Sejarah perjalanan dakwah Rasulullah di Makkah dan Madinah
Artikel ini mengungkap perjalanan dakwah Nabi di Makkah dan Madinah, menceritakan awal mula dakwahnya, tantangan yang dihadapi serta transformasi Islam dari gerakan kecil menjadi kekuatan besar. Kita melihat langkah-langkah penting dalam penyebaran Islam, mulai dari mendapat perlawanan Makkah hingga berhijrah ke Madinah yang menandai dimulainya era baru. Artikel ini juga mengkaji kontribusi penting Nabi dan para sahabat dalam pembentukan masyarakat Islam Madinah dan menggambarkan perjalanan spiritual dan politik yang mengubah sejarah.
1. Sejarah Perjalanan Dakwah Rasulullah di Makkah
A. Nabi Muhammad menjadi rasul dan penerimaan wahyu pertama
Saat Nabi Muhammad hampir berusia 40 tahun, beliau sering merenungkan kondisi kaumnya dan menyadari bahwa banyak kondisi kaumnya yang tidak sesuai dengan kebenaran. Oleh karena itu, beliau sering mulai uzlah (mengasingkan diri) dengan kaumnya, menghabiskan waktu di gua Hira yang berada di Jabal Nur.
Gua Hira merupakan gua kecil berukuran lebar 1,75 dzira' dan panjang 4 dzira' diukur dengan dzira' Hadid atau hasta besi. Membawa air dan roti gandum, beliau tinggal di dalam gua. Di sana beliau banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah dan bertafakur tentang kekuasaan Allah di alam semesta yang sempurna.
Selama bertafakur tersebut, beliau pun semakin menyadari kesulitan yang dialami kaumnya. Banyak diantara mereka yang terbelenggu dan tidak bisa lepas dari keyakinannya yang menyimpang. Namun, beliau masih belum mempunyai jalan yang jelas dan belum ada petunjuk yang jelas mengenai jalan mana yang harus ditempuh agar kaumnya terbebas dan terhindar dari belenggu kesyirikan.
Saat Nabi Muhammad mencapai usianya yang ke-40, tanda-tanda kenabiannya semakin terlihat dan jelas. Diantaranya adalah batu di Makkah yang mengucap salam kepada beliau. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang berbunyi: "Sesungguhnya aku menjumpai sebuah batu di Kota Makkah mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus (menjadi nabi). Sesungguhnya aku masih mengingatnya sampai sekarang.” (HR. Muslim No. 2277).
Di antara tanda-tanda kenabian lainnya adalah mimpinya yang semakin jelas dan benar yang disebut “Ru’ya Al-Shalihah” atau “Ru’ya Al-Shadiqah”. Dalam hadits dikatakan bahwa:“Sebuah mimpi yang benar adalah salah satu dari 46 tanda kenabian.” (H.R. Muslim No. 2263).
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata, “Al Baihaqi mengisahkan bahwa masa ru’ya ash shalihah berlangsung selama 6 bulan. Berdasarkan hal ini, maka permulaan kenabian dengan adanya ru’ya ash shalihah terjadi pada bulan kelahiran beliau yaitu Rabi’ul Awwal, setelah beliau genap 40 tahun. Sedangkan wahyu dalam kondisi terjaga terjadi pada bulan Ramadhan” (Fathul Bari, 1/27).
Ketika uzlah, Nabi Muhammad memasuki tahun ketiga, yaitu usianya 40 tahun, 6 bulan, dan 12 hari menurut kalender Hijriah, atau sekitar 39 tahun, 3 bulan, dan 20 hari menurut kalender Masehi. Di bulan Ramadhan, Allah mengangkatnya sebagai nabi dan malaikat Jibril menurunkannya untuk menyampaikan wahyu pertama Nabi Muhammad kepada umat Islam. Peristiwa ini terjadi pada malam Senin tanggal 21 Ramadhan, tanggal 10 Agustus 610 Masehi.
Baca juga: Mengimani para Rasul Allah
Para ulama mengemukakan tiga pendapat mengenai ayat mana yang turun pertama kali:
1. Surah Al-Alaq ayat 1-5
Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits dari Aisyah Radhiallahu 'Anha, beliau menyebutkan:
“Awal turunnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dimulai dengan ar ru’ya ash shadiqah (mimpi yang benar dalam tidur). Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi rasa ingin untuk menyendiri. Nabi pun memilih gua Hira dan ber-tahannuts. Yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu. Kemudian beliau kembali kepada keluarganya untuk mempersiapkan bekal untuk ber-tahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal. Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hira. Malaikat Jibril datang dan berkata: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”. Beliau menjawab: “Aku tidak bisa baca”. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah)” (HR. Bukhari no. 6982, Muslim no. 160).
Bunyi surah Al-'Alaq surah ke 96: Ayat 1-5
丕ِ賯ْ乇َ兀ْ 亘ِ丕 爻ْ賲ِ 乇َ亘ِّ賰َ 丕賱َّ匕ِ賷ْ 禺َ賱َ賯َ(佟) 禺َ賱َ賯َ 丕賱ْ丕ِ 賳ْ爻َ丕 賳َ 賲ِ賳ْ 毓َ賱َ賯ٍ(佗) 丕ِ賯ْ乇َ兀ْ 賵َ乇َ亘ُّ賰َ 丕賱ْ丕َ 賰ْ乇َ賲ُ(伲) 丕賱َّ匕ِ賷ْ 毓َ賱َّ賲َ 亘ِ丕 賱ْ賯َ賱َ賲ِ(伽) 毓َ賱َّ賲َ 丕賱ْ丕ِ 賳ْ爻َ丕 賳َ 賲َ丕 賱َ賲ْ 賷َ毓ْ賱َ賲ْ(佶)
Artinya:
(1)"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,"
(2)"Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah."
(3)"Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia."
(4)"Yang mengajar (manusia) dengan pena."
(5)"Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya."(QS. Al-'Alaq surah ke 96: Ayat 1-5)
2. Surah Al Muddatsir ayat 1-3
Sebagaimana yang diterangkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu yang berbunyi:
"Dari Abu Salamah bin Abdirrahman ia mengatakan: Aku bertanya kepada Jabir bin Abdillah: ayat Al Qur’an mana yang pertama kali turun? Jabir menjawab: Yaa ayyuhal muddatsir. Abu Salamah menukas: bukanlah iqra bismirabbika? Jabir mengatakan: tidak akan aku kabarkan kecuali apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Aku berdiam diri di gua Hira’, ketika selesai berdiam, aku pun beranjak turun (keluar). Lalu ada yang menyeruku, aku pun melihat ke sebelah depan dan belakangku dan ke sebelah kanan dan kiriku. Ternyata, (yang memanggilku) ia duduk di atas Arasy antara langit dan bumi. Lalu aku bergegas mendatangi Khadijah lalu aku berkata, ‘Selimutilah aku. Dan tuangkanlah air dingin pada tubuhku’. Lalu turunlah ayat: ‘Yaa ayyuhal muddatsir, qum fa-anzhir warabbaka fakabbir (Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan berilah peringatakan. Dan Tuhan-mu, agungkanlah)'”” (HR. Bukhari no. 4924).
Bunyi surah Al-Muddatstsir surah ke 74: Ayat 1-3
賷ٰۤ丕َ 賷ُّ賴َ丕 丕賱ْ賲ُ丿َّ孬ِّ乇ُ(佟) 賯ُ賲ْ 賮َ丕َ 賳ْ匕ِ乇ْ(佗) 賵َ乇َ亘َّ賰َ 賮َ賰َ亘ِّ乇ْ(伲)
Artinya:
(1)"Wahai orang yang berkemul (berselimut)!"
(2)"Bangunlah, lalu berilah peringatan!"
(3)"Dan agungkanlah Tuhanmu,"
(QS. Al-Muddatsir surah ke 74: Ayat 1-3)
3. Surah Al Fatihah
Sebagaimana hadits yang berbunyi:
“Dari Abu Ishaq dari Abu Maysarah ia berkata, ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mendengar suara (gaib) beliau pun pergi dalam keadaan takut. Kemudian beliau menyebutkan tentang datangnya Malaikat dan menyampaikan: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin… sampai akhir surat” (dinukil dari Al Burhan fi Ulumil Qur’an, 207).
Kompromi antara ketiga pendapat tersebut adalah ayat yang pertama diturunkan adalah Al 'Alaq 1-5, sedangkan yang pertama diturunkan berupa perintah berupa tabligh (dakwah Islam) adalah Al Muddatsir 1-3 dan yang pertama diturunkan secara lengkap dalam Al Fatihah (dinukil dari Al Burhan fi Ulumil Qur'an, 207, Badruddin Az Zarkasyi).
Setelah menerima wahyu di gua Hira' Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kembali ke rumah Khadijah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits yang berbunyi:
“Beliaupun pulang dalam kondisi gemetar dan bergegas hingga masuk ke rumah Khadijah. Kemudian Nabi berkata kepadanya: Selimuti aku, selimuti aku. Maka Khadijah pun menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya. Kemudian Nabi bertanya: ‘wahai Khadijah, apa yang terjadi denganku ini?’. Lalu Nabi menceritakan kejadian yang beliau alamai kemudian mengatakan, ‘aku amat khawatir terhadap diriku’. Maka Khadijah mengatakan, ‘sekali-kali janganlah takut! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahmi, pemikul beban orang lain yang susah, pemberi orang yang miskin, penjamu tamu serta penolong orang yang menegakkan kebenaran. Setelah itu Khadijah pergi bersama Nabi menemui Waraqah bin Naufal, ia adalah saudara dari ayahnya Khadijah. Waraqah telah memeluk agama Nasrani sejak zaman jahiliyah. Ia pandai menulis Al Kitab dalam bahasa Arab. Maka disalinnya Kitab Injil dalam bahasa Arab seberapa yang dikehendaki Allah untuk dapat ditulis. Namun usianya ketika itu telah lanjut dan matanya telah buta.
Khadijah berkata kepada Waraqah, “wahai paman. Dengarkan kabar dari anak saudaramu ini”. Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku. Apa yang terjadi atas dirimu?”. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya. Waraqah berkata, “(Jibril) ini adalah Namus yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Duhai, semoga saya masih hidup ketika kamu diusir oleh kaummu”. Nabi bertanya, “Apakah mereka akan mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya, betul. Tidak ada seorang pun yang diberi wahyu seperti engkau kecuali pasti dimusuhi orang. Jika aku masih mendapati hari itu niscaya aku akan menolongmu sekuat-kuatnya”. Tidak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia” (HR. Al Bukhari no. 6982).
Ketika wahyu pertama turun, setelah itu wahyu berhenti datang untuk sementara waktu yang dikenal dengan masa fatratul wahyi yakni Saat-saat dimana tidak ada wahyu yang diturunkan. Sebagaimana yang disebutkan hadits yang berbunyi:
“Telah sampai informasi kepada kami bahwa masa fatrah terjadi begitu lama hingga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersedih hati. Yang ini membuat beliau berulang kali berlari kencang ke atas bukit untuk melompat. Setiap kali beliau sampai ke atas bukit, malaikat Jibril menampakkan diri dan berkata: ‘wahai Muhammad, engkau adalah benar-benar Rasulullah’. Sehingga hati dan jiwa beliau menjadi tenang” (HR. Al Bukhari no. 6982).
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata, “Terdapat riwayat dari Tarikh Ahmad bin Hambal, dari Asy Sya’bi bahwa rentang waktu fatratul wahyi adalah 3 tahun, ini pendapat yang dipegang oleh Ibnu Ishaq” (Fathul Baari, 1/27). Selain itu, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa, “Sebagian ulama mengatakan bahwa rentang waktu rentang waktu fatratul wahyi adalah 2 tahun atau 2,5 tahun” (Al Bidayah wan Nihayah, 4/42).
Dan sebagian ulama juga berpendapat bahwa fatratul wahyi hanya bertahan beberapa hari saja. Kemudian setelah berakhirnya masa fatratul wahyi datang wahyu lain yaitu surat Al Muddatsir ayat 1-7 seperti dalam Hadits Jabir Radhiyallahu 'Anhu di atas.Dengan demikian Nabi Muhammad diangkat menjadi seorang rasul. "Beliau diangkat menjadi Nabi dengan “Iqra’” dan diangkat menjadi Rasul dengan ‘Al Muddatsir" (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Tsalatsatul Ushul)
Baca juga: Mengimani Kitab-kitab Allah
B. Pokok ajaran dakwah Rasulullah di Makkah
1. Akidah
Aqidah secara bahasa diambil dari kata al-aqdu yang berarti ikatan. Sementara itu, aqidah, sesuai dengan istilahnya, adalah keyakinan yang kokoh dan teguh yang tidak menimbulkan keraguan sedikit pun di kalangan pemeluknya. Allah mengutus Rasulullah untuk membawakan ajaran tauhid. Masyarakat Arab yang pada saat kelahiran Rasulullah jauh sebelum Rasulullah lahir, hidup dalam praktik kemusyrikan.
Beliau menyampaikan kepada Quraisy bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu yang ada di dunia ini, langit, bumi, matahari, bintang, laut, gunung, manusia, hewan, tumbuhan, batu, air, api dan sebagainya. Oleh karena itu, Allah maha kuasa atas segala sesuatu, sedangkan manusia lemah dan tidak berdaya. Dialah Yang Maha Besar (Maha Mulia) sedangkan manusia hina dan hina.
Selain sebagai Yang Maha Pencipta dan Maha Kuasa, Dia juga memelihara seluruh makhluk-Nya dan mencukupi segala kebutuhannya, termasuk manusia. Kemudian Nabi Muhammad juga mengajarkan bahwa Allah adalah maha tahu. Allah mengajarkan manusia berbagai pengetahuan yang tidak mereka ketahui dan bagaimana memperoleh dan mengembangkan pengetahuan itu.
Ajaran keimanan merupakan ajaran terpenting yang diberikan kepada Rasulullah yang bersumber dari wahyu Ilahi. Banyak ayat Al-Qur'an yang memerintahkannya menyampaikan keimanan sebagai landasan mutlak ajaran Islam. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
賯ُ賱ْ 賴ُ賵َ 丕賱賱ّٰ賴ُ 丕َ丨َ丿ٌ(佟) 丕َ賱賱ّٰ賴ُ 丕賱氐َّ賲َ丿ُ(佗) 賱َ賲ْ 賷َ賱ِ丿ْ ۙ 賵َ賱َ賲ْ 賷ُ賵ْ賱َ丿ْ(伲) 賵َ賱َ賲ْ 賷َ賰ُ賳ْ 賱َّ賴ٗ 賰ُ賮ُ賵ً丕 丕َ丨َ丿ٌ(伽)
Artinya:
(1)"Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa."
(2)"Allah tempat meminta segala sesuatu."
(3)"(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan."
(4)"Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia."(QS. Al-Ikhlas surah ke 112: Ayat 1-4)
Ajaran-ajaran tauhid tersebut meninggalkan kesan yang mendalam di hati Nabi dan para pengikutnya serta menimbulkan keyakinan yang kokoh teguh. Dengan iman ini, para sahabat benar-benar yakin bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka dalam kesulitan dan penderitaan. Dengan keyakinan tersebut, mereka yakin bahwa Allah akan memberikan kebahagiaan hidup kepada mereka.
Dengan iman ini, sahabat terbebas dari pengaruh kekayaan dan kesenangan duniawi. Dengan keyakinan itu, para sahabat mampu bersabar dan tekun serta terus memegang teguh agama ketika menghadapi tantangan dan siksaan dari para pemimpin Quraisy yang sangat keji.
Dengan iman itu, salam kepada Nabi Muhammad dapat berkata kepada Abu Thalib dengan mantap: “Paman, demi Allah, meskipun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, bagiku meninggalkan tugas ini, aku tidak akan meninggalkannya.” Biarkan Allah nanti menunjukkan apakah saya memperoleh kemenangan (berhasil) atau binasa karenanya. Ini pula yang menjadi rahasia mengapa Bilal bin Rabbah mampu bertahan dari siksaan yang berulang kali sambil berkata: “Allah Maha Esa.”
2. Akhlak mulia
Di Makkah, Rasulullah juga mengajarkan akhlak mulia di kalangan masyarakat. Dari segi akhlak, Nabi Muhammad tampil sebagai teladan yang baik (ideal). Sebelum menjadi nabi, beliau menampilkan dirinya sebagai sosok yang jujur dan diberi gelar al-Amin (yang dapat dipercaya) oleh umatnya. Selain itu Nabi Muhammad adalah sosok yang ingin membantu dan meringankan beban orang lain.
Baca juga: Meneladani akhlak mulia para Rasul Allah
Beliau juga menciptakan dan memelihara hubungan keluarga dan persahabatan. Nabi Muhammad tampil sebagai sosok yang santun, lemah lembut, menghormati semua orang, dan menghormati tamu. Selain itu, Nabi Muhammad juga tampil sebagai sosok yang berani membela kebenaran, teguh pendirian, dan rajin beribadah.
