Mari berantas korupsi dari Indonesia
Korupsi telah lama menjadi masalah besar di banyak negara, termasuk Indonesia. Dampak negatif korupsi terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan politik sangat besar. Meskipun banyak upaya yang telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Karena setiap individu mempunyai peranan penting dalam pemberantasan korupsi, artikel ini mengajak pembaca untuk bersama-sama memahami, mengidentifikasi penyebab permasalahan dan mengusulkan solusi konkrit pemberantasan korupsi di Indonesia.
A. Pengertian korupsi
Kata korupsi sendiri berasal dari bahasa Latin,corruptio atau corruptus, yang berarti kerusakan, kejahatan, kefasikan, ketidakjujuran, penyuapan, dan amoralitas. Kemudian muncul kata ini dalam bahasa Inggris dan Perancis, yaitu “corruption” artinya penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi. Jadi, korupsi adalah penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau lainnya.
B. Penyebab terjadinya korupsi
Terdapat 2 faktor yang menjadi penyebab terjadinya korupsi di Indonesia antara lain:
1. Faktor internal
a. Serakah
Keserakahan merupakan sifat manusia yang selalu terlihat kekurangan terhadap apa yang dimilikinya, atau bisa dikatakan kurang bersyukur. Orang yang serakah ingin menambah harta kekayaan melalui tindakan yang merugikan orang lain seperti korupsi.
b. Moral yang kurang kuat
Orang yang tidak mempunyai moral yang kuat tentu mudah terjerumus pada tindakan korupsi. Salah satu penyebab terjadinya korupsi ini adalah tiang kepercayaan diri seseorang terhadap kehidupannya. Apabila seseorang tidak mempunyai akhlak yang kuat atau kurang konsisten maka ia akan mudah terpengaruh oleh pihak luar yang tidak mempunyai akhlak yang kuat, mudah tergoda untuk melakukan tindakan korupsi. Salah satu penyebab terjadinya korupsi ini adalah tiang kepercayaan diri seseorang terhadap kehidupannya. Jika seseorang tidak mempunyai moral yang kuat atau kurang konsisten maka ia mudah dipengaruhi oleh pihak luar.
c. Hidup konsumtif
Gaya hidup tentunya menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi yang disebabkan oleh faktor internal. Jika seseorang mempunyai gaya hiduMasyarakat tidak menyadari bahwa pihak yang paling dirugikan atau menjadi korban terbesar ketika korupsi terjadi adalah diri mereka sendiri. Selain itu, masyarakat kurang sadar bahwa dirinya terlibat korupsi. Korupsi tentunya dapat dicegah dan diberantas dengan turut serta aktif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi dan pelatihan tentang kesadaran masyarakat terhadap korupsi.p konsumtif dan pendapatannya kurang dari konsumsi tersebut, itulah penyebab terjadinya korupsi. Tentu saja hal ini erat kaitannya dengan pendapatan seseorang.
d. Lingkungan
seseorang dapat melakukan tindakan korupsi. Hal ini bisa terjadi berkat dorongan dan dukungan keluarga, meski orang tersebut sendiri tidak mau melakukannya. Dalam hal ini, lingkungan mendorong bukannya menghukum korupsi.
2. Eksternal
a. Sikap masyarakat terhadap korupsi
Masyarakat tidak menyadari bahwa pihak yang paling dirugikan atau menjadi korban terbesar ketika korupsi terjadi adalah diri mereka sendiri. Selain itu, masyarakat kurang sadar bahwa dirinya terlibat korupsi. Korupsi tentunya dapat dicegah dan diberantas dengan turut serta aktif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, perlu adanya sosialisasi dan pelatihan tentang kesadaran masyarakat terhadap korupsi.
b. Ekonomi
Faktor eksternal ini hampir mirip dengan perilaku konsumtif. Perbedaannya adalah di sini fokusnya adalah pada pendapatan orang tersebut dan bukan pada sifat sifat konsumtifnya. Pendapatan yang tidak mencukupi dapat menyebabkan seseorang melakukan korupsi.
c. Politis
Korupsi dapat muncul karena kepentingan politik dan perolehan serta pemeliharaan kekuasaan. Secara umum, secara politis dapat membentuk rantai penyebab korupsi yang tidak terputus dari satu orang ke orang lainnya.
d. Organisasi
Dari segi organisasi, penyebab terjadinya korupsi dapat berasal dari beberapa faktor, seperti kepemimpinan yang kurang patut diteladani, budaya organisasi yang kurang tepat, sistem pelaporan yang kurang tepat, serta lemahnya sistem manajemen dan lemahnya pengawasan.
