lainnya. Dengan kata lain, Al-Quds dan desa-desa kecil di sekitarnya akan dikelilingi pemukiman dan disingkirkan dari wilayah Palestina lainnya.

Sejak awal tahun hingga September 2022, Israel melakukan 3.940 kejahatan terhadap warga Palestina di Al-Quds. Pelanggaran terbanyak tercatat pada bulan April sebanyak 1.299 pelanggaran. Hal ini termasuk pembunuhan yang disengaja terhadap warga Palestina di Al-Quds dan melukai 1.114 orang lainnya, termasuk wanita dan anak-anak.

Sejak 1 Januari hingga 3 Agustus 2022, sebanyak 34.117 pemukim Israel memasuki Masjid Al-Aqsa. Israel juga mengeluarkan 89 perintah yang melarang warga Palestina dan staf Departemen Wakaf Al-Quds memasuki kompleks masjid. Pasukan Israel juga menangkap 1.455 warga Palestina di Al-Quds, menghancurkan 71 rumah dan memerintahkan pembongkaran puluhan lainnya.

Al-Quds saat ini sungguh berbanding terbalik dengan Al-Quds pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi, 835 tahun lalu. Kini Al-Quds sedang menunggu Shalahuddin baru yang akan kembali untuk membebaskan Al-Quds dari penjajah Zionis. Seperti halnya Shalahuddin yang bermimpi menaklukkan Yerusalem dari ribuan tentara salib, membebaskan Al-Quds dan seluruh tanah Palestina dari tangan zionis biadab bukanlah hal yang mustahil.

Yang terpenting, jadikan diri kita sebagai Shalahuddin baru dengan meningkatkan keimanan, memperbaiki akhlak, memperbanyak ibadah, juga membekali diri dengan pendidikan dan ilmu hingga pertolongan Allah datang kembali untuk membebaskan Baitul Maqdis, Al-Quds, tanah suci umat Islam.

Penutup:
Tidak banyak yang penulis sampaikan pada pembahasan kita kali ini. Penulis hanya meminta dukungan kepada para pembaca untuk menolong saudara-saudara kita di Palestina dengan segala kekuatan yang kita miliki. Mungkin ini saja yang dapat penulis sampaikan pada pembahasan kita kali ini. Kurang lebihnya penulis mohon maaf. Sekian dan terimakasih telah mengunjungi blog ini.

Penulis: Maulana Aditia 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jauhi suudzon dan tingkatkan husnudzon

Damaskus sebagai pusat peradaban Islam di Timur

Cahaya Islam di tanah Andalusia