Nabi Muhammad menyerukan untuk meninggalkan sikap dan perilaku tercela masyarakat Arab seperti perjudian, minuman keras (khamr), perzinahan, pembunuhan dan kebiasaan buruk lainnya. Selain kepribadian dan akhlak mulia Nabi Muhammad ajaran memperbaiki akhlak juga datang dari Allah dalam firman-Nya yang berbunyi:
丕ِ賳َّ賲َ丕 丕賱ْ賲ُ丐ْ賲ِ賳ُ賵ْ賳َ 丕ِ禺ْ賵َ丞ٌ 賮َ丕َ 氐ْ賱ِ丨ُ賵ْ丕 亘َ賷ْ賳َ 丕َ禺َ賵َ賷ْ賰ُ賲ْ 賵َ丕 鬲َّ賯ُ賵丕 丕賱賱ّٰ賴َ 賱َ毓َ賱َّ賰ُ賲ْ 鬲ُ乇ْ丨َ賲ُ賵ْ賳َ
Artinya:"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."(QS. Al-Hujurat surah ke 49: Ayat 10)
Informasi di atas memberi kita penjelasan bagaimana Nabi memadukan teori dan praktik. Beliau mengajarkan kepada umatnya akhlak mulia, namun beliau juga menunjukkannya dengan perilakunya. Akhlak Nabi adalah apa yang terkandung dalam Al-Qur'an itu sendiri. Beliau tidak hanya mengajar namun juga mencontohkan akhlak yang terpuji.
Hal ini diakui oleh penulis Barat Michael H. Hart dalam bukunya berjudul “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History (1978)” yang menempatkan Nabi Muhammad sebagai orang yang paling berhasil mengubah perilaku manusia yang biadab menjadi perilaku manusia yang beradab.
C. Strategi dakwah Rasulullah di Makkah
Dalam mendakwahkan ajaran Islam yang mendasar dan universal, Nabi tidak serta merta melakukannya dengan tergesa-gesa. Beliau sangat memahami keadaan masyarakat Arab saat itu yang sedang terjerumus ke dalam maksiat dan praktik kemungkaran.
Mengubah pola pikir dan adat istiadat atau praktik bangsa Arab, khususnya bangsa Quraisy, bukanlah hal yang mudah. Sebuah adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun selama ratusan tahun ditambah dengan pengaruh agama Nasrani dan Yudaisme yang sudah dikenal sejak lama bahkan memiliki banyak pengikut.Nabi mengambil dua langkah untuk melaksanakan misi dakwahnya.
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Agar tidak menimbulkan kekhawatiran dan kekacauan di kalangan masyarakat Quraisy, Nabi memulai dakwahnya secara sembunyi-sembunyi (al-Da’wah bi al-Sirr). Hal ini dilakukan mengingat sifat keras suku Quraisy dan tekad mereka untuk tetap berpegang teguh pada keyakinan dan menyembah berhala. Saat itu Rasulullah membatasi dakwah Islam hanya kepada orang-orang terdekatnya yaitu keluarga dan sahabatnya. Rumah Nabi (D膩rul Arqam) digunakan sebagai pusat kegiatan dakwah.
Di sana beliau menyampaikan pesan tauhid dan ajaran Islam lainnya yang diturunkan Allah kepadanya. Nabi secara langsung menyampaikan dan menjelaskan ajaran Islam serta menyeru para pengikutnya untuk meninggalkan agama nenek moyang yaitu penyembahan berhala kepada penyembahan Allah. Dikarenakan akhlak mulia Rasulullah anggota keluarga dan para sahabat beliau menyatakan iman dan Islam mereka di hadapan Nabi.
Orang pertama (as-s膩biqunal awwal奴n) yang mengakui kerasulan Nabi Muhammad dan menyatakan Islamnya adalah Khadijah binti Khuwailid (istri beliau), Zaid bin Haritsah (budak yang kemudian diangkat menjadi anak), Ali bin Abi Thalib (adik sepupu) dan Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat). Selain itu, ada pula orang yang berhasil masuk Islam karena didakwahi oleh Abu Bakar Ash-Siddiq merupakan salah satu sahabat Nabi yang paling aktif dalam dakwah Islamiyah. Diantaranya adalah Utsman bin Affan, Zubair bin 'Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin ‘Ubaidillah.
Selain itu kategori Assabiqunal Awwalun juga masih memuat beberapa nama, yaitu Bilal bin Rabah, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Abu Salamah bin Abdul Asad, Al-Arqam bin Abil Arqam, Utsman bin Mazh’un, Qudamah bin Mazh'un, ‘Abdullah bin Mazh'un, Ubaidah bin Al-Harits bin Al-Muthallib bin Abdu Manaf, Sa’id bin Zaid Al-Adawi beserta istrinya, Fathimah binti Al-Khattab Al-Adawiyah (saudara perempuan dari Umar bin Khattab), Khabbab bin Al-Arat, ‘Abdullah bin Mas’ud Al-Huzali.
Bagaimana mereka yang sebelumnya terbiasa dengan adat istiadat masyarakat Arab yang mengakar bisa menerima dan mengadopsi ajaran Islam? Bagaimana mereka meyakini agama baru yang dibawa Nabi Muhammad agama yang paling benar dan sempurna lalu menjadi pengikutnya? Bagaimana reaksi masyarakat ketika mengetahui dirinya meninggalkan agama nenek moyang yaitu penyembahan berhala?
Berikut merupakan jawaban dari pertanyaan diatas.
1) Kepribadian Rasulullah begitu mulia dan agung. Beliau tidak pernah melakukan sesuatu yang tercela atau hina. Beliau adalah orang yang sangat jujur dan amanah (al-Amin), sabar, bijaksana dan lemah lembut dalam menyampaikan ajakan dan ajaran Islam.
2) Ajaran Islam bersifat rasional, logis dan universal, menghormati hak asasi manusia, menjamin persamaan hak, keadilan dan jaminan hidup setelah kematian.
3) Untuk melengkapi ajaran sebelumnya yaitu ajaran yang diberikan oleh para rasul sebelumnya tentang beribadah kepada Allah, berbuat baik kepada sesama, menjaga kerukunan, melarang perbuatan tercela seperti membunuh, berzina, dan lain-lain.
4) Kesadaran akan tradisi dan adat istiadat lama yang begitu jauh dari nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.
Mereka semua diam-diam masuk Islam. Mereka menyembunyikan keimanannya untuk menghindari ancaman dan siksaan kaum kafir Quraisy. Selain diuji keimanan mereka oleh faktor luar, keimanan mereka juga diuji oleh faktor dalam, yaitu ajaran Nabi yang bertentangan dengan kondisi yang ada dan di luar kemampuan otak manusia.
Seperti peristiwa Isra Miraj. Peristiwa perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis, dan diteruskan ke sudratul muntaha dalam satu hari. Hal ini merupakan suatu peristiwa yang mustahil pada saat itu. Karena saat itu unta atau kuda masih digunakan sebagai alat transportasi. Abu Bakar adalah sahabat pertama yang mempercayai peristiwa ini, sehingga Abu Bakar diberi gelar Ash-Shiddiq. Beliau meyakini segala sesuatu yang disabdakan dan disampaikan Nabi Muhammad. Pada peristiwa Isra dan Mi'raj, Nabi Muhammad mendapatkan perintah mendirikan shalat lima waktu.
Perintah shalat ermasuk wahyu pertama. Ibnu Hajar berkata, “Sebelum terjadinya Isra’, beliau Shallall芒hu ‘alaihi wasallam secara qath’i pernah melakukan shalat, demikian pula dengan para Sahabat akan tetapi yang diperselisihkan apakah ada shalat lain yang telah diwajibkan sebelum (diwajibkannya) shalat lima waktu ataukah tidak?. Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang telah diwajibkan itu adalah shalat sebelum terbit dan terbenamnya matahari”.
Berdakwah secara sembunyi-sembunyi (al-Da’wah bi al-Sirr) oleh Rasulullah selama ± 3 tahun. Meski dakwah tersebut disampaikan secara sembunyi-sembunyi dan personal, namun pihak Quraisy sudah terlebih dahulu mendengar kabar tersebut. Mereka tidak peduli dengan masalah ini karena Nabi Muhammad tidak menentang agama dan tuhan mereka. Hingga Nabi Muhammad mampu membangun jamaah orang beriman berdasarkan ukhuwwah (persaudaraan) dan ta’awun (solidaritas).
Setelah mendapatkan pengikut dan dukungan dari keluarga dan sahabat, turunlah wahyu yang memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampaikan dakwah secara terang-terangan, menentang kebatilan kaum Quraisy dan menyerang berhala-berhala mereka. Rasulullah pun merancang strategi dan rencana dakwah secara terang-terangan.
2. Dakwah secara terang-terangan
Ketika perintah dakwah berakhir, Nabi Muhammad memanggil Bani Hasyim dan beberapa orang dari Bani Al-Muthalib bin Al-Manaf. Nabi menyeru kaumnya untuk menyembah dan berserah diri kepada Allah. Namun seluruh kerabatnya menentang Nabi, hanya Abu Thalib yang tidak keberatan. Dia tidak masuk Islam, tetapi mendukung dakwah Nabi Muhammad dan melindunginya dari penganiayaan orang-orang Quraisy.
Yakin dengan dukungan dan janji dari Abu Thalib untuk melindunginya dalam penyampaian wahyu Allah, Nabi menaiki bukit safa dan kemudian berseru: "Wahai semuanya!" kemudian semua orang berkumpul untuk menyambut seruannya, kemudian beliau menyeru mereka kepada tauhid dan beriman kepada risalah dan keyakinannya akan akhirat.”
Di antara mereka yang hadir, Abu Lahab berkata: “Celakalah kamu selama-lamanya, karena inikah kamu mengumpulkan kami.” Lalu turunlah surat Al-Lahab. Sejak itulah dakwah Nabi terdengar dimana-mana di Makkah, barulah diturunkan QS. Al Hijr ayat 94 yang memerintahkan berdakwah secara terang-terangan.
賮َ丕 氐ْ丿َ毓ْ 亘ِ賲َ丕 鬲ُ丐ْ賲َ乇ُ 賵َ 丕َ毓ْ乇ِ囟ْ 毓َ賳ِ 丕賱ْ賲ُ卮ْ乇ِ賰ِ賷ْ賳َ
Artinya:"Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik."
(QS. Al-Hijr surah ke 15: Ayat 94)
Kaum Quraisy merasa terganggu dengan dakwah Nabi karena keyakinan mereka dipermasalahkan dan berhala mereka ditentang. Mereka mengakui Nabi Muhammad sebagai orang yang jujur. Mereka berusaha menghentikan dakwahnya dengan menghubungi paman Abu Thalib. Mereka berharap Abu Thalib mampu merayu Rasulullah untuk menghentikan dakwahnya. Namun Abu Thalib menolak permintaan mereka. Maka mereka kembali dengan tangan kosong, sehingga Nabi dapat terus berdakwah, menampakkan agama Allah dan menyeru kepada Allah.
Setelah penolakan itu, kafir Quraisy berusaha menghentikan Nabi dengan berbagai cara, antara lain meremehkan ajaran Islam, menimbulkan keraguan, menyebarkan spekulasi yang meragukan ajaran beliau dan diri mereka sendiri, serta mempertentangkan Al-Qur'an dengan dongeng orang-orang zaman dahulu dan sibuk dengan dongeng tersebut agar mereka meninggalkan Al-Qur'an dan menyiksa para pengikut Nabi.
Kafir Quraisy mencoba mengusulkan penyatuan Islam dan Jahiliyah. Mereka mengikuti ajaran Nabi tanpa meninggalkan ajarannya, sebaliknya Nabi Muhammad dan para pengikutnya mengikuti tata cara beribadah tanpa meninggalkan ajaran Islam. Nabi Muhammad sepenuhnya menolak tawaran mereka. Peristiwa tersebut dijelaskan dalam ayat 1-5 QS Al-Kafirun.
賯ُ賱ْ 賷ٰۤ丕َ 賷ُّ賴َ丕 丕賱ْ賰ٰ賮ِ乇ُ賵ْ賳َ(佟) 賱َ丕ۤ 丕َ毓ْ亘ُ丿ُ 賲َ丕 鬲َ毓ْ亘ُ丿ُ賵ْ賳َ(佗) 賵َ賱َ丕ۤ 丕َ賳ْ賭鬲ُ賲ْ 毓ٰ亘ِ丿ُ賵ْ賳َ 賲َ丕ۤ 丕َ毓ْ亘ُ丿ُ(伲) 賵َ賱َ丕ۤ 丕َ賳َ丕ۡ 毓َ丕 亘ِ丿ٌ 賲َّ丕 毓َ亘َ丿ْ 鬲ُّ賲ْ(伽) 賵َ 賱َ丕ۤ 丕َ賳ْ賭鬲ُ賲ْ 毓ٰ亘ِ丿ُ賵ْ賳َ 賲َ丕ۤ 丕َ毓ْ亘ُ丿ُ(佶) 賱َ賭賰ُ賲ْ 丿ِ賷ْ賳ُ賰ُ賲ْ 賵َ賱ِ賷َ 丿ِ賷ْ賳ِ(佴)
Artinya:
(1)"Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir!"
(2) "Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah,"
(3) "dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,"
(4) "dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,"
(5) "dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah."
(6) "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku."(QS. Al-Kafirun surah ke 109: Ayat 1-6)
Baca juga: Toleransi dalam setiap sendi-sendi kehidupan
Walaupun demikian pada masa dakwah secara terang-terangan banyak yang masuk Islam seperti Umar bin Khattab, Hamzah bin Abdul Muthalib, Abu Dzar al-Ghifari (tokoh dari kaum Ghifar), Thufail bin Amr Al Dausi(seorang penyair terpandang dari kaum Daus di wilayah Makkah bagian barat. Penduduk Yatsrib yang datang ke Makkah untuk berziarah dijadikan sasaran dakwah.
D. Reaksi kafir Quraisy terhadap dakwah Rasulullah
Ada beberapa alasan mengapa orang-orang kafir menolak dan menolak ajaran yang dibawa Rasulullah, antara lain sebagai berikut.
1. Kesombongan dan keangkuhan
Bangsa Arab pada jahiliyah dikenal sebagai bangsa yang sangat angkuh dan sombong. Mereka berpikir bahwa semua yang mereka lakukan adalah benar. Mereka menganggap tidak ada yang salah dengan apa yang mereka lakukan. Kesombongan mereka tercermin dalam puisi-puisi yang mereka tulis, terutama kesombongan kaum Quraisy yang menganggap suku mereka paling terhormat dan berpengaruh.
Mereka menganggap dirinya lebih mulia dan bernilai lebih tinggi dibandingkan bangsa Arab lainnya. Mereka tidak menerima ajaran Islam tentang persamaan hak dan derajat. Oleh karena itu, mengakui dan menerima ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad merendahkan dan merendahkan status dan martabat serta membahayakan kedudukannya.
2. Fanitisme buta terhadap budaya leluhur
Cara penyembahan berhala dan bentuk kemusyrikan lainnya yang mengakar dan turun-temurun membuat mereka sulit menerima ajaran tauhid dan beribadah kepada Allah yang sebagai satu-satunya Tuhan yang berhak disembah. Kebiasaan-kebiasaan ini mengkristal dan mengakar dan sangat sulit untuk diberikan pemahaman tauhid. Tuhan tampak bagi mereka sebagai berhala yang mereka buat sendiri ratusan tahun yang lalu. Fanatisme terhadap ajaran nenek moyang jelas membawa mereka pada kesesatan yang nyata.
Hal ini sebagaimana yang Allah tegaskan dalam Al Qur'an yang berbunyi:
賵َ丕ِ 匕َ丕 賯ِ賷ْ賱َ 賱َ賴ُ賲ْ 鬲َ毓َ丕 賱َ賵ْ丕 丕ِ賱ٰ賶 賲َ丕ۤ 丕َ賳ْ夭َ賱َ 丕賱賱ّٰ賴ُ 賵َ丕ِ 賱َ賶 丕賱乇َّ爻ُ賵ْ賱ِ 賯َ丕 賱ُ賵ْ丕 丨َ爻ْ亘ُ賳َ丕 賲َ丕 賵َ噩َ丿ْ賳َ丕 毓َ賱َ賷ْ賴ِ 丕ٰ亘َ丕ٓ亍َ賳َ丕 ۗ 丕َ賵َ賱َ賵ْ 賰َ丕 賳َ 丕ٰ亘َ丕ٓ 丐ُ賴ُ賲ْ 賱َ丕 賷َ毓ْ賱َ賲ُ賵ْ賳َ 卮َ賷ْ賭卅ً賭丕 賵َّ賱َ丕 賷َ賴ْ鬲َ丿ُ賵ْ賳َ
Artinya:"Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul." Mereka menjawab, "Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya)." Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?"(QS. Al-Ma'idah surah ke 5: Ayat 104)
3. Eksistensi dan persaingan kekuasaan
Menolak ajaran Nabi secara politis dapat melemahkan keberadaan dan pengaruh otoritas mereka. Jika mereka menerima Rasulullah beserta ajaran yang dibawanya, tentu saja hal ini akan melemahkan pengaruh dan kekuasaan mereka. Kekuasaan dan pengaruh yang mereka peroleh melalui berbagai cara tentu saja sangat bertentangan dengan ajaran Nabi. Oleh karena itu, mereka “mati-matian” menjaga keberadaan dan otoritas mereka untuk menolak Rasulullah.
E. Contoh penyiksaan kafir Quraisy terhadap Rasulullah dan para pengikutnya
Berikut adalah contoh-contoh penyiksaan kafir Qurasiy terhadap Rasulullah dan para pengikutnya.