C. Jenis-jenis korupsi
Pada dasarnya praktik korupsi dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.
1. Suap
Suap adalah imbalan yang diberikan atau diterima dalam bentuk uang atau sejenisnya dengan tujuan tertentu. Jadi, korupsi dalam konteks suap berarti membayar atau menerima suap. Suap umumnya ditujukan untuk memperlancar atau mempercepat kegiatan, apalagi jika harus melalui proses birokrasi formal.
2. Penggelapan atau pencurian
Penggelapan atau pencurian adalah kejahatan penyelewengan atau pencurian dana publik dari pegawai pemerintah, sektor swasta atau otoritas birokrasi.
3. Penipuan
Penipuan dapat didefinisikan sebagai kejahatan keuangan yang berbentuk kebohongan, penipuan dan perilaku. Korupsi jenis ini sendiri merupakan kejahatan keuangan terorganisir dan biasanya melibatkan pejabat publik. Dengan demikian, aktivitas penipuan juga merupakan aktivitas yang relatif. Pada saat yang sama, penipuan relatif lebih berbahaya dan meluas dibandingkan penyuapan dan penggelapan.
4. Pemerasan
Korupsi adalah suatu bentuk pemerasan di mana pejabat publik menggunakan cara-cara paksaan untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbalan atas layanannya. Pemerasan biasanya dilakukan oleh kalangan atas, termasuk penyedia layanan dan warga.
5. Kerugian keuangan negara
Pelaku kejahatan memperkaya dirinya sendiri, orang lain atau masyarakat secara melawan hukum dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri dan menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atau sumber daya yang ada. Contohnya termasuk pegawai pemerintah yang memanipulasi anggaran untuk mendapatkan keuntungan. Tindakan tersebut dapat merugikan keuangan negara, karena anggaran program jauh lebih tinggi dari kenyataan sebenarnya.
6. Gratifikasi
Gratifikasi adalah pemberian barang kepada pejabat publik atau pejabat pemerintah, yang dianggap suap apabila berkaitan dengan jabatannya atau bertentangan dengan tugasnya.
Selain bentuk-bentuk korupsi di atas, korupsi juga dibedakan menjadi lima jenis menurut nilai nominalnya, yaitu:
1. Korupsi gurem: nilai nominalnya kurang dari Rp 10 juta.
2. Korupsi kecil: nominalnya mulai dari Rp 10 juta hingga kurang dari Rp 100 juta.
3. Korupsi sedang: nilainya berkisar antara Rp 100 juta hingga Rp 1 miliar.
4. Korupsi Besar: Nilai nominal mulai dari Rp 1 miliar hingga Rp 25 miliar.
5. Korupsi Besar: Nilai nominal lebih dari Rp 25 miliar.
D. Kasus korupsi terbesar sepanjang sejarah di Indonesia
Dalam sejarah perjalanan Republik Indonesia, terdapat delapan kasus korupsi yang merugikan negara puluhan miliar. Berikut daftar lengkapnya.
1. Kasus korupsi PT. Asabri (Asuransi Sosial Angkatan bersenjata Republik Indonesia)
Korupsi PT. Asabri merupakan kasus korupsi terbesar di Indonesia. Besarnya kerugian akibat dugaan pengelolaan dana investasi PT. Asabri mencapai Rp 23,74 triliun pada periode 2012-2019. Dalam kasus korupsi yang disorot ini, 7 terdakwa divonis 10 tahun penjara hingga hukuman mati. Selain itu, pelaku juga dituntut ganti rugi kepada negara senilai puluhan triliun rupiah.