1. Suatu hari Abu Jahal melihat Rasulullah di 艢afa, ia menghina dan mencaci-maki, namun Rasulullah tidak menanggapinya. Saat dia pulang, Abu Jahl juga bergabung dengan kelompok Quraisy di sebelah Kakbah. Mendengar kejadian itu, paman Nabi Hamzah menjadi marah dan pergi mencari Abu Jahal. Dia kemudian menemukan Abu Jahal bersama rombongan Quraisy sedang duduk di dekat Ka'bah. Tanpa banyak bicara, ia langsung mengangkat busurnya dan memukul kepala Abu Jahal hingga tengkoraknya terluka. "Kamu menghinanya (maksudnya Rasulullah) padahal aku telah memeluk agamanya. Aku memilih jalannya. Kalau kamu mampu, kemari dan bertarunglah denganku!" tantang Hamzah.
2. Suatu hari Uqbah bin Abi Mu'it melihat Rasulullah berjalan berkeliling lalu mereka menyiksanya. Dia melilitkan sorban di leher Nabi dan menyeretnya keluar masjid. Ada orang yang datang menolong Nabi karena takut kepada Bani Hasyim.
3. Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil yang sungguh keji. Nabi bertetangga mereka. Mereka tak henti-hentinya melemparkan benda-benda kotor ke arahnya. Suatu hari mereka melemparkan kotoran domba ke kepala Nabi. Sekali lagi Hamzah membalasnya dengan memukul kepala Abu Lahab dengan benda yang sama.
4. Kaum Quraisy memutuskan semua perkawinan dan hubungan bisnis dengan Bani Hasyim. Perjanjian boikot itu dituangkan dalam bentuk piagam, ditandatangani bersama dan digantung di Ka'bah. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke 7 kenabian dan berlangsung selama tiga tahun. Boikot ini menyebabkan kelaparan, kemiskinan dan kesengsaraan bagi umat Islam. Untuk meringankan penderitaan umat Islam, mereka pindah ke sebuah lembah di luar kota Makkah.
F. Perjanjian aqabah
Penolakan dan perlawanan keras kaum Quraisy membuat Nabi Muhammad berdakwah kepada suku-suku Arab di luar suku Quraisy. Dalam melakukan dakwah ini, Nabi Muhammad tidak hanya menemui mereka di Ka'bah pada musim haji, namun juga mengunjungi desa-desa dan kediaman para kepala suku. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Nabi Muhammad berangkat ke Taif.
Di sana beliau bertemu Saqif dengan harapan ia dan masyarakatnya bisa menerimanya dan memeluk Islam. Saqif dan kaumnya dengan kejam menolak Nabi. Namun Nabi bersikap lapang dada dan meminta Saqif tidak menceritakan kedatangannya di Taif agar tidak mempermalukan kaum Quraisy. Saqif tidak menghiraukan permintaan tersebut, ia bahkan menganjurkan kaumnya untuk mengejek, menyemangati, mengusir dan melempari Nabi dengan batu.
Selain itu Nabi juga mengunjungi Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Hanifah dan Bani Amir bin Sa’sa’ah di rumahnya masing-masing. Tak satu pun dari mereka mau menerima atau mendengar dakwah nabi. Faktanya, Bani Hanifah menolak dengan sangat keras. Amir menunjukkan ambisinya, ia siap menerima ajakan Nabi dengan syarat jika Nabi menang maka kekuasaan ada di tangannya.
Pengalaman tersebut membuat Nabi Muhammad memutuskan bahwa tidak mungkin lagi mendapat dukungan dari suku Quraisy dan suku Arab lainnya. Oleh karena itu, Nabi Muhammad menyampaikan dakwahnya kepada kabilah-kabilah lain yang berada di Makkah lainnya yang datang ke Mekah setiap tahun untuk berziarah.
Ketika musim haji tiba, Nabi Muhammad mengunjungi kabilah-kabilah tersebut dan mengajak mereka masuk Islam. Tak lama kemudian, tanda-tanda kemenangan datang dari Yatsrib (Madinah). Nabi Muhammad mempunyai hubungan emosional dengan Yatsrib. Ayahnya dimakamkan di sana, dan kerabatnya dari Bani Najjar, yang merupakan pihak ibu dari kakeknya Abdul Muthalib, juga ada di sana.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika suatu saat Nabi Muhammad di tempat ini meraih kemenangan dan Islam berkembang sangat pesat. Yatsrib adalah kota yang dihuni oleh orang Yahudi dan Arab dari suku Aus dan Khazraj. Kedua suku ini selalu berebut kekuasaan. Hubungan Ausi dan Khazraj dengan orang Yahudi membuat mereka sadar akan agama ketuhanan. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat kedua suku Arab tersebut mudah menerima kehadiran Nabi Muhammad.
Nabi Muhammad mengetahui kedatangan orang Khazraj di Makkah dan langsung menemui mereka. Ketika Nabi berbicara dan mengajak mereka memeluk Islam, mereka saling berpandangan dan salah seorang di antara mereka berkata: “Sesungguhnya inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi kepada kita, dan jangan biarkan mereka (Yahudi) mendahului kita.”
Setelah itu mereka kembali ke Yatsrib dan memberitakan kabar Nabi Muhammad. Mereka mengumumkan kepada masyarakatnya bahwa mereka telah menerima Islam. Berita dan pernyataan mereka diterima dengan baik oleh masyarakat. Pada musim haji tahun berikutnya, 12 orang Yatsrib datang ke Aqabah untuk menemui Nabi Muhammad. Di tempat itulah mereka berjanji kepada Nabi yang kemudian dikenal dengan Perjanjian Aqabah I.
Pada Perjanjian Aqabah I ini, orang-orang Yatsrib berjanji kepada Nabi untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah, baik di depan atau di belakang, jangan menolak berbuat kebaikan. Siapa mematuhi semua itu akan mendapat pahala surga dan kalau ada yang melanggar, persoalannya kembali kepada Allah.
Selain itu Nabi memerintahkan Mus'ab bin Umair untuk membaca Al-Qur'an, untuk mengajarkan kepada masyarakat Yatsrib tentang Islam dan seluk-beluk agama Islam. Sejak saat itu Mus’ab tinggal di Yatsrib. Ketika musim haji tiba, ia pergi ke Makkah dan bertemu dengan Nabi Muhammad. Dalam pertemuan tersebut, Mus'ab berbicara tentang perkembangan masyarakat Muslim yang tangguh dan kuat di Yatsrib. Kabar ini membuat Nabi sangat senang dan membuatnya ingin pindah ke sana.
Pada tahun 622 M, total 75 orang haji, dua di antaranya wanita, tiba di Mekah di Yatsrib. Nabi memanfaatkan kesempatan itu dan mengadakan pertemuan rahasia dengan para pemimpinnya. Pertemuan Nabi dengan para pemimpin Yatsrib yang hendak menunaikan ibadah haji ke Makkah diatur di Aqabah pada tengah malam hari Tasyrik (tidak sama dengan hari Tasyrik saat ini). Malam itu, Nabi Muhammad diutus oleh pamannya Abbas bin Abdul Muthalib (yang tetap memeluk agama nenek moyangnya) untuk menemui masyarakat Yatsrib.
Pertemuan malam itu kemudian dikenal dalam sejarah sebagai Perjanjian Aqabah II. Pada malam itu, mereka berikrar kepada Nabi sebagai berikut, “Kami berikrar, bahwa kami sudah mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan di jalan Allah ini kami tidak gentar terhadap ejekan dan celaan siapapun.”
Ketika penduduk Yatsrib mengumumkan janji mereka, Nabi berkata kepada mereka: "Pilihlah bagi saya dua belas pemimpin di antara kamu yang akan memimpin masyarakat." Mereka memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari Aus. Nabi bersabda kepada keduabelasnya: "Kalian bertanggung jawab masyarakat kalian, seperti pertanggungjawaban para pengikut Isa bin Maryam. Saya bertanggung jawab atas masyarakat saya."
Ketika ikrar janji itu telah dilaksanakan, tiba-tiba terdengar teriakan yang ditujukan kepada kaum Quraisy: “Muhammad dan orang-orang murtad telah berkumpul untuk memerangi kamu!”. Semua orang kaget dan terdiam. Tiba-tiba, Abbas bin Ubadah, salah satu peserta ikrar, berkata kepada Nabi: “Demi Allah yang mengutus anda berdasarkan kebenaran, jika Nabi mengizinkan, besok saya akan “menghabisi” manusia dengan pedang kami.” Kemudian Nabi Muhammad menjawab: “Kami tidak diperintahkan melakukan ini, kembalilah ke perkemahanmu!” Keesokan harinya mereka bangun pagi-pagi dan segera bergegas kembali ke Yatsrib.
G. Peristiwa hijrah kaum muslimin
Penindasan dan penyiksaan terhadap kaum kafir Quraisy semakin parah hingga membuat Nabi Muhammad dan para pengikutnya berpikir untuk menyelamatkan diri. Dalam keadaan itulah diturunkan Surat Az-Zumar yang berisi perintah untuk hijrah (pindah). Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
賯ُ賱ْ 賷ٰ毓ِ亘َ丕 丿ِ 丕賱َّ匕ِ賷ْ賳َ 丕ٰ賲َ賳ُ賵丕 丕鬲َّ賯ُ賵ْ丕 乇َ亘َّ賰ُ賲ْ ۗ 賱ِ賱َّ匕ِ賷ْ賳َ 丕َ丨ْ爻َ賳ُ賵ْ丕 賮ِ賷ْ 賴ٰ匕ِ賴ِ 丕賱丿ُّ賳ْ賷َ丕 丨َ爻َ賳َ丞ٌ ۗ 賵َ丕َ 乇ْ囟ُ 丕賱賱ّٰ賴ِ 賵َ丕 爻ِ毓َ丞ٌ ۗ 丕ِ賳َّ賲َ丕 賷ُ賵َ賮َّ賶 丕賱氐ّٰ亘ِ乇ُ賵ْ賳َ 丕َ噩ْ乇َ賴ُ賲ْ 亘ِ睾َ賷ْ乇ِ 丨ِ爻َ丕 亘ٍ
Artinya:"Katakanlah (Muhammad), "Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu." Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan Bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas."(QS. Az-Zumar surah ke 39: Ayat 10)
1. Hijrah ke Habasyah
Nabi Muhammad memerintahkan umat Islam untuk hijrah ke Habasyah karena raja Habasyah, Ashimmah An-Najasyi, adalah raja yang adil. Para sahabat pergi ke Habasyah dalam dua kali hijrah. Maka pada bulan Rajab tahun kelima Nabi, hijrah pertama, sebanyak 15 orang, 11 pria dan 4 wanita. Pemimpinnya adalah Utsman bin Affan yang melakukan perjalanan bersama istrinya Sayyidah Ruqayyah putri Nabi. Mereka berangkat diam-diam dan sesampainya di sana mereka dilindungi dengan baik oleh Najasyi.
Ketika mereka mendengar bahwa Makkah aman, mereka kembali. Namun, mereka kembali disiksa lebih dari sebelumnya. Oleh karena itulah mereka hijrah ke Habasyah untuk kedua kalinya padaahun ke 5 kenabian yakni tahun 615 M. Kali ini mereka pergi dengan 80 orang di bawah pimpinan Ja'far bin Abi Thalib. Mereka tinggal di sana sampai Nabi hijrah ke Yatsrib (Madinah). Hijrah ke Habasyah dianggap sebagai hijrah Islam yang pertama.
Kaum kafir Quraisy khawatir akan akibat peristiwa hijrah ke Habasyah. Ada dua hal yang mereka khawatirkan , yaitu: pertama, umat Islam dapat menjalin hubungan yang luas dengan masyarakat Arab; kedua, umat Islam menjadi kuat dan kembali ke Mekah untuk membalas dendam. Maka mereka mengutus Amr bin 'Ash dan Abdullah bin Rabi'ah ke Najasyi agar menyerahkan kaum muslimin yang hijrah ke sana kepada mereka. Mereka pun mengumpulkan oleh-oleh yang keduanya dibawakan kepada An-Najasyi.
Mereka ingin menghancurkan hubungan baik antara An-Najasyi dan orang-orang yang hijrah. Sambil mempersembahkan hadiah yang besar kepada Najasyi kedua utusan itu berkata: “Yang Mulia, mereka yang datang ke negara Anda adalah budak kami yang tidak punya rasa malu. Mereka telah meninggalkan keimanan nenek moyang mereka dan tidak mengikuti agama anda (Kristen) mereka membawa agama ciptaan mereka sendiri, yang kami dan bukan Anda. Para pemimpin mereka, orangtua, paman dan keluarga mereka mengutus kami agar Anda mengembalikan orang-orang ini kepada para pemimpin kami. Mereka lebih tahu betapa banyak orang-orang ini menghina dan memfitnah agama mereka.”
Najasyi kemudian memanggil kaum muslimin dan bertanya kepada mereka: “Agama manakah yang memaksa kalian meninggalkan masyarakat kalian?” Kaum Muslimin yang diwakili oleh Jafar bin Abi Thalib menjawab: “Yang Mulia, masyarakat kami adalah masyarakat yang bodoh, menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan berbagai kejahatan, memutuskan hubungan dengan sanak saudara, tidak baik dengan tetangga; yang kuat menindas yang lemah. Begitulah keadaan masyarakat kita hingga Allah mengutus dari tengah kita seorang rasul yang kita ketahui asal usulnya, jujur, amanah dan suci. Beliau mengajak kita untuk hanya beribadah kepada Allah Yang Maha Esa, dengan meninggalkan batu dan patung yang kita dan nenek moyang kita sembah selama ini.
Beliau melarang kita untuk berbohong, menganjurkan kita untuk jujur, menjalin tali silaturahmi, berbuat baik terhadap sesama, dan berhenti menumpahkan darah. Beliau melarang kita melakukan segala perbuatan keji, mengucapkan kata-kata palsu dan jahat, memakan harta anak yatim dan mencemarkan nama baik wanita yang tidak bersalah. Beliau meminta kita untuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Jadi kita menyembah Allah yang satu saja, kita tidak menyekutukan Dia dengan apapun dan siapapun. Kami menghindari segala sesuatu yang dilarang dan melakukan apa yang diperbolehkan. Itu sebabnya kami dibenci, dipaksa meninggalkan agama kami. Karena mereka memaksa kami, menganiaya kami dan menekan kami, kami memasuki negara Yang Mulia. Anda adalah pilihan kami. Kami sangat senang berada di dekat anda, dengan harapan tidak ada penganiayaan di sini.
Mendengar pernyataan yang fasih dan sopan tersebut, Raja Habasyah menolak hadiah dari kaum kafir Quraisy dan Raja Najasyi melindungi kaum muslimin hingga mereka tinggal beberapa waktu di negeri yang jauh dari tanah air mereka. Kedua utusan itu kembali ke Makkah dengan tangan kosong dan melaporkan sikap raja Habasyah kepada kafir Quraisy.
2. Hijrah ke Madinah
Kaum kafir Quraisy berencana membunuh Rasulullah untuk mencegah beliau hijrah ke Madinah. Saat itu, hanya sedikit umat Islam yang tinggal di Makkah. Sebelum perintah hijrah datang kepada Nabi Muhammad beliau meminta Abu Bakar untuk menemaninya. Abu Bakar kemudian menyiapkan kedua ekor untanya untuk diserahkan kepada Abdullah bin Uraiqiz hingga waktunya diperlukan.
Ketika perintah hijrah datang dari Allah, Rasulullah dan Abu Bakar diam-diam meninggalkan Makkah untuk hijrah ke Madinah. Pada malam Hijrah, Nabi Muhammad meminta Ali bin Abi Thalib mengenakan jubahnya dan berbaring di tempat tidur. Nabi Muhammad memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tinggal di Makkah terlebih dahulu setelah hijrah Nabi untuk menyelesaikan barang-barang dari orang yang dipercayakan kepadanya.
Maka ketika para algojo Quraisy mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad, mereka melihat ada orang yang terbaring di tempat tidur tersebut dan mengira bahwa Nabi masih tidur. Setelah mengetahui bahwa yang tidur adalah Ali bin Abi Thalib, mereka menyeretnya ke sebuah tempat dan menyiksanya, lalu melepaskannya.
Nabi Muhammad dan Abu Bakar pergi ke selatan ke Madinah untuk mengalihkan perhatian orang-orang kafir Quraisy. Keduanya tinggal di Gua Tsur pada hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Gua Tsur terletak di Jabal Tsur, yang berjarak lima kilometer sebelah selatan Makkah. Selama berada di gua Tsur, Nabi Muhammad mematangkan rencana untuk menjamin proses hijrahnya, antara lain:
a) Abdullah bin Abu Bakar akan datang ke gua tersebut setiap malam dan menyampaikan berita tentang rencana dan kegiatan kaum Quraisy. Dia kembali ke Mekah sebelum fajar, sehingga seolah-olah dia selalu berada di Makkah.
b) Amar bin Fuhairah membawa dombanya ke gua pada malam hari agar Nabi Muhammad dan Abu Bakar dapat meminum susu domba tersebut. Amar membawa dombanya kembali ke Makkah sebelum fajar setelah Abdullah bin Abu Bakar kembali ke Makkah agar jejak domba tersebut dapat menghapus jejak kaki Abdullah.
c.) Seorang kafir terpercaya, Abdullah bin Ariqat Laitsi, yang bertindak sebagai pemandu yang dipekerjakan oleh Abu Bakar, tiba di gua Tsur dengan dua ekor unta setelah hari ketiga.
d.) Saat itu, Abu Bakar mempersembahkan seekor unta sebagai hadiah kepada Nabi. Tapi beliaubersikeras membeli unta. Abu Bakar akhirnya bersedia menerima 400 dirham. Unta tersebut dikenal dengan sebutan unta Nabi yang bernama Quswa.
e.) Di bawah bimbingan Abdullah bin Ariqat, mereka berdua memulai perjalanannya ke Madinah. Amar juga ikut dalam perjalanan mereka.
Setelah menempuh perjalanan selama 7 hari, Rasulullah dan Abu Bakar sampai di desa Quba, dua mil sebelah selatan Madinah. Beliau membangun sebuah masjid dan itu adalah masjid pertama dalam sejarah Islam. Dia tinggal di Quba selama empat hari. Pada hari Jumat pagi, dia meninggalkan Quba menuju Madinah. Sesampainya di desa Bani Salim bin Auf, tibalah waktu salat Jumat. Nabi Muhammad mengadakan shalat Jum'at di sana. Ini adalah shalat Jumat pertama Islam dan khutbahnya.
Tak lama kemudian, Ali datang setelah menyelesaikan tugas yang dipercayakan Nabi kepadanya saat berangkat hijrah. Ketika Nabi Yatsrib masuk, penduduk kota menyambutnya dan menyambut kedatangannya dengan penuh kegembiraan. Sejak saat itu, nama Yasrib diganti dengan Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering kali disebut dengan Madinatun Munawwarah (Kota Cahaya). Mereka mengatakan demikian karena dari situlah cahaya Islam memancar ke seluruh penjuru dunia.
Nabi Muhammad kemudian tinggal di rumah Abu Ayyub al Anshari hingga selesainya pembangunan Masjid Nabawi dan kediamannya. Seluruh sahabat bersama Nabi ikut serta dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana mereka bersama-sama ikut serta dalam pembangunan Masjid Quba.
Beberapa hari kemudian, istri Nabi Saudah dua putri beliau Fatimah dan Ummu Kulsum, Usamah bin Zaid, ‘Aisyah, dan Ummu Aiman juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar. Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab, baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.
Di Madinah, Rasulullah memanjatkan doa sebagai berikut.
"Ya Allah, berkahilah buah-buahan kami, berkahilah kota kami, berkahilah Sha’ kami, & berkahilah Mud kami. Ya Allah, Nabi Ibrahim adalah hambaMu dan kekasihMu. Sedangkan aku adalah hamba dan NabiMu. Dia berdo’a kepada-Mu bagi kemakmuran Makkah, dan aku berdo’a kepadaMu bagi kemakmuran Madinah, seperti Ibrahim mendo’akan kota Makkah. (HR. Muslim no 2437)
H. Cahaya ilahi dihati pembunuh bayaran
Saat Rasulullah dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah, orang-orang kafir Quraisy berkumpul di Darun Nadwah di rumah Abu Jahal. Dalam pertemuan tersebut, diputuskan untuk mengadakan sayembara. "Siapa saja yang dapat membawa Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam kepada kami atau berhasil membawakan kepalanya. Kami akan memberikan hadiah unta yang hitam biji matanya sebanyak 100 ekor".
Mendengar sayembara tersebut, salah satu dari mereka berdiri, namanya Suraqah bin Malik. Dia berkata, "Saya siap membawa Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam." Setelah itu, Suraqah segera keluar mengejar Rasulullah. Ketika berhasil menemukan Nabi tanpa membuang waktu lagi, Suraqah segera menghunus pedangnya untuk membunuh Nabi.
Saat itulah Allah menunjukkan kuasa-Nya. Allah memerintahkan bumi untuk menaati perintah Rasulullah. Nabi memerintahkan tanah tersebut untuk menahan Suraqah hingga Suraqah dan kudanya terjatuh hingga sebatas lututnya. Ketika melihat kudanya tidak bisa bangkit, Suraqah meminta belas kasihan dan bantuan Rasulullah. berkata, "Wahai Muhammad, selamatkan aku! Amankanlah aku!"
Rasulullah kemudian meminta agar Allah menolong Suraqah yang hampir ditelan bumi. Akhirnya Suraqah terbebas dari hal yang hampir merenggut nyawanya. Setelah menyelamatkan Suraqah, Nabi melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Suraqah, sebaliknya, kembali mengejar Rasulullah dengan pedang terhunus di tangannya. Ternyata dia masih ingin membunuh Nabi.
Seperti sebelumnya, Allah kembali memerintahkan tanah Suraqah untuk menelan kaki kuda tersebut. Tidak hanya itu, sekarang amblas hingga pusarnya. Khawatir bumi akan menelannya, Suraqah kembali meminta ampun dan pertolongan kepada Rasulullah. Dia berkata dengan nada memelas, “Wahai Muhammad, selamatkan aku. Aku tidak akan menyakitimu lagi setelah ini.”
Setelah mendengar permintaan Suraqah yang memilukan hati, Rasulullah kembali meminta kepada Allah untuk menyelamatkan Suraqah. Karena selamat untuk kedua kalinya, Suraqah turun dari kudanya dan menghadap Rasulullah untuk memohon ampun atas perbuatan jahatnya. Penuh kelembutan, Nabi pun memaafkan Suraqah. Akhirnya Suraqah masuk Islam di hadapan Nabi.
I. Meneladani perjuangan dakwah Rasulullah di Makkah
Perjuangan Nabi Muhammad di Mekah ditandai dengan kegigihan, tekad dan pendekatan strategis. Beberapa perilaku dan strategi utama yang dapat diikuti dalam dakwahnya di Makkah adalah:
1. Ketahanan dan ketekunan
Nabi Muhammad menunjukkan ketangguhan yang luar biasa dalam menghadapi pertentangan dan kesulitan, melanjutkan misinya meskipun ada tantangan dan permusuhan yang signifikan.
2. Pendekatan strategis
Nabi menggunakan pendekatan strategis dalam dakwahnya dan mula-mula berdakwah secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari kerusuhan dan kekacauan kemudian mulai berdakwah kepada masyarakat.
3. Menjaga hubungan keluarga
Nabi Muhammad menekankan pentingnya menjaga tali silaturahmi meski di tengah upaya dakwahnya.
4. Mengakui dan menerima ajaran islam
Meski menghadapi hambatan dan tantangan, Nabi Muhammad tetap mengakui dan menerima ajaran Islam yang dibawa Rasulullah, yaitu merendahkan dan menurunkan kedudukan dan martabat mereka serta ancaman terhadap kedudukan mereka.
5. Menghadapi fanatisme buta
Nabi Muhammad menghadapi fanatisme buta terhadap praktik leluhur yang mengakar dan diwariskan secara turun temurun sehingga menyulitkan mereka menerima ajaran tauhid dan beribadah kepada Allah yang esa.
6. Memiliki jiwa berkorban
Nabi Muhammad mampu menjaga kejujuran dan bertanya sambil menjawab tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin umum.
Itulah aspek-aspek penting perjuangan Nabi selama berdakwah di Makkah yang dapat menjadi inspirasi untuk ditiru.
2. Sejarah Perjalanan Dakwah Rasulullah di Madinah
A. Hijrah sebagai titik awal dakwah Rasulullah di Madinah
Dengan meninggalnya istri tercinta Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib yang selalu menjadi pembela utama terhadap ancaman kaum Quraisy, maka beban Nabi dalam dakwah menyebarkan ajaran Islam menjadi semakin berat. Di sisi lain, kesediaan masyarakat Madinah (Yasrib) untuk memikul tanggung jawab atas keselamatan Nabi merupakan indikasi nyata kelanjutan dakwah Nabi.
Beberapa faktor yang memotivasi Nabi, saw. hijrah ke Madinah antara lain sebagai berikut.
1.) Pada tahun 621 M, 13 orang datang dari Madinah ke bukit Aqaba untuk menemui Rasulullah. Mereka berjanji untuk menerima Islam.
2.) Pada tahun berikutnya, 622 M, datanglah 73 orang lagi dari Madinah ke Makkah terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang awalnya datang untuk menunaikan ibadah haji namun kemudian bertemu dengan Rasulullah dan mengajaknya hijrah ke Makkah ke Madinah.
Mereka berjanji untuk melindungi dan membela Nabi dan para pengikutnya serta melindungi keluarga mereka sebagaimana mereka melindungi anak dan istri mereka. Faktor lain yang menyebabkan Nabi hijrah dari kota Makkah adalah adanya boikot terhadap Nabi dan para pengikutnya (Bani Hasyim dan Bani Mutallib) yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy.
Boikot yang dilancarkan oleh kaum Quraisy antara lain sebagai berikut.
1. Melarang segala perdagangan dengan pengikut Muhammad.
2. Tidak seorang pun berhak menikah dengan seorang Muslim.
3. Melarang keras pergaulan dengan umat Islam.
4. Musuh-musuh Muhammad harus didukung bagaimanapun kondisi nya.
Boikot tersebut dituliskan pada kertas 艣ahifah atau tablet yang digantung di dinding Ka'bah dan tidak akan dicabut sampai Nabi Muhammad berhenti berdakwah. Teks perjanjian tersebut diratifikasi oleh seluruh pemimpin Quraisy dan diikuti dengan sangat ketat. Blokade tersebut berlangsung selama tiga tahun dan dampaknya dirasakan oleh umat Islam.
Umat Islam merasakan penderitaan dan kesengsaraan akibat blokade ekonomi. Namun, semua ini tidak menghentikan umat Islam untuk berdiri dan membela Nabi. Setelah merenung mendalam ditemani perintah langsung dari Allah. Nabi dan seluruh umat Islam berencana untuk hijrah ke Madinah.
Hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah dilakukan dengan perencanaan yang sangat matang. Pertama, umat Islam disuruh pergi ke Madinah tanpa membawa serta harta benda milik mereka sebelumnya. Sedangkan Nabi dan beberapa sahabat merupakan orang terakhir yang hijrah ke Madinah. Hal itu dilakukan mengingat betapa sulitnya dia menghilang dari pandangan kaum beriman Quraisy.
B. Strategi dakwah Rasulullah di Madinah
1. Membangun masjid
Ketika hijrah ke Madinah atau Yatsrib pada tahun 622, Nabi Muhammad yakin bahwa Islam siap berkembang di kota tersebut. Strategi dakwah pertama yang dilaksanakan Rasulullah selama berada di Madinah adalah pembangunan masjid. Masjid tersebut kini dikenal dengan nama Masjid Nabawi yang dibangun di tempat peristirahatan unta Nabi Muhammad setibanya di Madinah. Tempat bersemayamnya unta Nabi adalah tanah milik dua orang anak yatim, Sahal dan Suhail, yang dididik oleh Mu'adz bin Afra.
Kemudian Nabi Muhammad membeli tanah ini dan salah satu sahabatnya yang kaya membayarnya. Di atas tanah tersebut kemudian dibangun sebuah masjid sebagai pusat kegiatan dan dakwah Islam di Madinah yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi. Pada awal berdirinya, Masjid Nabawi mempunyai beberapa fungsi yaitu, sebagai pusat pembinaan umat Islam, tempat pengkajian Al-Quran dan Hadist, tempat terjalinnya tali silaturahmi, sarana sosial, tempat bermusyawarah dan tempat merancang perang strategi.
2. Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar
Pada awal kedatangan umat Islam, terdapat dua kelompok penting di Madinah, yaitu Muhajirin dan Anshar. Kaum Muhajirin adalah kaum Muslim yang hijrah dari Mekkah ke Madinah, sedangkan kaum Anshar adalah penduduk asli kota Madinah. Banyak dari kaum Muhajirin yang hijrah ke Madinah menderita kemiskinan. Ini karena harta dan kekayaan. Untuk mengatasi hal tersebut, strategi Nabi Muhammad dalam berdakwah adalah dengan berpolitik dengan menjalin persaudaraan dengan Muhajirin dan Anshar.
Selain itu, strategi Nabi dalam mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar mengikat umat Islam dari masing-masing suku dan suku yang berbeda dalam suatu ikatan kemasyarakatan yang kuat, kesamaan nasib, perjuangan bersama dalam semangat persaudaraan Islam. Nabi mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far bin Abi Thalib dengan Mu’az bin Jabal, Umar bin Khattab dengan Ibnu bin Malik, dan Ali bin Abi Thalib terpilih menjadi saudaranya sendiri.
Kemudian, Muhajirin mempunyai hubungan dengan Ansar, dan persaudaraan ini dianggap sebagai saudara dan saudari mereka sendiri. Dari segi penghidupan, kaum Muhajirin ada yang bermatapencaharian dari berdagang dan ada pula yang bekerja di bidang pertanian di tanah-tanah milik kaum Anshar. Kaum Muhajirin adalah orang-orang yang sabar. Meski banyak rintangan dan hambatan dalam hidup yang menyebabkan kesulitan finansial, namun mereka selalu bersabar dan tabah dalam menghadapinya serta pantang menyerah.
3. Menjalin persahabatan dengan pihak lain yang non-muslim
Ketika Nabi Muhammad sampai di Madinah, beliau sudah menjalin hubungan baik dengan berbagai suku atau kabilah. Namun Nabi juga menjalin hubungan dengan penduduk non-Muslim, salah satunya adalah dengan membuat perjanjian damai dengan penduduk Yahudi di Madinah. Kesepakatan antara umat Islam dan penduduk Yahudi di Madinah dikenal dengan Piagam Madinah.
Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah merupakan landasan hukum bagi kehidupan masyarakat Madinah. Piagam Madinah dibuat tidak hanya berdasarkan pemikiran Nabi Muhammad, namun juga berdasarkan pemikiran seluruh kelompok orang-orang penting yang ada di Madinah. Berikut isi Piagam Madinah.
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah piagam dari Muhammad Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, untuk kalangan mukminin dan muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka, menggabungkan diri, dan berjuang bersama mereka.
Pasal 1 Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.
Pasal 2 Kaum Muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 3 Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 4 Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 5 Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 6 Bani Ju'syam sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 7 Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 8 Bani ‘Amr bin ‘Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 9 Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 10 Bani Al ‘Aus sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 11 Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di antara mereka, tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau uang tebusan darah.
Pasal 12 Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin lainnya tanpa persetujuan dari padanya.
Pasal 13 Orang-orang mukmin yang bertakwa harus menentang orang di antara mereka yang mencari atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari salah seorang di antara mereka.
Pasal 14 Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk membunuh orang beriman.
Pasal 15 Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu, tidak bergantung kepada golongan lain.
Pasal 16 Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan, sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya.
Pasal 17 Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
Pasal 18 Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu-membahu satu sama lain.
Pasal 19 Orang-orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan Allah. Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
Pasal 20 Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang musyrik Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.
Pasal 21 Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah. Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22 Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.
Pasal 23 Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla dan keputusan Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.
Pasal 24 Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 25 Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga.
Pasal 26 Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 27 Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 28 Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 29 Kaum Yahudi Bani Ju'syam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 30 Kaum Yahudi Bani Al ‘Aus diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 31 Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 32 Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 33 Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Auf.
Pasal 34 Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Bani Sa’labah).
Pasal 35 Kerabat Yahudi di luar kota Madinah sama seperti mereka (Yahudi).
Pasal 36 Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Ia tidak boleh dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat orang lain. Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.
Pasal 37 Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu-membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat kesalahan sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.
Pasal 38 Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
Pasal 39 Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.
Pasal 40 Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.
Pasal 41 Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.
Pasal 42 Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang di khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.
Pasal 43 Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung mereka.
Pasal 44 Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah).
Pasal 45 Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi perdamaian serta melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan kewajiban masing masing sesuai tugasnya.
Pasal 46 Kaum Yahudi Al ‘Aus, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.
Pasal 47 Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar bepergian aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam adalah Utusan Allah.
4. Membangun kehidupan sosial dan masyarakat
Selain menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, strategi dakwah Nabi Muhammad diterapkan di Madinah dengan membangun sistem politik, administrasi, militer, dan sosial berdasarkan Islam. Oleh karena itu, sebagian besar ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan di Madinah, atau sering disebut ayat Madanian, memuat kaidah dan hukum muamalah. Di Madinah, Nabi Muhammad membangun kehidupan sosial dan strategi pemerintahan dalam bentuk negara Islam.
Upaya Nabi Muhammad terhadap umat Islam mendapat tinjauan yang beragam seiring perkembangannya. Ada yang menerimanya dan ada pula yang cuek. Selain itu Nabi Muhammad juga memikirkan tentang pendidikan dan dakwah umat Islam di kota Madinah. Nabi Muhammad membutuhkan orang-orang cerdas di berbagai bidang yang mau memperhatikan dan mencurahkan waktunya untuk pengembangan pendidikan di Madinah. Selain itu, Nabi memerintahkan pembangunan beberapa pusat pendidikan dan pusat penelitian untuk memajukan pendidikan.