2. Kasus korupsi Jiwasraya
Korupsi PT Asuransi Jiwasraya merugikan pemerintah hingga Rp13,7 triliun. Jiwasraya menjadi perhatian banyak orang setelah gagal membayar asuransi kepada nasabah dengan nilai nominal Rp 12,4 triliun. Produk asuransi jiwa dan investasi ini merupakan hasil kerjasama beberapa bank. Pada tahun 2019, Kejaksaan Negeri menetapkan 5 orang sebagai tersangka kasus korupsi.
3. Kasus korupsi Bank Century
Kasus korupsi Bank Century menyita banyak perhatian pada tahun 2014. Saat itu, Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK melaporkan kerugian sebesar Rp 6,76 triliun dari peristiwa tersebut. Tak hanya itu, pemerintah juga mengalami kerugian sebesar Rp689,394 miliar karena memberikan fasilitas keuangan jangka pendek kepada Bank Century.
4. Kasus korupsi Pelindo II
Kerugian yang disebabkan oleh empat kasus PT. Pelindo II mencapai Rp 6 triliun dari sisi BPK. Kasus korupsi ini terdiri dari pembangunan Kalibaru New Port, Global Bond Pelindo II, pengelolaan Terminal Peti Kemas Koja, dan kontrak Jakarta International Container Terminal.
5. Kasus korupsi Kotawaringin Timur
Kasus ini merugikan negara sebesar Rp5,8 triliun. Kerugian sebesar ini dihitung berdasarkan kerusakan lingkungan, kerusakan pertambangan, eksplorasi penambangan bauksit, dan hilangnya hutan. Kasus korupsi Kotawaringin Timur terjadi pada masa Supian menjabat penguasa Kotawaringin Timur pada tahun 2010 hingga 2015.
E. Dampak korupsi di Indonesia
Berikut merupakan dampak dari korupsi di Indonesia.
1. Ekonomi
Korupsi memicu lambatnya pertumbuhan ekonomi negara. Investor cenderung menghindari negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi karena potensi ketidakpastian dan kerugian. Faktor tersebut tercermin dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang menggambarkan kepercayaan investor terhadap suatu negara.
Selain itu, korupsi meningkatkan biaya transaksi keuangan dan menciptakan sistem kelembagaan yang lemah. Penyuapan dan pemerasan meningkatkan biaya transaksi keuangan, menyebabkan inefisiensi ekonomi dan meningkatkan kesenjangan sosial. Orang kaya yang korup semakin kaya, sedangkan orang miskin semakin menderita karena kurangnya fasilitas dan layanan yang layak.
2. Kesehatan
Korupsi di bidang kesehatan mempunyai dampak yang mematikan, terutama di masa pandemi COVID-19. Penyalahgunaan anggaran dan proyek kesehatan oleh pejabat pemerintah mengganggu layanan kesehatan. Masalah terbesar adalah kurangnya peralatan dan kurangnya obat-obatan yang mengancam kehidupan masyarakat.
Korupsi juga menimbulkan permasalahan pada rendahnya kualitas peralatan kesehatan, sehingga menimbulkan ketidakpastian mengenai efektivitasnya. Dalam hal ini, ICW (Indonesia Corruption Watch), sebuah organisasi independen yang bekerja sama dengan masyarakat untuk memerangi korupsi guna mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan berkeadilan sosial, menilai perolehan alat kesehatan dan obat-obatan rentan terhadap korupsi.
3. Pembangunan
Sektor pembangunan dan infrastruktur juga terkena dampak buruk korupsi. Kenaikan besar-besaran proyek infrastruktur menimbulkan kerugian besar bagi keuangan. Efeknya? Kualitas bangunannya buruk dan tidak lestari, sehingga mengancam keselamatan masyarakat. Di sektor pembangunan, korupsi terjadi pada tahap perencanaan, pengadaan, dan pelaksanaan. Pada tahap perencanaan, para koruptor mencari celah dalam pengalokasian anggaran dan prosedur pengadaan, sedangkan dalam pelaksanaannya data pekerjaan dimanipulasi dan uang digunakan secara tidak tepat.
4. Kemiskinan
Korupsi secara signifikan meningkatkan kemiskinan di negara ini. Dampaknya menimbulkan kemiskinan absolut dan relatif. Pertumbuhan ekonomi yang terhambat oleh korupsi memperlebar kesenjangan sosial antara si kaya, yang semakin kaya, dan si miskin, yang semakin tenggelam dalam kemiskinan. Aliran keuangan yang salah arah membuat layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan tidak memadai bagi masyarakat miskin. Kesulitan mereka dalam mengakses layanan publik yang layak diperparah dengan birokrasi yang korup.
5. Budaya
Korupsi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya dan norma-norma masyarakat. Ketika korupsi menjadi suatu kebiasaan, masyarakat mulai menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Perilaku buruk seperti ini melemahkan standar antikorupsi yang ada. Penelitian menunjukkan bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi cenderung memiliki masyarakat yang lebih besar kemungkinannya untuk melakukan pelanggaran seperti pelanggaran parkir atau penyuapan. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi telah mempengaruhi budaya dan perilaku masyarakat.
F. Dasar hukum pemberantasan korupsi di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan keseriusannya dalam pemberantasan korupsi melalui berbagai kerangka hukum yang menjadi pedoman untuk mencegah dan mengadili kejahatan korupsi. Beberapa landasan dan instrumen hukum yang relevan antara lain:
1. UU No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-undang yang disahkan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto pada masa Orde Baru ini menetapkan hukuman penjara seumur hidup dan denda maksimum hingga 30 juta rupee India untuk pelanggaran terkait korupsi. Meskipun undang-undang tersebut mempunyai definisi yang jelas tentang korupsi, korupsi masih merajalela, sehingga menyebabkan lahirnya undang-undang antikorupsi yang lebih mutakhir.
2. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN
Pasca tumbangnya rezim Orde Baru dan munculnya era reformasi agama, TAP MPR muncul untuk mendukung pemberantasan korupsi. Hal ini juga berujung pada terbentuknya lembaga pemerintah seperti Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi dan Komisi Ombudsman Nasional untuk mendukung pemberantasan korupsi.
3. UU No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN
Undang-undang ini merupakan salah satu bentuk kewajiban pemberantasan korupsi pasca orde baru yang secara tegas mendefinisikan korupsi, konspirasi, dan nepotisme sebagai kegiatan yang memalukan dalam penyelenggaraan publik. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan lembaga independen seperti Komisi Pemeriksaan dan Komisi Persaingan Usaha (KPPU).
4. UU No.15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Uang hasil korupsi sering kali dicuci untuk menghindari deteksi. Undang-undang ini memberikan dasar bagi pemrosesan perkara dan pelaporan tindak pidana pencucian uang, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang akibat korupsi.
5. PP No. 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK)
Merupakan arah politik nasional yang memuat fokus dan tujuan pemberantasan korupsi serta menjadi kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya yang melaksanakan kegiatan pemberantasan korupsi di Indonesia.
6. Permenristekdikti No. 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di Perguruan Tinggi
Sebagai bagian dari pencegahan korupsi, perguruan tinggi harus memberikan pelatihan antikorupsi pada semua tingkatan dan bentuk kegiatan sejalan dengan komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Pada saat yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia menyoroti tiga strategi utama pemberantasan korupsi dalam Trisula Pemberantasan Korupsi.
*) Sula Penindakan
Merujuk pada persidangan, penuntutan, dan bukti kuat adanya tanggung jawab hukum terhadap pelaku korupsi.
*) Sula Pencegahan
Memprioritaskan perbaikan sistem dan tata kelola untuk mencegah korupsi, seperti peningkatan transparansi pelayanan publik dan koordinasi pengawasan.
*) Sula Pendidikan
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi melalui kampanye dan edukasi agar mereka memahami korupsi secara setara dan melawannya bersama-sama.