C. Asal Mula Adzan
Pada masa awal Madinah, umat Islam berkumpul di masjid untuk menunggu waktu shalat. Namun ketika waktu shalat tiba, tidak ada yang mengumumkannya. Mereka hanya langsung shalat tanpa pemberitahuan. Seakan tahu satu sama lain. Namun seiring berkembangnya Islam, banyak sahabat yang tinggal jauh dari masjid.
Ada pula yang mempunyai kesibukan sehingga tidak dapat menunggu waktu salat di masjid. Oleh karena itu, beberapa sahabat menyarankan Nabi Muhammad untuk membuat tanda shalat. Sehingga yang jauh dari masjid atau sedang terburu-buru tetap bisa melaksanakan shalat dengan baik. Para sahabat Nabi punya beberapa anjuran untuk menandai dimulainya waktu shalat.
Beberapa orang mengusulkan memakai lonceng sebagaimana yang dilakukan orang Nasrani. Ada yang menganjurkan penggunaan terompet seperti yang dilakukan orang Yahudi. Disarankan juga untuk menyalakan api di tempat yang tinggi agar umat Islam yang rumahnya jauh dari masjid dapat melihatnya. Semua usulan tersebut ditolak. Ketika kondisi umat Islam "buntu" seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid menemui Nabi Muhammad.
Ia mengaku baru saja memimpikan melihat seruan adzan pada malam sebelumnya. Dalam mimpi ini Abdullah bin Zaid didatangi oleh seseorang yang mengenakan jubah hijau dan lonceng. Mulanya Abdullah bin Zaid berniat membeli lonceng yang dibawa pria berjubah hijau itu untuk mengumandangkan adzan.
Namun orang tersebut menyarankan kepada Abdullah bin Zaid serangkaian kalimat untuk menandakan bahwa waktu shalat telah tiba. Serangkaian kalimat adzan yang dimaksud adalah: Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Hayya 'alash sholah hayya 'alash sholah, Hayya 'alal falah hayya 'alal falah, Allahu Akbar Allahu Akbar, dan La ilaha illallah.
Nabi Muhammad kemudian meminta Abdullah untuk mengajari Bilal bin Rabah cara melafalkan kalimat-kalimat tersebut. Ketika Bilal bin Rabah mengumandangkan adzan, Umar bin Khattab yang berada di rumahnya mendengarnya. Ia segera menemui Nabi Muhammad dan menceritakan bahwa ia juga mengalami mimpi yang sama dengan Abdullah bin Zaid. Yakni mengumandangkan adzan sebagai tanda datangnya waktu shalat. Dalam salah satu kisahnya, Nabi Muhammad juga disebut-sebut pernah mendapatkan Wahyu tentang adzan.
Oleh karena itu, beliau membenarkan apa yang disampaikan Abdullah bin Zaid. Sejak itu, adzan resmi menandai dimulainya waktu shalat. Menurut pendapat yang paling otoritatif, adzan pertama kali dikumandangkan di kota Madinah pada tahun pertama Hijriyah. Bilal bin Rabbah adalah salah satu muazin Islam pertama. Setidaknya ada empat alasan Nabi memilih Bilal sebagai muazinnya, yaitu suaranya yang nyaring dan merdu, menghayati kalimat-kalimat adzan disiplin tinggi dan keberanian.
Bilal melanjutkan adzan. Ketika Nabi Muhammad wafat, beliau tidak ingin lagi menjadi muazin. Pasalnya, air matanya pasti akan mengalir ketika mencapai kalimat "Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah", sehingga tidak bisa melanjutkan adzan. Namun, ketika Khalifah Umar bin Khattab tiba di Yerusalem, Bila kembali diminta untuk shalat. Dia menyetujui permintaan tersebut.
D. Peperangan Pada Periode Dakwah Rasulullah di Madinah
Ketika Nabi berdakwah di Madinah, banyak terjadi peperangan antara kaum muslimin dengan musuhnya. Menurut Imam Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim ats-Tsa'labi perang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu perang yang diikuti Rasulullah dan perang yang tidak diikuti Rasulullah. Beberapa perang besar pada masa Nabi diantaranya ialah:
1. Perang Badar
Perang Badar merupakan perang umat Islam yang pertama sejak hijrahnya Nabi Muhammad pada tahun 622 Masehi. Perang badar dijelaskan di dalam Al-Qur'an berbunyi:
賵َ賱َ賯َ丿ْ 賳َ氐َ乇َ賰ُ賲ُ 丕賱賱ّٰ賴ُ 亘ِ亘َ丿ْ乇ٍ 賵َّ丕َ賳ْ賭鬲ُ賲ْ 丕َ匕ِ賱َّ丞ٌ ۚ 賮َ丕 鬲َّ賯ُ賵丕 丕賱賱ّٰ賴َ 賱َ毓َ賱َّ賰ُ賲ْ 鬲َ卮ْ賰ُ乇ُ賵ْ賳َ(佟佗伲) 丕ِ匕ْ 鬲َ賯ُ賵ْ賱ُ 賱ِ賱ْ賲ُ丐ْ賲ِ賳ِ賷ْ賳َ 丕َ賱َ賳ْ 賷َّ賰ْ賮ِ賷َ賰ُ賲ْ 丕َ賳ْ 賷ُّ賲ِ丿َّ賰ُ賲ْ 乇َ亘ُّ賰ُ賲ْ 亘ِ孬َ賱ٰ孬َ丞ِ 丕ٰ賱َ丕 賮ٍ 賲ِّ賳َ 丕賱ْ賲َ賱ٰٓ卅ِ賰َ丞ِ 賲ُ賳ْ夭َ賱ِ賷ْ賳َ(佟佗伽) 亘َ賱ٰۤ賶 ۙ 丕ِ賳ْ 鬲َ氐ْ亘ِ乇ُ賵ْ丕 賵َ鬲َ鬲َّ賯ُ賵ْ丕 賵َ賷َ兀ْ鬲ُ賵ْ賰ُ賲ْ 賲ِّ賳ْ 賮َ賵ْ乇ِ賴ِ賲ْ 賴ٰ匕َ丕 賷ُ賲ْ丿ِ丿ْ賰ُ賲ْ 乇َ亘ُّ賰ُ賲ْ 亘ِ禺َ賲ْ爻َ丞ِ 丕ٰ賱َ丕 賮ٍ 賲ِّ賳َ 丕賱ْ賲َ賱ٰٓ卅ِ賰َ丞ِ 賲ُ爻َ賵ِّ賲ِ賷ْ賳َ(佟佗佶) 賵َ賲َ丕 噩َ毓َ賱َ賴ُ 丕賱賱ّٰ賴ُ 丕ِ賱َّ丕 亘ُ卮ْ乇ٰ賶 賱َ賭賰ُ賲ْ 賵َ賱ِ鬲َ胤ْ賲َ卅ِ賳َّ 賯ُ賱ُ賵ْ亘ُ賰ُ賲ْ 亘ِ賴ٖ ۗ 賵َ賲َ丕 丕賱賳َّ氐ْ乇ُ 丕ِ賱َّ丕 賲ِ賳ْ 毓ِ賳ْ丿ِ 丕賱賱ّٰ賴ِ 丕賱ْ毓َ夭ِ賷ْ夭ِ 丕賱ْ丨َ賰ِ賷ْ賲ِ(佟佗佴)
Artinya:"Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam Perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika engkau (Muhammad) mengatakan kepada orang-orang beriman, "Apakah tidak cukup bagimu bahwa Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?" "Ya" (cukup). Jika kamu bersabar dan bertakwa ketika mereka datang menyerang kamu dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikannya (pemberian bala bantuan itu) melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar hatimu tenang karenanya. Dan tidak ada kemenangan itu, selain dari Allah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana."(QS. Ali 'Imran surah ke 3: Ayat 123-126)
Menurut sejarahnya, kata “badar” berasal dari nama mata air antara Makkah dan Madinah. Oleh karena itu, perang besar di bulan suci Ramadhan ini dinamakan Perang Badar. Mula-mula tersiar kabar di kota Madinah bahwa kafilah besar Quraisy telah meninggalkan Syria untuk kembali ke Makkah. Kafilah tersebut membawa barang-barang bernilai sangat besar berupa 1.000 ekor unta beserta barang berharga lainnya.
Kaum Muslimin memblokir kafilah Abu Sufyan untuk merampas hak-hak yang telah dirampas oleh kaum Quraisy dari kaum Muslimin, dan kemudian memblokir kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa barang-barang Quraisy dari Syam. Alasan penghadangan tersebut adalah keinginan umat Islam untuk merampas hak-hak mereka yang pernah dirampas oleh kaum Quraisy. Pada saat yang sama, kecemburuan tumbuh di kalangan masyarakat Quraisy karena kota Madinah berkembang di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad.
Perang Badar terjadi pada tanggal 13 Maret 624 M atau 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah. Perang Badar melibatkan 313 tentara Muslim melawan 1.000 orang Quraisy. Tentara Islam dipimpin oleh Nabi Muhammad, sedangkan tentara Quraisy dipimpin oleh Abu Jahal. Dalam perang tersebut, kaum musliminlah yang paling dekat dengan sumber air.
Nabi Muhammad memilih tempat ini sebagai strategi perang. Umat Islam memanfaatkan kondisi geografis wilayah Badar. Misalnya, sahabat Sa'ad bin Muadz membuat gundukan tanah di sekitar medan perang. Hal ini bertujuan agar Nabi Muhammad dapat mengamati jalannya perang dan memprediksi pola serangan yang tepat untuk mengalahkan pasukan Quraisy.
Pada Perang Badar, Nabi Muhammad langsung memimpin penyerangan terhadap kaum Quraisy. 313 Muslim, 8 pedang, 6 baju besi, 70 unta dan 2 kuda berpartisipasi dalam perang tersebut. Sedangkan pasukan Quraisy mengirimkan rombongan sebanyak 1000 orang, 600 senjata, 700 ekor unta, dan 300 ekor kuda. Meskipun kalah dalam jumlah pasukan, umat Islam masih bersemangat untuk melakukan jihad di bulan Ramadhan.
Semangat perang berhasil membunuh tiga pemimpin perang tentara Quraisy yaitu Utbah, Syaibah dan Walid bin Utbah. Di antara pasukan Quraisy yang menyerang umat Islam adalah kerabat Nabi Muhammad dari suku Bani Hasyim. Mereka adalah paman Nabi, Abbas bin Abdul Muthalib, Hakim (sepupu Khadijah) dll.
Faktanya, pertempuran besar Perang Badar melebihi ekspektasi umat Islam. Karena sejak awal Nabi Muhammad berencana mengirimkan tentara Islam ke peperangan biasa, bukan ke peperangan besar. Oleh karena itu, hanya ada 313 orang di tentara Muslim. Nabi Muhammad menangis ketika melihat pasukan besar kaum kafir Quraisy beserta lengkap senjata, baju zirah, tombak, pedang dan perlengkapan perang lainnya.
Beliau kemudian berdoa kepada Allah. "Ya Allah jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, maka tidak akan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu. Semua orang yang beriman akan meninggalkan agama Islam nan sejati ini.” Usai berdoa, Nabi Muhammad merencanakan strategi perang. Beliau menempatkan tentara Muslim dalam formasi dekat.
Beliau juga memerintahkan pengawasan segera terhadap sumur tersebut untuk menghentikan pasokan air kepada kafir Quraisy. Ketika pasukan Quraisy menyerang, kaum Muslimin tidak langsung membalasnya dengan pertempuran fisik secara langsung. Pertama mereka menembakkan panah dari jarak jauh. Baru setelah itu mereka menghunus pedang dan bertempur.
Menjelang siang, 50 pemimpin pasukan kafir Quraisy telah terbunuh, termasuk Abu Jahal. Sementara itu, banyak dari kafilah Quraisy yang berlarian. Sedangkan korban dari umat Islam hanya 14 orang. Selain memukul mundur 1.000 tentara Quraisy, umat Islam juga berhasil merampas 600 senjata, 700 ekor unta, 300 kuda, dan usaha milik kafilah Abu Sufyan.
Akhirnya, pasukan Islam memenangkan perang Badar. Kemenangan dalam Perang Badar semakin memperkuat posisi Islam di wilayah Madinah. Di saat yang sama, kaum Quraisy yang kalah dalam Perang Badar harus menelan kekecewaan yang mendalam dan Semakin bersemangat membalas dendam dengan persiapan yang jauh lebih matang.
2. Perang Uhud
Perang Uhud adalah perang lain yang terjadi antara kaum Muslim di Madinah dan kaum Quraisy. Perang Uhud terjadi pada tahun 3 Hijriah yakni 625 M Pecahnya Perang Uhud tidak lepas dari kekalahan kaum Quraisy pada Perang Badar tahun 2 Hijriah atau tahun 624 Masehi. Latar belakang pecahnya Perang Uhud yaitu :
1. Abu Sufyan dan kaum Quraisy ingin membalas kekalahannya dalam Perang Badar.
2. Kecemburuan kaum Quraisy terhadap berkembangnya popularitas Islam di wilayah Madinah.
3. Keinginan kaum Quraisy untuk menghilangkan kekuasaan Nabi Muhammad di wilayah Madinah.
Pasukan Quraisy membawa lebih dari 3.000 prajurit, 200 diantaranya kavaleri, 700 unta dan sisanya infanteri dan pemanah. Di sisi lain, umat Islam mengumpulkan kekuatan gabungan kurang lebih 1.000 orang dari suku Madinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad.
Pada tanggal 13 Syawal ketiga Hijriah, Nabi Muhammad beserta pasukannya membahas strategi Perang Uhud. Dalam perundingan tersebut diputuskan bahwa pasukan Islam akan berperang di luar kota Madinah demi keselamatan masyarakat kota Madinah. Dalam perjalanan menuju Uhud, Abdullah bin Ubay mengkhianati pasukan Islam. Ia memberontak terhadap pasukan Islam sebanyak 300 prajurit, sehingga pasukan gabungan yang semula 1000 prajurit dikurangi menjadi 700 prajurit.
Pasca pengkhianatan Abdullah bin Ubay, Nabi Muhammad menyeru pasukan Islam agar berkonsentrasi pada Perang Uhud dan membiarkan persoalan pengkhianatan saja. Perang Uhud berlangsung sekitar tujuh hari. Pada mulanya pasukan Islam mampu menyudutkan kaum Quraisy dan mundur. Saat pasukan Quraisy mundur pasukan muslim mengambil harta rampasan perang dari Quraisy.
Namun ternyata mundurnya mereka hanya sebagian dari strategi. Pasukan Quraisy kembali menyerang dengan tiba-tiba sehingga pasukan Muslim terkepung dari segala penjuru. Kaum Muslimin berusaha mempertahankan posisinya dan melindungi Nabi Muhammad sekuat tenaga, sehingga mengakibatkan banyak korban jiwa, termasuk para sahabat dan keluarga Nabi. Perang Uhud berakhir ketika Khalid bin Walid memerintahkan pasukan Quraisy mundur dan menyatakan kemenangan.
Kekalahan pasukan Islam pada Perang Uhud membawa dampak yang besar. Akibat Perang Uhud adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan militer pasukan Muslim meningkat melalui pelatihan dan ekspedisi penaklukan.
2. Kaum Quraisy semakin bersemangat untuk menaklukan pasukan Muslim di Madinah.
Pelajaran dari perang Uhud
1.) Kita akan tahu musuh yang potensial
2.) Siapa sahabat yang terpengaruh dengan harta
3.) Rasulullah menjadi tahu siapa sahabat yang setia
4.) Rasulullah menjadi tahu siapa orang orang munafik dalam barisannya
3. Perang Khandaq
Menurut mayoritas ulama, perang Khandaq terjadi pada bulan Syawal tahun kelima Hijriyah, dan sebagian ulama lainnya mengatakan bahwa perang ini terjadi pada bulan Syawal tahun keempat Hijriyah. Al-Baihaqi berpendapat bahwa pada prinsipnya kedua pendapat tersebut tidak berbeda. Bagi yang mengira perang ini terjadi pada tahun keempat, yaitu. empat tahun setelah hijrahnya Nabi ke Madinah dan sebelum akhir tahun kelima.
Nama lain Perang Khandaq adalah Perang Ahzab. Secara bahasa, khandaq berarti parit, sedangkan ahzab berarti beberapa golongan. Disebut Perang Khandaq karena dalam perang tersebut parit menjadi pertahanan kaum muslimin dan disebut Perang Ahzab karena musuh kaum muslimin terdiri dari beberapa golongan yang bersatu yaitu Bani Quraidzah, Bani Nadhir, Gathafan dan Quraisy. Komando tertinggi dalam perang ini dipegang oleh Abu sufyan. Perang tersebut tidak menghasilkan pertempuran, hanya pengepungan selama sekitar 27 hari.
Perang Khandaq dipicu oleh kemarahan lama kaum Yahudi yang diusir dari Madinah oleh Nabi dalam perang Bani Nadhir. Mereka diusir karena melanggar perjanjian dengan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Beberapa tokoh Yahudi dari Bani Nadhir dan Bani Wa’il, seperti Sallam bin Abil Huqaiq, Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin Abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa’iliy dan Abu Ammar al-Wa’iliy berangkat ke Makkah untuk mengundang para orang musyrik untuk memerangi kaum Quraisy melawan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam. Mereka berjanji, “Kami akan bersama kalian sampai kami berhasil menghancurkan kaum Muslimin.”
Mereka pun membujuk kaum Quraisy dengan mengatakan, “Agamamu lebih baik dari agama Muhammad.” Mengenai orang-orang tersebut, Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan firman-Nya yang berbunyi:
丕َ賱َ賲ْ 鬲َ乇َ 丕ِ賱َ賶 丕賱َّ匕ِ賷ْ賳َ 丕ُ賵ْ鬲ُ賵ْ丕 賳َ氐ِ賷ْ亘ً丕 賲ِّ賳َ 丕賱ْ賰ِ鬲ٰ亘ِ 賷ُ丐ْ賲ِ賳ُ賵ْ賳َ 亘ِ丕 賱ْ噩ِ亘ْ鬲ِ 賵َ丕 賱胤َّ丕 睾ُ賵ْ鬲ِ 賵َ賷َ賯ُ賵ْ賱ُ賵ْ賳َ 賱ِ賱َّ匕ِ賷ْ賳َ 賰َ賮َ乇ُ賵ْ丕 賴ٰۤ丐ُ賱َ丕ٓ 亍ِ 丕َ賴ْ丿ٰ賶 賲ِ賳َ 丕賱َّ匕ِ賷ْ賳َ 丕ٰ賲َ賳ُ賵ْ丕 爻َ亘ِ賷ْ賱ً丕
Artinya:"Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab (Taurat)? Mereka percaya kepada Jibt dan Tagut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman."(QS. An-Nisa' surah ke 4: Ayat 51)
Setelah terjadi kesepakatan dengan kaum Quraisy, tokoh-tokoh Yahudi ini mengunjungi suku Gathafan. Mereka mencapai dua kesepakatan:
1. Suku Gathafan siap mengirimkan pasukan sebanyak-banyaknya untuk bergabung dengan pasukan sekutu menyerang kaum muslimin.
2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi memberikan hasil panen kurma Khaibar selama setahun penuh kepada suku Gathafan.
Berkat kegigihan para pemimpin Yahudi Bani Nadhir dan Wa'il dalam menggalang dukungan, akhirnya terbentuklah tentara sekutu yang sangat besar. Ibnu Ishaq menyatakan bahwa pasukan sekutu berjumlah 10.000 prajurit, terdiri dari kaum musyrik Quraisy, suku Gathafan dan suku sekutunya. Pada saat yang sama, jumlah tentara Muslim hanya tiga ribu, dan mungkin jumlah musuh melebihi jumlah Madinah saat itu.
Ketika kabar konspirasi dan rencana jahat orang-orang kafir tersebut sampai kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau langsung bereaksi dengan melakukan persiapan. Salah satu cara Nabi adalah dengan mengajak para sahabatnya untuk berdiskusi tentang hal-hal yang tidak diturunkan Allah, baik itu peperangan atau sejenisnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan pendapat para sahabat tentang strategi dalam perang ini. Salah seorang sahabatnya, Salman al-Farisi, menyarankan kaum muslimin untuk menggali khandaq (parit) di utara Madinah, yang merupakan satu-satunya jalan terbuka bagi musuh untuk memasuki kota Madinah. Rasulullah dan para sahabat lainnya menerima ide cemerlang Salman Radhiyallahu anhu ini. Setelah tercapai kesepakatan, penggalian khandaq (parit) akhirnya dimulai. Itu adalah parit pertama dalam sejarah Arab.
Setuju untuk menggali parit seperti yang disarankan Salman al-Farisi, kaum Muslim pun bergegas melaksanakannya. Pengerjaan parit yang konon memisahkan umat Islam dengan musuh terus dipercepat agar bisa selesai sebelum musuh masuk ke Madinah. Pendapat para ulama pada ahli Sirah berbeda mengenai waktu yang dibutuhkan untuk menggali parit tersebut, bervariasi dari enam hingga dua puluh empat. Para sahabat sangat antusias dan bersemangat untuk menggali parit karena Rasulullah juga bersama mereka dan tidak jarang mereka meminta bantuan Rasulullah untuk memecahkan batu-batu besar yang tidak dapat mereka pecahkan.
Untuk membangkitkan semangat para sahabat, Rasulullah beberapa kali membacakan syair yang kemudian ditanggapi oleh para sahabat. Seorang sahabat Al-Barr芒` bin Azib berkata: “Pada masa perang Ahzab atau Khandaq, aku melihat Rasulullah mengangkat parit sehingga debu menutupi kulitnya (menurutku)". Saat itulah dia menyenandungkan ayat-ayat syair yang diriwayatkan oleh Ibnu Rawahah ketika mengangkat tanah. Syair tersebut berbunyi:
"Ya Allah, seandainya bukan karena-Mu, maka kami tidak akan mendapatkan petunjuk, tidak akan bersedekah dan tidak akan melakukan shalat, Maka turunkan lah ketenangan kepada kami, serta kukuhkan kaki-kaki kami apabila bertemu dengan musuh. Sesungguhnya orang-orang musyrik telah berlaku semena-mena kepada kami, apabila mereka menghendaki fitnah, maka kami menolaknya."
Beliau menyenandungkan bait-bait itu sambil mengeraskan suara diakhir.”
Mendengar melantunkan bait syair, para sahabat pun tidak mau tertinggal. Mereka mengatakan: "Kami adalah orang-orang yang telah berbaiat kepada Muhammad
untuk setia kepada Islam selama kami masih hidup" Ucapan ini di jawab oleh Rasulullah dengan do’a: "Ya, Allah sesungguhnya tiada kebaikan kecuali kebaikan akhirat maka berikanlah berkah kepada kaum Anshar dan Muhajirin".
Antusiasme umat Islam untuk menggali parit dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat dengan berbagai kendala seperti kurangnya peralatan, kurangnya makanan, cuaca Madinah yang sangat dingin dan sikap orang-orang munafik yang mencoba mematahkan semangat teman-temannya. Namun semangat mereka yang dilandasi keimanan yang kuat tidak pernah menyurutkan semangat mereka untuk membela agama Allah dan Rasul-Nya.
Setelah lubang tersebut digali, Rasulullah memerintahkan agar para wanita dan anak-anak ditempatkan di salah satu benteng terkuat di Madinah milik Bani Haritsah, dan beliau menunjuk Abdullah bin Ummi maktum Radhiyallahu anhu untuk menggantikannya saat perang di Madinah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian mulai menyusun strategi untuk menghadapi musuh.
Beliau memerintahkan para sahabatnya untuk membelakangi khandaq di Gunung Sila', yang sekaligus menjadi penghalang bagi pasukan sekutu. Strategi yang mengakar tersebut berhasil menyelamatkan umat Islam Madinah dari serangan 10.000 kekuatan lawan. Pasalnya, pasukan sekutu yang berkumpul tidak bisa melewati parit tersebut, sehingga harus kembali tanpa hasil yang diharapkan.
Pelajaran dari Perang Khandaq:
1. Keteladan yang baik dari seorang pemimpin sangat mempengaruhi para pengikutnya. Seperti halnya para sahabat yang dengan penuh semangat terus menggali parit bersama nabi, meski dalam keadaan sangat lapar.
2. Disyariatkan musyawarah bertujuan untuk menemukan ide-ide terbaik dalam hal-hal penting yang tidak ada Nash-nya wahyu.
Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy yang diadakan di wilayah Hudaibiyah, Makkah pada tahun 6 Hijriah atau tahun 628 M. Nabi Muhammad bersama umat Islam lainnya ikut serta dalam beberapa peperangan melawan Quraisy yaitu Perang Badar, Uhud dan Khandaq. Ketika rombongan umat Islam sampai di suatu tempat bernama Hudaibiyah, sekitar 6 mil dari Makkah, mereka berhenti.
Nabi Muhammad mengutus Utsman bin Affan untuk memberitahukan kepada kaum Quraisy mengenai maksud dan maksud kedatangan mereka. Namun pihak Quraisy bersikeras tidak mengizinkan rombongan Muslim tersebut masuk ke Makkah. Negosiasinya sangat sulit. Namun pada akhirnya, umat Islam berhasil membuat perjanjian dengan kaum Quraisy yang dikenal dengan Perjanjian Hudaibiyah.
Secara garis besar, Perjanjian Hudaibiyah berbunyi: "Atas nama Tuhan Semesta Alam Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ini perjanjian antara Muhammad dan Suhail bin Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad, diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah". (Sumber:Latar Belakang Dibuatnya Perjanjian Hudaibiyah)
Pasca Perjanjian Hudaibiyah, situasi menjadi jauh lebih damai dan tidak ada perang. Selain itu, jumlah pengikut Nabi Muhammad meningkat dari sekitar 1.400 orang menjadi hampir 10.000 orang. Namun, baru dua tahun berlalu, kaum Quraisy melanggar Perjanjian Hudaibiyah dengan membantu Bani Bakr menyerang dan membunuh sekutu Muslim Bani Khuza'ah. Setelah itu, pihak Quraisy sebenarnya sempat mengutus Abu Sufyan menemui Nabi Muhammad untuk memperbarui perjanjian, namun ditolak. Yang terjadi kemudian adalah perang yang dikenal dengan Peristiwa Fathu Mekkah pada tahun 630 Maseh.
4. Perang Khaibar
Perang Khaibar adalah perang antar umat Islam yang dipimpin oleh Nabi Muhammad melawan kaum Yahudi yang tinggal di Khaibar. Pertempuran pada tahun 628 M terjadi di Khaibar, sebuah oasis sekitar 150 km utara Madinah di Arab Saudi. Saat itu, kota Khaibar, atau sering disebut negeri Hijaz, merupakan benteng pertahanan Yahudi.
Berkat tanahnya yang subur dan air yang melimpah, kota ini menjadi tempat perlindungan ideal bagi orang Yahudi. Oleh karena itu, Perang Khaibar menjadi salah satu pertempuran umat Islam yang paling sengit karena kekuatan Yahudi sangat kuat. Pertempuran ini berlangsung sekitar dua minggu.
Setelah perang Yahudi-Romawi, orang-orang Yahudi mulai menetap di Khaibar dan mengembangkan pertanian di tanahnya yang sangat subur. Lambat laun, posisi mereka menjadi sangat dominan secara budaya, ekonomi, dan politik. Selain itu, orang-orang Yahudi juga membangun benteng dan menyimpan pedang, tombak, perisai dan senjata lainnya.
Hingga banyak perkampungan Yahudi di Khaibar yang terkonsentrasi di tiga tempat yaitu Natat, Shiqq dan Katiba. Pada saat yang sama terdapat tiga marga Yahudi yang kuat di Madinah yaitu Bani Qaynuqa, Bani Nadhir dan Bani Qurayzah. Ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, banyak orang penting mulai masuk Islam. Dalam perkembangannya, perselisihan antara Nabi Muhammad dengan tiga marga Yahudi terkuat di Madinah pun tak terhindarkan.
Akibat rangkaian peristiwa tersebut, Bani Al-Nadir akhirnya diusir dari Madinah pada tahun 625 dan menetap di Khaibar. Setelah mengusir pemimpin Bani Al-Nadir dari Madinah, ia melanjutkan upayanya mengumpulkan sekutu untuk melawan Nabi Muhammad. Suap dan hasutan dari klan Yahudi lainnya digunakan, bahkan untuk menentang umat Islam. Para sejarawan berpendapat bahwa perang Khaibar disebabkan oleh intrik Bani Nadhir.
Menghadapi kenyataan ini, Nabi Muhammad tidak punya pilihan selain menyerang Khaibar. Pada bulan Maret 628 M atau 7 H, pasukan Islam di bawah komando Nabi Muhammad meninggalkan Khaibar. Pasukan Muslim diperkirakan terdiri dari hampir 2.000 tentara dan 200 kuda. Dibandingkan dengan 10.000 prajurit Khaibar, kaum Muslim kalah jumlah.
Namun pasukan Muslim mampu menaklukkan jarak kurang lebih 150km dari Madinah ke Khaibar dalam tiga hari, yang mengejutkan kaum Yahudi. Akibatnya, klan Yahudi di Khaibar tidak mampu membangun pertahanan yang terorganisir dan terpusat. Karena sifat bangsa Yahudi yang meremehkan umat Islam, maka pasukan Nabi Muhammad dapat dengan mudah menaklukkan benteng-benteng Khaibar satu persatu.
Namun, umat Islam tidak sepenuhnya menembus pertahanan Yahudi. Bahkan komandan pasukan Yahudi beberapa kali berganti karena terbunuh dalam pertempuran. Perang Khaibar berlangsung selama dua minggu dan pertempuran tersebut baru berakhir ketika orang-orang Yahudi menyerah karena situasi mereka memburuk.
Nabi Muhammad tinggal di Khaibar selama beberapa waktu. Ia bahkan hampir mati karena diracun. Dikisahkan bahwa Zainab binti Harits menyimpan dendam terhadap Nabi Muhammad karena suaminya Sallam terbunuh dalam Pertempuran Khaibar. Zainab kemudian mengirimkan sepotong daging kambing kepada Nabi Muhammad. Nabi menggigit daging tersebut, namun langsung meludahkannya ketika merasakan sesuatu yang aneh. Tidak demikian halnya dengan Bisyri bin Bara, sahabat Rasul. Dia meninggal karena makan daging tersebut.
Khaibar berhasil ditaklukkan. Rombongan Nabi kembali ke Madinah melalui Wadil Qura, wilayah yang dikuasai kelompok Yahudi lain. Kelompok itu dicegat oleh pasukan Yahudi setempat. Seperti di Khaibar, mereka juga ditaklukkan pada saat itu. Namun, pada saat yang sama, orang-orang Yahudi di Taima terus menawarkan perdamaian tanpa menggunakan perang. Dengan penaklukan Madinah itu, Islam menjadi kekuatan utama di Arab. Ketenangan umum menjadi semakin sadar.
Dengan demikian Nabi Muhammad bisa lebih fokus berdakwah untuk membangun akhlak masyarakat. Kaum Yahudi menyerah dengan syarat mereka membayar pajak dan menyerahkan tanahnya kepada kaum Muslim. Akibatnya banyak di antara mereka yang menjadi budak. Menurut Stillman, kaum Yahudi Bani Nadhir tidak termasuk dalam perjanjian itu, dan pada akhirnya seluruh penduduk Bani Nadhir dibunuh, kecuali anak-anak dan perempuan yang diperbudak.
5. Perang Mu'tah
Perang Mu'tah adalah pertempuran yang terjadi di Mu'tah pada bulan Jumadil Awal tahun 8 H atau September 629 M Pihak yang terlibat dalam pertempuran itu adalah pasukan Muslim yang dikirim oleh Muhammad dan pasukan Bizantium. Perang terjadi di perkampungan bernama Mu'tah, Syam. Wilayah Mu'tah merupakan tempat bersejarah dimana umat Islam mengalahkan ratusan ribu tentara Romawi yang terkenal kejam dan brutal. Kisah strategi heroik Khalid bin Walid menjadi kunci kemenangan bersejarah Islam.
Kisah ini bermula dari Al-Harits bin 'Umair al-Azdi yang menjadi utusan Rasulullah untuk mengantarkan surah raja kota Bushra, Syam untuk seruan dakwah. Di tengah perjalanannya di wilayah Mu'tah, al-Harits bin 'Umair al-Azdi disergap oleh Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani dan kelompoknya. "Ke mana kamu akan pergi?" tanya Syurahbil bin 'Amr al-Ghassani. “Aku ingin pergi ke negeri Syam,” jawab al-Harits bin ‘Umair al-Azdi. “jangan-jangan engkau adalah utusan Muhammad,” tanya Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani dengan tajam. Al-Harits bin 'Umair al-Azdi dengan tegas menjawab, "Sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah." Kemudian Syurahbil menyekap dan memenggal kepala al-Harits bin 'Umair al-Azdi.
Kabar kematian yang memilukan ini sampai ke telinga umat Islam Madinah. Para sahabat sangat marah dengan datangnya berita ini. Setelah salat Zhuhur berjamaah, Rasulullah mengumpulkan semua sahabat dan menunjukkan daftar panglima perang di antara mereka. Para pemuda pemberani dan tampan, Zaid bin Haritsah, Ja'far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah, terpilih menjadi pemimpin militer.
Rasulullah memberikan pesan kepada para sahabat yang berperang: “Berjuanglah di jalan Allah. Jika kalian mendapati orang sedang beribadah di tempat ibadahnya, jangan ganggu mereka. Jangan bunuh wanita, anak-anak atau orang tua. Jangan merusak pohon dan jangan menghancurkan rumah mereka."
300 Muslim dengan gagah berani berangkat menyentuh medan perang. Rupanya, hal ini membuat takut raja Romawi, Heraclius. Heraclius juga mengumpulkan 100 ribu tentara Romawi dari berbagai daerah. Tak hanya itu, ia juga mendapat bantuan dari seratus ribu tentara suku Nasrani di Jazirah Arab.
Hal ini tentu saja membuat marah sebagian tentara Muslim. Beberapa prajurit menyarankan: “Mari kita informasikan dulu kepada Rasulullah tentang banyaknya musuh, mungkin Nabi akan memerintahkan kita untuk kembali, atau Nabi akan mengirimkan bala bantuan dari kota Madinah.”