G. Cara sudah dilakukan untuk memberantas korupsi di Indonesia
Seperti yang kita ketahui, korupsi sudah menjadi masalah besar di Indonesia sejak lama dan menimbulkan banyak kerugian bagi negara. Pemerintah dan lembaga terkait telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Berikut ini adalah beberapa cara yang telah digunakan untuk memberantas korupsi di Indonesia.
1. Pemerintah Indonesia telah menggunakan teknologi untuk mengurangi korupsi. Untuk meningkatkan transparansi dan mengurangi peluang korupsi, sistem online untuk proses pengadaan barang dan jasa, seperti pengadaan elektronik, telah diperkenalkan.
2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama polisi bertindak agresif terhadap kepuasan. Melalui operasi lonjakan (OTT) dan pencegahan, mereka berupaya memutus rantai korupsi sebelum semakin meluas.
3. Pemerintah terus berupaya memperkuat peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pemberantasan korupsi. Memberikan dukungan yang lebih baik baik dari segi anggaran maupunk kewenangan dalah salah satu langkah yang diterapkan.
4. Pemerintah juga fokus meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Program pelatihan dan informasi mengenai bahaya korupsi dan pentingnya kejujuran telah diperkuat.
5. Peningkatan transparansi di segala bidang, terutama dalam penyelenggaraan negara dan keuangan publik. Akses terhadap informasi publik dan pelaporan keuangan yang lebih transparan merupakan bagian dari upaya ini.
6. Media massa berperan penting dalam pemberantasan korupsi dengan meneliti, memberitakan, dan memantau berbagai kasus korupsi. Partisipasi media massa merupakan faktor penting untuk memperkuat pengendalian korupsi publik.
Upaya bersama berbagai pihak baik pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat menjadi kunci pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski masih banyak yang harus dilakukan, langkah-langkah tersebut menunjukkan komitmen untuk menciptakan lingkungan bebas korupsi bagi pembangunan bangsa dan negara.
H. Hambatan dalam pemberantasan korupsi
Empat hal yang menjadi penghambat dalam pemberantasan korupsi, yakni:
1. Hambatan struktural
Hambatan struktural adalah hambatan praktis terhadap administrasi dan manajemen publik, yang menyebabkan penanganan korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Misalnya:
*) Keegoisan sektoral dan kelembagaan, sehingga lembaga meminta pendanaan sebesar-besarnya tanpa mempertimbangkan kebutuhan nasional.
*) Fungsi pengawasan masih belum berfungsi secara efektif.
*) Kerja sama antara otoritas pengawas dan kepolisian lemah.
*) Inefisiensi pengelolaan kekayaan negara.
*) Lemahnya sistem pengendalian internal yang berkorelasi positif dengan berbagai penyimpangan.
*) Kualitas pelayanan publik yang buruk.
2. Hambatan kultural
Hambatan kultural adalah hambatan yang diakibatkan oleh tumbuh dan berkembangnya kebiasaan-kebiasaan negatif dalam masyarakat, misalnya:
*) Sikap aparat pemerintah yang enggan dan toleran, sehingga dapat menghambat penanganan kasus korupsi.
*) Rendahnya komitmen terhadap penanganan kasus korupsi secara tegas dan menyeluruh.
*) Sikap masyarakat terhadap pemberantasan korupsi.
3. Hambatan Instrumental
Hambatan instrumental adalah hambatan yang diakibatkan oleh kurangnya peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, sehingga menghambat berfungsinya pemberantasan korupsi secara optimal. Contohnya seperti:
*) Adanya tumpang tindih peraturan perundang-undangan yang memicu tindakan korupsi di pemerintahan.
*) Sulitnya pembuktian kasus korupsi.
4. Hambatan manajemen
Hambatan manajemen adalah hambatan yang diakibatkan oleh pengabaian prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (adil, bertanggung jawab, dan transparan) sehingga kasus korupsi tidak dapat ditangani secara maksimal. Hambatan administratif meliputi:
*) Kurangnya komitmen pemerintah terhadap tindak lanjut hasil penertiban.
*) Lemahnya koordinasi antar otoritas penertiban dan antara otoritas penertiban dengan instansi kepolisian.
*) Belum optimalnya dukungan teknologi informasi dalam administrasi publik.
* ) Organisasi kontrol tidak independen.
I. Pandangan korupsi menurut Islam
Sangat menyedihkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia beragama, namun Indonesia masih menjadi master korupsi. Korupsi dilarang dalam ajaran agama apa pun, termasuk Islam. Meski kehadiran korupsi di berbagai sektor mungkin tidak berdampak langsung terhadap kehidupan kita, namun jika kita semua tidak peduli dan ikut serta dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, lambat laun kita semua akan terpuruk.
Ibarat sebuah kapal besar bernama Indonesia yang mengarungi lautan luas dan mengangkut penumpang dengan berbagai kebutuhan. Untuk mencapai tujuan dengan selamat, kapten kapal harus mengikuti aturan permainan yang telah disepakati. Peristiwa seperti ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang berbunyi:
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami Zakariyya’ berkata, aku mendengar ‘Amir berkata, aku mendengar An-Nu’man bin Basyir Radliyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam bersabda:“Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Allah dan orang yang diam terhadapnya seperti sekelompok orang yang berlayar dengan sebuah kapal, lalu sebagian dari mereka ada yang mendapat tempat di atas dan sebagian lagi di bagian bawah perahu. Lalu orang yang berada di bawah perahu bila mereka mencari air untuk minum mereka harus melewati orang-orang yang berada di bagian atas seraya berkata; “Seandainya boleh kami lubangi saja perahu ini untuk mendapatkan bagian kami sehingga kami tidak mengganggu orang yang berada di atas kami”. Bila orang yang berada di atas membiarkan saja apa yang diinginkan orang-orang yang di bawah itu maka mereka akan binasa semuanya. Namun bila mereka mencegah dengan tangan mereka maka mereka akan selamat semuanya.”(HR. Bukhari)
Korupsi dalam hukum Islam diatur dalam hukum pidana. Kejahatan adalah suatu perbuatan yang mengancam keselamatan fisik dan tubuh seseorang, atau suatu perbuatan yang dapat merusak harga diri dan harta benda seseorang sehingga perbuatan atau perbuatan tersebut dianggap tidak sah sekalipun oleh pelakunya. dikenakan sanksi hukum, baik di dunia maupun siksa Allah di akhirat.
Penggelapan uang negara syariah Islam disebut Al-Ghulul, yaitu mencuri ghanimah (rampasan perang) atau menyembunyikan sebagiannya (untuk diperoleh) sebelum diantar ke tempat distribusi, meskipun jumlahnya relatif kecil. hanya benang dan jarum. Mencuri atau menyelewengkan uang Baitul (kas negara) dan uang Zakat dari umat Islam disebut juga Al-Ghulul. Adapun dasar hukum dari Al-Ghulul terdapat dalam Al-Quran yang berbunyi:
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَمَا كَا نَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗ وَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Artinya:"Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya dan mereka tidak dizalimi."(QS. Ali 'Imran surah ke 3: Ayat 161)
Dalam hadits juga disebutkan mengenai larangan korupsi, antara lain:
1. Larangan mengambil yang bukan haknya meskipun seutas benang dan sebuah jarum
Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,”Serahkanlah benang dan jarum. Hindarilah Al-ghulul, sebab ia akan mempermalukan orang yang melakukannya pada hari kiamat kelak”. Beginilah anjuran dari Rasulullah, melarang mengambil sesuatu yang bukan haknya walaupun hanya seutas benang dan sebuah jarum.
2. Bagikan segala sesuatu kepada yang berhak
Dari Ibnu Jarir dari Al-Dahhak, bahwa nabi mengirimkan beberapa orang pengintai kepada suatu daerah musuh. Kemudian daerah itu diperangi dan dikalahkan serta harta rampasan dibagi-bagi. Tetapi para pengintai tidak hadir ketika rampasan itu dibagi-bagi. Lalu ada diantara mereka menyangka, bahwa mereka tidak akan dapat bagian. Kemudian setelah mereka datang ternyata bagian untuk mereka telah disediakan. Maka turunlah ayat ini yang menegur sangkaan mereka yang buruk, sekaligus menyatakan bahwa nabi tidaklah berbuat curang dengan pembagian harta rampasan perang dan sekali-kali tidaklah nabi akan menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan diri beliau sendiri.