“Wahai prajurit, demi Allah kita tidak berperang dengan kekuatan besar, senjata atau kuda, namun kita berperang dengan keimanan yang dengannya Allah mengagungkan kami. Jika kita menang, maka Allah dan Rasul-Nya janjikan kepada kita. Jika kita kalah, kita akan bertemu sahabat kita di surga" Abdullah bin Rawahah menyemangati para prajurit muslim.
Perang itu semakin sulit. Segera setelah itu Zaid bin Haritsah tumbang dengan banyak anak panah di sekujur tubuhnya. Kemudian datanglah Ja'far bin Abi Thalib mengambil panji perang dari Zaid bin Haritsah. Dia melangkah maju dengan berani sambil membaca syair: “Sungguh indah sekali, surga telah mendekat (kepadaku)//Ia (surga) sangat indah serta sangat sejuk airnya.”
Maka Ja’far bin Abu Thalib dengan mantap memegang bendera perang di tangan kanannya. Sayangnya, lengan kanannya dipotong musuh. Kemudian Ja’far bin Abu Thalib dengan kokoh memegang bendera perang di tangan kirinya. Sayangnya tangan kirinya juga terpotong oleh musuh. Dengan demikian, Ja'far bin Abu Thalib terus melindungi bendera perang dengan sisa tangannya hingga ia syahid.
Itulah sebabnya Allah mengganti kedua tangan Ja'far bin Abu Thalib yang terputus dengan dua sayap indah di surga. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang berbunyi: "Rasulullah bersabda ‘Aku melihat Ja’far bin Abu Thalib memiliki dua sayap, ia terbang ke manapun ia mau,’” (HR Thabrani).
Abdullah bin Rawahah kemudian mengambil alih bendera tersebut dan melantunkan sebuah syair indah yang berbunyi:"Wahai diriku, seandainya engkau tidak terbunuh nantinya engkau juga mati//Merpati kematian telah memanggilmu." Dia menghunus pedangnya dan berlari menuju kerumunan musuh. Sayangnya, Abdullah bin Rawahah terbunuh dan syahid.
Uniknya, Rasulullah saat menceritakan jalannya perang Mu'tah dari tempat yang jauh di kota Madinah. Bahkan, saat itu berita sekecil apapun pun tidak sampai ke masyarakat kota Madinah. Dalam hadits disebutkan bahwa:“Diceritakan dari sahabat Anas bahwa Rasulullah menceritakan Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah kepada manusia sebelum datangnya kabar kepada mereka. Rasulullah bersabda, ‘Bendera perang dibawa oleh Zaid, kemudian ia wafat. Selanjutnya, (bendera perang) dibawa oleh Ja’far, kemudian ia wafat. Selanjutnya, (bendera perang) dibawa oleh Ibnu Rawahah, kemudian ia wafat,’” (HR Bukhari).
Lalu Tsabit bin Aqwam mengambil panji perang. “Wahai umat Islam, musyawarahkanlah siapa yang mampu memimpin kami di medan perang,” kata Tsabit bin Aqwam. Maka kaum muslimin dengan sukarela bersegera mengibarkan bendera perang. Kemudian Tsabits bin Arqam berkata: “Ambillah panji perang ini wahai Khalid bin Walid, demi Allah tidak ada yang berhak menerima panji ini selain kamu.”
Perang tersebut harus dihentikan sementara karena terjadi pada malam hari. Keesokan harinya, Khalid bin Walid membuat strategi baru. Ia mengubah pasukan kanan untuk menempati posisi kiri dan menukar pasukan kiri untuk menempati posisi kanan. Selain itu, ia juga mengalihkan pasukan lini depan untuk menduduki lini belakang dan sebaliknya.
Strategi ini sangat efektif karena mengelabui pasukan musuh dengan mengira telah banyak bala bantuan yang datang dari Nabi. Pasalnya, mereka kebingungan melihat perubahan komposisi umat Islam di medan perang. Pada akhirnya umat Islam berhasil memenangkan perang tersebut.
6. Pembebasan Kota Makkah
Setahun setelah Perjanjian Hudaybiyah, yang mencakup gencatan senjata 10 tahun antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy, Nabi dan kaum Muslimin pergi ke Makkah. Mereka ingin menunaikan umroh. Namun saat itu kaum Quraisy merasa panas hati. Karena umat Islam dan Nabi penuh kebahagiaan, kebersamaan dan bisa beribadah dengan ikhlas dan rendah hati.
Di antara tokoh Quraisy yang merasa tidak senang adalah Abu Sofyan bin Harb bin Umayah, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr. Para pemimpin Quraisy bermaksud menghancurkan umat Islam. Mereka tidak akan senang jika umat Islam bisa sejahtera dan mempunyai banyak pengikut. Pada akhirnya mereka mengkhianati perjanjian Hudaybiyah. Bani Bakr yang merupakan sekutu Quraisy menyerang suku Khuza'ah yang bergabung dengan Muslim.
Karena pengkhianatan tersebut, kaum Muslimin dan Bani Khuza'ah mengalami kerugian yang cukup besar. Rasulullah kemudian langsung bertindak, mengirimkan pesan kepada kaum Quraisy untuk menerima salah satu dari tiga syarat. Beberapa syarat yang diberikan Rasulullah kepada kaum Quraisy adalah:
1. Membayar denda.
2. Memutuskan persahabatan dengan Bani Bakr.
3. Membatalkan Perjanjian Hudaybiyah.
Dari tiga hal yang ditawarkan Nabi, ternyata kaum Quraisy memilih poin ketiga. Dengan demikian, Perjanjian Hudaibiyyah tidak berlaku lagi. Nabi kemudian bersiap untuk membebaskan kota Makkah dari tangan kaum Quraisy dengan 1.000 tentara. Untuk membebaskan kota Makkah, Rasulullah mengambil beberapa kebijakan antara lain:
Dari tiga hal yang ditawarkan Nabi, ternyata kaum Quraisy memilih poin ketiga. Dengan demikian, Perjanjian Hudaibiyyah tidak berlaku lagi. Nabi kemudian bersiap untuk membebaskan kota Makkah dari tangan kaum Quraisy dengan 1.000 tentara. Untuk membebaskan kota Makkah, Rasulullah mengambil beberapa kebijakan antara lain:
1. Menghindari pertumpahan darah
Yang dibebaskan adalah kota suci, sehingga rasul paham bahwa pertumpahan darah harus dihindari. Pembebasan kota Makkah sedapat mungkin dilakukan dengan strategi penyerangan tanpa perlawanan (perang).
2. Mengerahkan pasukan melalui 4 penjuru
Nabi memobilisasi tentara Muslim melalui empat penjuru. Namun penyerangan ini tetap mengikuti prinsip damai (tidak ada pertumpahan darah).
3. Menghancurkan berhala di sekitar Kabah
Nabi memerintahkan umat Islam untuk menghancurkan berhala-berhala yang masih berserakan di sekitar Ka'bah. Dengan takbir, tentara muslim mampu menghancurkan total 360 berhala tanpa ada satupun yang tersisa.
4. Menetap di Kota Makkah
Nabi dan kaum muslimin tinggal di kota Mekkah selama beberapa hari. Para pemimpin Quraisy dan penduduk lainnya kemudian bergegas menemui Rasulullah. Dan bagusnya mereka tidak mau menyerang, mereka masuk Islam.
5. Mengajak penduduk Makkah masuk Islam
Para pejuang muslim pun mencari setiap anggota keluarganya di kota Makkah dan mengajak mereka masuk Islam. Seiring dengan banyaknya penduduk Makkah yang masuk Islam, misi Nabi untuk berdakwah kepada kaum Quraisy pun berhasil.
Islam adalah agama yang paling penyayang dan pemaaf di dunia. Islam tidak pernah menyimpan dendam terhadap orang-orang yang dulu memusuhi Islam. Islam menyambut mereka yang sebelumnya tidak beriman untuk masuk Islam.
Dengan demikian Makkah jatuh ke tangan Rasulullah, para pemimpin dan masyarakat datang meminta ampun dan masuk Islam. Nabi dan umat Islam menyambut baik dan mensyukuri kemenangan ini seiring dengan terbebasnya Makkah dan bersatunya kaum Quraisy dengan Islam.
7. Perang Hunain dan pengepungan Thaif
Perang Hunain adalah pertempuran yang terjadi antara Nabi Muhammad dan para pengikutnya melawan suku Badui Bani Hawazin dan Tsaqif. Pertempuran ini, disebut juga Perang Hawazin, terjadi di Hunain, sebuah lembah sekitar 12 mil dari Makkah. Perang Hunain terjadi pada tahun 630 M atau 8 H dan berakhir dengan kemenangan bagi kaum muslimin.
Setelah Nabi Muhammad menaklukkan Makkah, para pemimpin Hawazin dan Tsaqif khawatir sukunya akan menjadi sasaran berikutnya. Hawazin sendiri merupakan nama sebuah suku besar di Arab pada masa itu yang terdiri dari banyak suku. Oleh karena itu, mereka bermaksud menyerang Nabi terlebih dahulu sebelum kaumnya diserang.
Pada saat yang sama, ada juga yang mengatakan bahwa suku-suku yang masih berperang melawan Nabi Muhammad dalam Pertempuran Hunain sedang mempersiapkan diri menjelang pembebasan Mekah (Fathu Makkah).
Pemimpin musuh Islam pada perang Hunain adalah salah seorang Bani Nadhar yakni Malik bin Auf, yang juga didampingi oleh Bani Sa'ad bin Bakar dan Duraid bin Ash-Shammah dari Bani Ju'syam. Sementara itu, panglima Tsaqif adalah Kinanah bin Abdu Yalil. Sebagai pemimpin militer, Malik bin Auf memerintahkan ternak, harta benda, perempuan dan anak-anak dibawa ke medan perang. Tujuannya adalah untuk mencegah tentara melarikan diri dari medan perang ketika situasi memburuk.
Jumlah orang musyrik yang berkumpul diperkirakan berjumlah 30.000 orang. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa pasukan tersebut hanya berjumlah sekitar 20.000 orang. Pada saat yang sama, 12.000 tentara berkumpul dari pihak Nabi Muhammad termasuk 10.000 orang dari Madinah dan 2.000 orang dari pihak Nabi Muhammad. baru masuk Islam saat Fathu Makkah.
Rasulullah mengutus sahabatnya Abdullah bin Abu Hadrad Al-Aslam untuk memata-matai strategi musuh. Abdullah pun mendapat informasi bahwa musuh akan menyerang lebih dulu di waktu yang bersamaan. Pada saat yang sama, Malik bin Auf juga mengirimkan mata-mata untuk memantau gerak-gerik Nabi.
Ketika Nabi Muhammad dan pasukannya mendekati medan perang Hunain, mereka langsung disergap oleh musuh yang bersembunyi di bukaan lembah. Pasukan Muslim mampu menghalau serangan tersebut hingga musuh melarikan diri dalam kebingungan. Namun pasukan Muslim terburu-buru menjarah barang rampasan tersebut, sehingga musuh mendapat kesempatan untuk menghujani mereka dengan anak panah.
Serangan panah tersebut membubarkan pasukan Muslim dan memutuskan mundur. Namun, Nabi Muhammad dan beberapa pengikut setianya tetap tidak gentar. Akhirnya pasukan Islam berkumpul dan menyerang musuh sesuai perintah Nabi. Pertempuran Hunain dimenangkan oleh umat Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad. Karena kalah dalam perang Hunain, kaum musyrik lari ke tiga arah yang berbeda, yaitu sebagian ke Taif, sebagian ke Nakhlah, sebagian ke Authas, sebagian lagi masuk Islam.
Kaum Muslim kemudian menawan banyak orang musyrik, termasuk perempuan, yang berjumlah 6.000 orang. Para tawanan itu akhirnya dibebaskan setelah delegasi Hawazin mendatangi Nabi. Selain itu, umat Islam juga menerima 24.000 ekor unta, lebih dari 40.000 ekor kambing, dan 4.000 uqiyah koin perak. Nabi Muhammad kemudian membagi harta rampasan secara adil antara prajurit dan rakyat.
Namun perang belum usai, Hawaz dan Tsaqif masuk ke Tha'if bersama panglima mereka, Malik bin Auf An-Nashri. Mereka bertahan di sana. Oleh karena itu Rasulullah menuju ke Thaif setelah dari Hunain dan setelah mengumpulkan harta rampasan di Ji'ranah. Khalid bin Walid berangkat kesana terlebih dahulu bersama 1000 prajurit, kemudian bersama Rasulullah, setelah itu ia melewati Nakhlah Al-Yamaniyah di Qarnul Manazil hingga sampai di Liyyah. Di sana terdapat benteng milik Malik bin Auf. Beliau memerintahkan benteng itu dihancurkan.
Ia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di Thaif. Beliau berhenti di dekat benteng mereka dan menempatkan dirinya di sana. Kemudian beliau memerintahkan untuk mengepung benteng tersebut. Pengepungan ini berlangsung lama. Dalam riwayat Muslim Anas, pengepungan berlangsung selama 40 hari. Namun tidak terlalu lama, menurut sejarawan. Pada awal pengepungan, kaum Muslimin dihujani banyak anak panah.
Cukup banyak umat Islam yang terluka. 12 orang tewas sehingga memaksa mereka untuk memindahkan kampnya ke tingkat yang lebih tinggi, tepatnya di tempat Masjid Tha'if kini dibangun. Mereka disana. Nabi menempatkan Manjaniq ke arah kaum Tha'if dan melemparkan batu hingga menghancurkan sebagian tembok benteng dan beberapa tentara Islam masuk ke dalam benteng melalui lubang di tembok.
Mereka masuk dari arah pagar. Namun musuh melempari kaum Muslim yang memasuki benteng dengan besi panas dan anak panah hingga membunuh beberapa dari mereka. Sebagai bagian dari strategi perang, Nabi memerintahkan pohon anggur untuk dipotong dan dibakar. Karena pohon anggur cukup banyak ditebang, musuh-musuh Tha'if memohon dengan nama Allah dan kekeluargaan untuk menghentikan penebangan tersebut.
Beliau menerima permintaan mereka. Lalu dia berseru: "Siapapun yang ingin turun dari benteng dan datang ke sini bebas." 20 orang turun dari benteng dan menghampiri pasukan muslim. Di antara mereka ada yang berjuluk Abu Bakhra. Tugasnya adalah memanjat tembok benteng Tha'if lalu menaiki kerekan bundaruntuk mengambil air minum. Oleh karena itu ia dijuluki Abu Bakhrah (tukang kerek ).
Beliau melepaskan mereka dan masing-masing diberikan kepada seorang Muslim untuk diberi makan. Ketika pengepungan berlangsung lama dan benteng tidak dapat direbut dengan mudah, sedangkan musuh dapat bertahan di dalam benteng selama setahun, Rasulullah meminta pendapat Naufal bin Mu’awiyyah Ad-dili. Dia berkata: "Mereka adalah rubah di dalam lubang. Jika Anda terus-menerus mengelilinginya, mereka tidak berbahaya."
Beliau juga berencana meninggalkan benteng dan pergi. Beliau memerintahkan Umar bin Khattab untuk mengumumkan kepada orang-orang: "In syaa Allah kita akan pergi besok." Namun sebagian dari mereka merasa keberatan rencana ini. Mereka berkata, “kita akan pergi saja dan tidak menaklukkannya?” "Kalau begitu serang mereka!" Kata beliau.
Namun akibat penyerangan yang mereka lakukan banyak yang terluka, karena benteng musuh memang cukup kuat. Beliau berkata, "In syaa Allah kita akan berangkat besok." Perintah ini membuat mereka sangat senang. Jadi mereka pergi. Melihat itu, beliau hanya bisa tersenyum. Setelah mereka pergi, beliau berkata: “Katakanlah: ‘Kami berserah diri, bertaubat, beribadah dan mengagungkan Tuhan kami.’” Ada pula yang berkata: “Ya Rasulullah, doakanlah musibah Tsaqif.” Maka beliau berkata: "Ya Allah, bimbinglah penduduk Tsaqif dan berkahilah mereka."
8. Perang Tabuk
Perang Tabuk adalah perang antara tentara Islam dengan Kekaisaran Romawi. Perang ini terjadi pada bulan Rajab 9 H dan berakhir pada bulan Ramadhan tahun yang sama. Meskipun tidak ada waktu untuk kontak fisik karena pasukan musuh menyerah sebelum pertempuran, perang tersebut berlangsung selama 50 hari, dengan umat Islam membagi 20 hari di Tabuk dan 30 hari untuk perjalanan pulang dari Madinah ke Tabuk.
Penaklukan kota Mekah (fat岣玼 makkah) merupakan puncak kemenangan umat Islam karena Mekah sudah berada di bawah kendali umat Islam dan kaum musyrik berlomba-lomba memeluk Islam. Hanya saja kekuatan besar Kekaisaran Romawi masih menjadi ancaman.
Konflik sebenarnya antara umat Islam dan Romawi dimulai setelah Shurahbil bin Amr al-Ghassani membunuh Al-Harits bin Umair, utusan Nabi. Setelah al-Harits terbunuh, Nabi mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah untuk menyerang pasukan Romawi di Mu'tah. Seusai perang, nampaknya banyak suku Arab yang mulai melepaskan diri dari kaisar Romawi dan bergabung dengan umat Islam.
Menyadari hal tersebut, Romawi segera mengambil posisi sebelum umat Islam menjadi tentara yang benar-benar kuat dan sulit untuk ditangkap. Kekaisaran Romawi mulai mempersiapkan kekuatan besar untuk menghancurkan kekuatan Islam. Ternyata kabar rencana penyerangan tersebut sampai ke telinga umat Islam, meski masih belum jelas. Kesadaran bahwa Romawi pernah menjadi kekaisaran raksasa yang paling ditakuti pada masanya membuat khawatir masyarakat Muslim di Madinah.
Khawatir tentara Romawi akan datang dan menyerang mereka serta menghancurkan Madinah. Kekhawatiran pun semakin besar. Bahkan terdengar suara-suara aneh, namun umat Islam pada awalnya mempunyai kecurigaan buruk bahwa mungkin Kekaisaran Romawi telah tiba di Madinah. Hal serupa juga dialami Rasulullah yang bahkan sampai menjauh dengan istri-istrinya selama sebulan. Keadaan semakin parah dengan adanya orang-orang munafik yang kasak-kusuk persiapan pasukan Romawi.
Ketidakpastian informasi tersebut akhirnya berakhir ketika sekelompok orang tiba di Madinah dari Suriah membawa minyak. Mereka melaporkan bahwa raja Romawi Heraclius telah menyiapkan pasukan besar sebanyak 40.000 prajurit. Suku Arab Kristen seperti Lakhm, Judzam dan lain-lain juga ikut bergabung.
Menyadari situasi yang benar-benar kritis, Rasulullah segera mengambil keputusan setelah melalui pertimbangan militer yang matang. Beliau tidak ingin pasukan Muslim hanya menunggu Kekaisaran Romawi di Madinah dan membiarkan mereka menjarah wilayah yang sudah berada di bawah kendali Muslim. Nabi akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Madinah dan menyerang kerajaan terkuat pada masanya.
Setelah keputusan melakukan konsolidasi dengan mengirimkan beberapa utusan untuk bergabung dengan kabilah-kabilah Arab. Bahkan beliau juga secara langsung mengumumkan seruan perang. Ini adalah pertama kalinya beliau melakukan ini. Mendengar seruan tersebut, kaum muslimin dengan sigap dan berlomba-lomba memberikan sumbangan untuk kebutuhan perang. Utsman bin Affan menyumbangkan 900 ekor unta dan 100 ekor kuda, belum termasuk uang; Abdurrahman bin Auf menyumbang 200 aqiyah perak, Abu Bakar memberikan seluruh hartanya senilai 4000 dirham dan lebih.
Setelah persiapan ekstensif, tentara Muslim bergerak ke utara menuju Tabuk dengan 30.000 tentara, 10.000 lebih sedikit dari tentara Romawi. Meskipun ada begitu banyak sumbangan, itu tidak cukup untuk pasukan sebanyak itu. Kekurangannya begitu besar sehingga delapan belas tentara hanya menerima seekor unta. Bahkan untuk minum, mereka harus membunuh seekor unta agar bisa meminum air di punuknya dan untuk dimakan daging .
Pada saat yang sama, Nabi sendiri menitipkan keluarganya kepada Ali bin Abi Thalib di Madinah. Mengetahui hal tersebut, orang-orang munafik mendorong Ali bin Abi Thalib untuk berperang dan meninggalkan Ahlul Bait. Agitasi tersebut gagal dan Rasulullah berkata kepada Ali: “Tidakkah kamu bahagia wahai Ali. Bagiku kamu sama seperti Harun bagi Musa, tetapi tidak akan ada nabi lagi setelah aku".
Setibanya di Tabuk, Rasulullah menyapa para prajurit dan menyemangati mereka. Semangat mereka cerah dan siap bertempur. Sebaliknya pasukan Romawi yang mendengar kabar bahwa Rasulullah telah mengumpulkan pasukan, menjadi patah semangat sehingga tidak berani maju dan malah pasukannya berpencar ke daerah masing-masing.
Singkat cerita, musuh mengajak damai dengan menyerahkan upeti. Kemenangan ini ada di pihak umat Islam, meski tidak terjadi pertempuran. Sejak saat itu, pasukan Muslim menjadi semakin kuat karena berhasil mengalahkan Kekaisaran Romawi yang sangat besar. Suku-suku Arab yang sebelumnya mendukung Roma kini bergabung dengan kekuatan Muslim.
Meski banyak terjadi peperangan, namun Nabi dan para sahabat selalu berusaha berperang secara damai dan harmonis sebagai pilihan utama.
E. Surat Nabi Muhammad untuk raja dan penguasa kafir untuk masuk Islam
Nabi Muhammad mengirim surat kepada berbagai raja dan penguasa kafir untuk mengajak mereka masuk Islam. Dalam surat-surat tersebut, Nabi Muhammad mengimbau para penguasa untuk memeluk Islam dengan tegas namun lembut, menyeru keselamatan bagi yang memeluk Islam dan ancaman bagi yang menolak. Surat-surat ini merupakan bagian dari upaya dakwah Nabi Muhammad kepada para raja dan penguasa kafir pada masanya. Surat tersebut antara lain:
1. Surat Rasulullah kepada Kaisar Romawi Heraclius
Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraklius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan menuruti ajaran Islam. Terimalah ajaran Islam, tuan akan selamat. Tuhan akan memberi pahala dua kali kepada tuan. Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin menjadi tanggung jawab tuan. "Katakanlah (Muhammad), "Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama yang lain tuhan-tuhan selain Allah." Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang muslim.""(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 64)
Begitu menerima surat dari Rasulullah, Heraclius menyelidiki kebenaran tentang kenabian Nabi Muhammad orang yang mempunyai hubungan kuat dengan Nabi. Kemudian Heraclius memilih orang Quraisy untuk mengetahui kenabian Nabi Muhammad. Saat itu kaisar mendengar kabar kedatangan sekelompok pedagang, di antaranya Abu Sufyan dari Quraisy. Kemudian kaisar memerintahkan mereka untuk dibawa ke hadapannya dengan seorang penerjemah. Saat itu Abu Sufyan masih kafir.
Dialog panjang pun kemudian terjadi antara kaisar dan Abu Sufyan. Kaisar bertanya kepada Abu Sufyan, “Siapakah di antara kalian yang paling dekat kekerabatannya dengan orang yang mengaku nabi?” Abu Sufyan : “Saya orang yang paling dekat.” Kemudian kaisar memintanya untuk mendekat dan akhirnya terjadilah dialog panjang tentang sifat-sifat kenabian Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Kisah ini diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim.
Di akhir dialog beliau menyimpulkan bahwa seluruh sifat-sifat Nabi yang digambarkan dalam Injil, Nabi yang mereka nanti-nantikan adalah Rasulullah, dan Heraclius berkata: “Jika apa yang kamu katakan itu benar, maka dia (yang artinya Rasulullah) kelak akan menguasai wilayah yang telah diinjak kedua kakiku ini, aku yakin dia akan melakukannya namun aku tak pernah menyangka bahwa dia berasal dari kalian".
Heraclius berkata kepada utusan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu Dihyah bin al-kalbi: “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa sahabatmu adalah Nabi yang diutus. Nabi yang kita nantikan dan Nabi yang kita miliki. dalam buku kami. Tapi saya takut orang Romawi akan membunuh saya. Jika bukan karena itu, tentu saja saya akan mengikutinya."
2. Surat Rasulullah kepada Khosrau II
Khosrau II adalah kaisar ke-22 Dinasti Sassanid. Ia memerintah Persia dari tahun 590 hingga 628 M. Berikut merupakan surat Rasulullah kepada Khosrau ll.
Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra raja Persia.
Keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk, yang beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah kepada semua umat manusia, untuk memberi peringatan bagi siapa yang hidup.
Masuklah Islam maka kau akan selamat dan jika kau mengabaikannya maka atasmu dosa orang-orang Majusi. (Sumber:Kisah Nabi Muhammad Kirimi Surat Pemimpin Dunia Agar Masuk Islam)
Setelah membaca dan memahami isi surat dakwah tersebut, dengan bangga beliau merobek surat Rasulullah. Dia tidak menyangka akibat dari tindakan jahatnya akan begitu mengerikan. Ras没lull芒h mendoakan keburukan baginya agar kekuasaan yang telah dibangun dan dibanggakannya hancur.
3. Surat Rasulullah kepada Raja Habasyah
Surat ini dibawa kepada raja Habasyah oleh seorang sahabat Rasulullah yang bernama 'Amr bin Umayyah ad-Dhamri. Setelah membaca surat ini, an-Najasy dan orang-orang disekitarnya menyatakan keimanannya dan mengirimkan sesuatu sebagai hadiah kepada Ras没lull芒h. Berikut surat Rasulullah kepada Raja Habasyah.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah, salam kepada Najasyi, pembesar Habasyah. Salam kepada siapa yang mengikuti petunjuk. Amma ba’du.
Sesungguhnya aku bertauhid kepada yang tiada Tuhan kecuali Dia, Yang Maharaja yang Maha Suci, Yang Maha Pemberi Keselamatan, Yang Maha Pemberi Keamanan, Yang Maha Pelindung. Dan aku bersaksi bahwa Isa bin Maryam (tiupan) roh dari Allah (yang terjadi) dengan kalimat-Nya (yang disampaikannya) kepada Maryam yang perawan, yang baik dan menjaga diri (suci) lalu mengandung (bayi) Isa dari wahyu dan tiupan-Nya sebagaimana menciptakan Adam dengan tangan-Nya.
Aku mengajak engkau kepada Allah yang Esa, tidak mempersekutukan sesuatu bagi-Nya dan taat patuh kepada-Nya dan mengikuti aku dan meyakini (ajaran) yang datang kepadaku.
Sesungguhnya aku utusan Allah. Dan aku mengajak engkau dan tentaramu kepada Allah Yang Maha Perkasa dan Agung. Aku telah menyampaikan dan telah aku nasihatkan; maka terimalah nasihatku. Salam bagi yang mengikuti petunjuk ini. (Sumber: Surat-surat Muhammad untuk kepala negara)
4. Surat Rasulullah kepada Penguasa Mesir
Surat Rasulullah ini dibawa oleh Hatib bin Abi Balta'ah Radhiyallahu anhu. Penguasa tersebut membaca surat ini dan menanggapinya dengan baik, namun tetap saja dia tidak menerima Islam. Ia bahkan sempat memberikan hadiah budak kepada Ras没lull芒h. Ia juga mengirimkan surat balasan, namun Ras没lull芒h menolaknya.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan Rasulullah. Kepada Muqawqis Penguasa Qibthi. Salam sejahtera kepada yang mengikuti petunjuk. Amma ba’du. Aku mengajak Anda dengan dakwah Islam. Anutlah agama Islam dan Anda selamat. Allah akan memberimu pahala dua kali lipat. Tetapi apabila Anda berpaling, Anda akan memikul dosa kaum Qibthi. Wahai Ahli kitab, marilah menuju ke suatu kalimat ketetapan yang tidak terdapat suatu perselisihan di antara kita, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun. Tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain dari Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah (muslimin). (Surat-surat Muhammad untuk kepala negara)
5. Surat Rasulullah kepada Penguasa Bahrain
Penguasa Bahrain yang mendapatkan surat dari Rasulullah adalah Al-Mundzir bin Sawi at-Tamimi. Al-Ala' bin al-Hadhrami diutus untuk menyampaikan surat tersebut kepadanya.
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Utusan Allah kepada al-Munzir bin Sawi salam ke atas kamu. Maka sesungguhnya kepada Engkau Allah, aku memuji yang tiada Tuhan selain-Nya dan aku mengaku bahawa Muhammad adalah hambaNya dan pesuruhNya, adapun selepas itu aku mengingatkan kau dengan Allah Azzawajala, maka sesungguhnya sesiapa yang menasihat sebenarnya beliau menasihati dirinya, dan sesiapa yang mentaati ku dan sesiapa yang menasihatkan mereka bererti telah menasihatiku.
Sebenarnya para utusan ku telah pun memuji kau dengan baik, sesungguhnya melalui kamu aku memberi syafaat ku kepada kaum kamu, oleh itu biarlah kaum muslimin dengan kebebasan mereka dan pengampunan kamu terhadap pesalah-pesalah, maka terimalah mereka. Sekiranya kamu terus soleh dan baik maka kami tidak akan memecatkan kamu dari tugas dan sesiapa yang masih dengan pegangan Yahudi atau Majusinya hanya wajib membayar jizyah. (Sumber: Surat-surat Muhammad untuk kepala negara)
Al Mundzir menerima surat tersebut, setelah itu ia memberikan surat balasan kepada Rasulullah.
"Amma ba’d. Wahai Rasulullah, saya sudah membaca surat tuan yang tertuju kepada rakyat Bahrain. Di antara mereka ada yang menyukai Islam dan kagum kepadanya lalu memeluknya, dan di antara mereka ada pula yang tidak menyukainya. Sementara di negeriku ada orang-orang Majusi dan Yahudi. Maka tulislah lagi surat kepadaku yang bisa menjelaskan urusan tuan." (Sumber: 4 Surat Nabi untuk Raja-Raja Dunia Mengajak Masuk Islam, Ini Isinya)
Al-Mundzir bin Sawi mungkin meninggal setelah wafatnya Nabi Muhammad. Dia meninggal sebagai seorang Muslim. Kematian Al-Mundzir bin Sawi terjadi di rumahnya sendiri dan disaksikan oleh Al-Ala' bin al-Hadhrami yang merupakan gubernur Bahrain pada saat itu. Masyarakat Bahrain dari Bani Qais melakukan kemurtadan setelah kematian Al-Mundzir bin Sawi.
6. Surat Rasulullah kepada Penguasa Yamamah
Penguasa Yamamah yang mendapat surat dari Rasulullah adalah Haudzah bin Ali al-Hanafi. Surat dari Ras没lull芒h ini dibawa oleh Sulaith bin 'Amr al-'Amiri. Ketika Sulaith tiba di hadapannya, Haudzan menyambutnya dengan hangat dan menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Haudzan kemudian membaca surat-suratnya dan sesekali berkomentar.
Bismillahir rahmanir rahim.
Dari Muhammad Rasul Allah kepada Haudzan bin Ali. Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk. Ketahuilah bahwa agamaku akan dipeluk orang yang kaya maupun orang yang miskin. Masuklah Islam, niscaya tuan akan selamat dan akan kuserahkan apa yang ada di tangan tuan saat ini.” (sumber: Surat Nabi Kepada haudzah bin Ali Al-Hanafi, Pemimpin Yamamah)
Setelah menerima dan membaca surat Rasulullah ini, kemudian penguasa Yamamah menulis surat balasan untuk Rasulullah.
“Sungguh bagus dan baik apa yang tuan serukan. Sementara itu banyak orang-orang Arab yang takut terhadap kekuasaanku. Jika tuan mau memberikan sebagian urusan kepadaku, tentu aku mau mengikuti tuan.” (sumber: Surat Nabi Kepada haudzah bin Ali Al-Hanafi, Pemimpin Yamamah)
Haudzan membagikan hadiah dan memberinya kain tenun yang bagus. Semua anugerah tersebut diserahkan kepada Nabi dan beliau menceritakan apa yang dialaminya. Beliau membaca jawaban Haudzah lalu berkata: “Jika dia meminta sepetak tanah kepadaku, maka aku tidak akan memberinya. Cukup, cukup apa yang dimilikinya saat ini”
Namun ketika Nabi kembali dari pembebasan kota Makkah, Jibril memberitahukannya bahwa Haudzan telah meninggal. Mengenai hal ini beliau bersabda: "Dari Yamamah ini, akan muncul seorang pendusta yang membual sebagai nabi. Dia akan menjadi pembunuh sepeninggalku." Ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, siapa yang dibunuhnya?” Dia menjawab, "Kamu dan teman-temanmu." Dan itulah yang terjadi.
F. Meneladani perjuangan dakwah Rasulullah di Madinah
Ada beberapa cara meneladani dakwah Nabi Muhammad di Madinah, antara lain:
1. Selalu percaya pada pertolongan Allah.
2. Saling membantu dalam kebaikan dan kebenaran.
3. Menjaga persaudaraan antar umat Islam.
4. Membangun keimanan, ibadah, dan interaksi sosial masyarakat.
5. Menciptakan rasa persaudaraan di kalangan umat Islam.
6. Menjadikan masjid sebagai pusat masyarakat dan pusat kegiatan perekonomian.
7. Melatih umat Islam untuk membela iman.
8. Menggunakan berbagai metode dakwah, seperti surat menyurat kepada penguasa dan pemimpin.
Penutup:
Beberapa strategi penting yang bisa ditiru dari kiprah dakwahnya di Madinah antara lain membangun keimanan, ibadah dan interaksi sosial di masyarakat, menciptakan rasa persaudaraan umat Islam, menjadikan masjid sebagai pusat komunitas dan perekonomian. kegiatan melatih umat Islam untuk membela iman dan menggunakan berbagai metode dakwah seperti korespondensi dengan penguasa dan pemimpin. Artikel ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi Nabi pada masa-masa awalnya di Madinah dan bagaimana beliau mengatasinya untuk membangun komunitas Muslim yang kuat. Mungkin ini saja yang dapat penulis sampaikan pada pembahasan kita kali ini. Kurang lebih penulis mohon maaf. Sekian dan terimakasih telah mengunjungi blog ini.
Penulis: Maulana Aditia
Komentar
Posting Komentar