3. Larangan untuk mengambil sesuatu tanpa izin dari yang berhak
Dari Mu’adz bin Jabal yang berkata, “Rasulullah Saw telah mengutus saya ke Negeri Yaman. Ketika saya baru berangkat, ia mengirim seseorang untuk memanggil saya kembali, maka saya pun kembali.” Nabi bersabda, “Apakah engkau mengetahui mengapa saya mengirim orang untuk menyuruhmu kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu apa pun tanpa izin saya, karena hal itu adalah Ghulul (korupsi). Barang siapa melakukan ghulul, ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat. Untuk itu saya memanggilmu, dan sekarang berangkatlah untuk tugasmu.” (HR. At-Tirmidzi)
4. Pada hari kiamat orang akan memikul terhadap barang yang diambil secara tidak sah
Dari Abu Hurairah berkata, “Suatu hari Rasulullah saw berdiri ditengah-tengah kami. Beliau menyebut tentang ghulul, menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat besar. Lalu beliau bersabda, “Sungguh aku akan mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul unta yang melenguh-lenguh. “ Ia berkata, “Wahai Rasulullah tolonglah aku. “Maka aku menjawab, “Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu. Aku juga mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul kambing yang mengembik-embik. “Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah tolonglah aku.’ Maka aku menjawab, ‘Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya. Aku juga mendapati seseorang di antara lain pada hari kiamat datang dengan memikul binatang yang mengeluarakan suara-suara keras. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah tolonglah aku.’ Maka aku menjawab, ‘ Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu. Aku juga akan mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul kain dan baju-baju yang berkibar-kibar.’ Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah tolonglah aku.’ Maka aku menjawab, ‘Aku tidak memiliki sesuatupun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu. Aku mendapati seseorang di antara kalian pada hari kiamat datang dengan memikul barang-barang yang berharga.’ Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah tolonglah aku.’ Maka aku menjawab, ‘aku tidak memiliki sesuatu apapun dari Allah untuk itu. Sungguh aku telah menyampaikan semuanya kepadamu.’” (HR. Bukhari)
J. Solusi efektif dalam menangani hambatan pemberantasan korupsi
Meskipun banyak upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun terdapat beberapa hambatan yang masih menghambat efektivitas pemberantasan korupsi. Berikut beberapa solusi efektif yang dapat diterapkan untuk mengatasi hambatan tersebut.
1. Memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga terkait lainnya untuk meningkatkan kapasitas dan independensinya dalam penyidikan dan penuntutan kasus korupsi;
2. Perlindungan hukum yang kuatMemastikan pelaku korupsi diadili dengan tegas dan tanpa diskriminasi, termasuk melalui pengadilan yang cepat dan terbuka;
3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana publik serta proses pengadaan barang dan jasa publik;
4. Meningkatkan pendidikan antikorupsi dari tingkat dasar dan tinggi untuk mengembangkan karakter dan kesadaran antikorupsi sejak dini;
5. Mendorong kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil untuk mencegah dan memberantas korupsi.
Menghilangkan hambatan pemberantasan korupsi di Indonesia memerlukan komitmen dan tindakan nyata dari semua pihak. Indonesia dapat berhasil mengatasi masalah korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan terbuka hanya dengan upaya bersama.
Penutup:
Langkah konkrit harus segera diambil untuk memberantas korupsi. Dengan memahami akar permasalahan secara mendalam, kita semua mempunyai tanggung jawab yang sama untuk menciptakan masyarakat yang bersih, adil, dan transparan. Melalui kesadaran dan tindakan kolektif, kita bisa mengubah paradigma korupsi menjadi masa lalu yang kelam. Mari kita hancurkan korupsi bersama-sama demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
Penulis: Maulana Aditia
Komentar
Posting Komentar